Learning From a Kid

Tadi sore di sebuah lift Plaza Semanggi, gue ketemu sama seorang anak perempuan yang sangat lain dari yang lain. Gue yakin usianya belum melebihi sepuluh tahun. Pertama lihat, gue cuma mendapat kesan bahwa she is cute and well dressed. Tapi selama beberapa menit (atau mungkin hanya dalam hitungan detik) gue satu lift sama dia, gue langsung bisa melihat kesitimewaan dalam diri anak itu.

Awalnya gue denger dia ngomong begini saat dia baru saja masuk ke dalam lift, “Lantai 5 dong, tolong…” Suaranya itu jernih banget dan intonasinya terdengar dewasa dan penuh dengan sopan santun.

Di lantai berikutnya, ada orang dari bagian dalam lift yang ingin turun di lantai itu. Lalu dengan kesadaran sendiri, anak tadi melangkah keluar dari dalam lift supaya orang tadi bisa keluar lift dengan leluasa. Kemudian saat giliran gue dan keluarga gue yang turun dari lift, anak itu dengan sukarela menekan tombol OPEN supaya rombongan gue bisa keluar dengan tenang tanpa khawatir akan terjepit pintu lift.

Kedengarannya, apa yang dilakukan anak itu hanya hal yang sederhana. Tapi gue nggak yakin ada banyak anak seumuran dia yang memahami etika seperti itu. Jangankan anak kecil deh, yang udah tua-tua aja masih banyak yang nggak tau tata krama kok. Kita suka ogah memberi jalan kepada orang yang ingin lewat baik di dalam lift maupun di dalam kendaraan umum. Kita suka ‘lupa’ bahwa mengucapkan kata tolong, maaf, dan terima kasih adalah sopan santun yang tidak boleh kita lewatkan. Kita juga suka tidak peduli dengan kenyamanan dan keselamatan orang-orang yang tidak kita kenal.

Selain itu, bertambahnya usia juga membuat kita semakin mati rasa sama yang namanya etika pergaulan. Kita sudah tidak lagi merasa bersalah saat mengucapkan kata-kata yang tingkat bahasanya setara dengan bahasa preman. Kita juga sudah tidak peduli lagi dengan berbagai jenis tata tertib, entah itu tata tertib lalu lintas, budaya mengantri, dan lain sebagainya yang waktu TK dulu selalu diajarkan oleh sang Ibu Guru. Padahal seharusnya, sebagai manusia dewasa kita sudah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi toh faktanya, semakin dewasa justru membuat hati nurani kita semakin tumpul terhadap berbagai macam aturan di dunia ini.

Anak perempuan di Plaza Semanggi itu kemungkinan besar dididik sangat baik oleh orang tuanya. Dan semoga, kerasnya hidup tidak akan banyak mengurangi idealismenya itu. Makanya, kalo gue punya anak nanti, akan gue ajarkan dia bahwa meskipun orang lain tidak bisa menjaga kesopanannya, bukan berarti dia boleh ikut-ikutan bersikap seenaknya. Karena bagaimanapun, sopan santun adalah cara kita untuk menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. So guys, let’s start behaving good okay?

It Was Just a Totally Past

 

Dulu, gue pernah tergila-gila sama seorang cowok yang gue kenal dari kelas 1 SMA. Gue sama temen-temen se-gank punya nama sandi ‘si Bolong’ untuk menyebut dia yang tidak boleh disebut namanya itu. Nah, saking naksirnya gue sama si Bolong ini, gue banyaaaak… banget ngelakuin hal bodoh yang suka bikin malu kalo gue inget sekarang-sekarang ini. Dulu tuh gue nggak pernah bisa berhenti ngoceh tentang dia, selalu update segala hal terbaru tentang dia, dan kayaknya seisi kelas juga tahu kalo gue itu suka sama cowok ini…

 

Padahal sih selama tiga tahun SMA gue sempet naksir dan deket sama cowok-cowok lain selain dia. Tapi intinya, selalu ada dia sampai kelulusan memisahkan kita berdua.

 

Tapi herannya ya, biar kata udah pisah kampus juga masih adaaaa aja orang yang ngira gue masih suka sama si Bolong. Padahal jelas-jelas gue udah bilang sama mereka kalo di kampus gue udah punya gebetan baru. Mungkin karena dulu gue keliatan segitu tergila-gilanya makanya mereka enggak percaya bahwa gue emang beneran udah lupa sama si Bolong.

 

Sampai beberapa hari yang lalu, Radhianty; salah satu sahabat dari bangku SMA ngomong gini sama gue waktu kita lagi nunggu pesenan ayam bakar Mas Mono.

 

“Gue inget tuh dulu elo selalu heboh banget kalo ada berita baru tentang si Bolong.”

 

Gue ngangkat alis, sok-sok bingung. “Oh ya?”

 

“Iya… contohnya waktu gue bilang gue pernah main ke rumah Bolong elo langsung heboh banget gitu!”

 

Kali ini gue beneran bingung. “Emang iya ya, elo pernah main ke rumahnya si Bolong? Emangnya ngepain elo main ke rumah dia? Elo kan nggak pernah sekelas sama dia?”

 

Radhianty malah ketawa. “Iyaaa… gue sama temen-temen sekelas gue kan pernah numpang latihan drama di rumahnya dia! Masa’ elo nggak inget sih?”

 

Gue coba inget-inget lagi. Gue minta si Radhiator untuk me-rewind ceritanya. Lalu samar-samar, kayaknya gue emang agak familiar sama ceritanya dia itu.

 

“Wah… bagus lah, Ler (Radhianty suka manggiil gue ‘Uler’), berarti elo udah beneran lupa sama si Bolong.”

 

Huahaha… ya iyalah gue udah lupa! Malah setelah dipikir-pikir lagi, yang dulu gue rasain ke dia itu tuh sama sekali bukan cinta. Mungkin lebih tepat kalo disebut sebagai Obsesi-Masa-SMA hehe. Jadi dengan ini, kepada seluruh teman-teman gue dan teman-temannya Bolong, tolong berhenti ber-cie-cie-ria. He’s soooo yesterday and I’m totatlly over it, okay? Case closed.

My Best Friend’s Wedding

Satu minggu yang lalu, entah untuk yang ke berapa kalinya, gue nonton film My Best Friend’s Wedding yang dibintangi Julia Robert. Film ini bercerita tentang seorang cewek yang ditinggal married sama sahabat cowok yang diam-diam dicintainya. Meski nggak ada statement secara eksplisit, tapi gue yakin kalo cowok ini juga pernah dan masih menyimpan perasaan khusus sama sahabat ceweknya itu. Malah, satu hari sebelum pernikahannya dengan perempuan lain, si cowok bilang begini sama sahabatnya itu, “You are the woman of my life.”

Enggak tau kenapa, gue selalu menyimpan minat khusus terhadap film tentang persahabatan antara cewek dan cowok. Mulai dari Kuch-Kuch Hota Hei, My Best Friend’s Wedding sampai yang paling baru Maid of Honor. Kenapa begitu? Mungkin karena gue termasuk orang yang gampang bertemen deket sama cowok kali ya… Lalu gimana akhir hubungan gue sama temen-temen cowok itu?

  1. Dia ngejauhin gue karena ngerasa bertepuk sebelah tangan;
  2. Dia ngejauhin gue karena dia tau gue cuma bertepuk sebelah tangan;
  3. Gue ngejauhin dia karena ngerasa bertepuk sebelah tangan; atau
  4. Gue ngejauhin dia karena tau dia cuma bertepuk sebelah tangan.

See? Nggak pernah ada yang happy ending dalam friendship gue dengan para kaum cowok…

Untuk alasan nomor 3 dan 4, gue punya argumentasi tersendiri. Untuk yang nomor 3, rasanya wajar kalo gue lebih milih menghindar dari orang yang bikin gue bertepuk sebelah tangan. Gue pengen bisa move on, dan pastinya hal itu akan sulit dilakukan kalo gue masih aja denger suara dia atau ngeliat muka dia setiap harinya. Untuk alasan yang nomor 4, gue cuma nggak mau ngasih harapan palsu sama temen cowok gue itu. Gue ini tipikal cewek yang sejak pertama kenal seorang cowok, gue bakalan langsung tahu apakah dia termasuk cowok yang mungkin atau enggak akan mungkin gue sukai. Jadi daripada dia buang-buang waktu, mendingan gue menghindar dari dia kan?

Herannya, biar udah sering terjadi berulang-ulang, gue masih aja enggak kapok temenan deket sama cowok-cowok. Bagi gue, berteman sama mereka itu semacam variasi hidup. Selalu ada kebahagiaan tersendiri saat menghabiskan waktu dengan sahabat cowok. Hanya saja sayangnya, saat pertemanan itu udah bawa-bawa urusan hati, pilihannya cuma dua: take it OR leave it.

Jadi boleh dibilang, gue nggak percaya bahwa cewek dan cowok bisa bersahabat tanpa melibatkan perasaan sama sekali. Jangan lupa bahwa kebersamaan dan rasa nyaman bisa menimbulkan rasa cinta. Jadi daripada terombang-ambing antara cinta atau persahabatan, lebih baik cepat diputuskan saja; mau dibawa ke mana hubungan pertemanan itu? Karena kalau tidak begitu, jangan aja nasib kita jadi kayak Julia Roberts yang memohon-mohon sama sang sahabat untuk membatalkan pernikahannya… Atau sebaliknya, bukan mustahil di masa yang akan datang gue membatalkan pernikahan gue dan merelakan uang puluhan juta rupiah melayang begitu saja hanya gara-gara sang best friend yang datang untuk mengagalkan pernikahan itu… (sama kayak cerita film Maid of Honor itu lho…).

Memang benar bahwa mengubah status dari sahabat menjadi pacar akan memorakporandakan segalanya begitu hubungan asmara itu putus di tengah jalan. Tapi menurut gue, yang namanya cewek dan cowok itu emang nggak akan bisa bersahabat erat untuk selama-lamanya. Karena saat kita sudah berumah tangga nanti, kita pasti dituntut untuk membatasi interaksi dengan lawan jenis selain suami dan keluarga kita kan? Jadi kalau toh ujung-ujungnya bakalan sama, apa salahnya untuk dicoba berpacaran dengan sahabat sendiri?

Tapi pasti akan lain ceritanya kalau cinta dalam persahabatan itu adalah cinta yang tidak terbalas. Ada beberapa situasi yang membuat hubungan percintaan menjadi sulit untuk diwujudkan. Misalnya, salah satu pihak ada yang sudah berpasangan dengan orang lain. Kalau sudah begitu, menurut pengalaman gue, sebaiknya kita pergi meninggalkan sahabat kita itu.

Apabila kasusnya kita bersahabat dengan pacar orang lain, saran gue jangan sampai keberadaan kita menjadi duri dalam daging bagi hubungan sahabat dengan pasangannya. Selain itu menurut gue, mempertahankan hubungan seperti ini hanya akan buang-buang waktu. Ok sekarang mereka statusnya masih pacaran sehingga kita bisa menyimpan harapan suatu hari mereka bisa saja putus. Tapi gimana kalo hubungan mereka lanjut terus sampai jenjang pernikahan? Masa’ iya kita masih mau ngarep suatu saat mereka akan bercerai? Lagipula akan sulit buat kita mencari gebetan baru apabila kita masih menyimpan rasa suka sama seseorang yang masih berada sangat dekat dari jangkauan kita. Nah, kalau sudah begitu, ujung-ujungnya kita yang rugi terus menjomblo sementara dia udah berbahagia dengan pasangannya sendiri.

Atau gimana kalo sebaliknya; justru kita berada dalam posisi yang sudah punya status in a relationship? Ini juga sama saja… Kasihan sahabat kita kalau terus menerus menyaksikan kebahagiaan kita sama orang lain. Kalau kita memang tidak berniat menjadikan dia pasangan sedangkan kita tahu betul seberapa besarnya cinta dia sama kita, maka lebih baik relakan dia pergi jauh dari hidup kita. Jangan egois dengan tetap ingin memilikinya sebagai teman curhat. Dia berhak hidup bahagia dengan orang yang mencintai dia lebih dari sekedar teman biasa. Jangan juga nekat berteman terlalu intim dengan lawan jenis saat kita sudah berpasangan dengan orang lain. Jangan sampe sahabat yang kita sayangi itu justru dihina-dina sebagai tukang rebut pacar orang lain.

Gue ngerti banget gimana enggak enaknya harus ninggalin sahabat yang udah deket banget sama kita. Mungkin reaksi seperti itu kesannya lebay, terlalu didramatisir dsb, tapi percaya deh, mengorbankan hati dengan melihat si sahabat berbahagia dengan orang lain itu jauh lebih menyakitkan daripada berusaha melupakan dan melepas dia pergi.  Jadi nggak usah takut mengakhiri persahabatan yang sudah ternoda oleh cinta yang bertepuk sebelah tangan. Lagipula gue percaya bahwa pada prinsipnya, bila memang jodoh pasti ujung-ujungnya akan kembali kepada kita lagi. Lalu sampai saat itu tiba, cobalah nikmati hidup kita tanpa dia, hingga nanti kita menemukan jawaban apakah dia yang akan menggandeng tangan kita untuk menjalani hidup ini bersama-sama…

Top 14: The Most Romatic Moments Ever

  1. Waktu SMP ada cowok yang ngotot banget ngejar-ngejar gue. Saking bosennya ngeladenin dia, gue titip pesen sama orang rumah buat bilang gue nggak ada kalo si cowok itu yang telepon gue. Lalu suatu sore, ada cewek nyari gue via telepon, ngakunya sih temen sekolah gue. Tapi pas gue angkat… ternyata itu telepon dari si cowok lagi! Sambil cengengesan dia bilang sengaja minta tolong tetangganya buat bantu nelepon gue…
  2. Nomor 2-5 tentang satu cowok yang sama, yang sekelas sama gue di kelas 3 SMP. Awalnya cowok ini cuma suka nulis-nulis tentang gue setiap pagi di papan tulis atau di atas meja gue pake kapur putih. Sampe puncaknya, suatu siang waktu kita lagi ulangan Fisika, dia yang duduk di meja sebelah gue, manggil gue dengan suara pelan. Pas gue nengok ke arah dia, dengan tenang dia berbisik, “I love you.”
  3. Pernah tiba-tiba, cowok ini bilang begini ke gue, “Fa, gue horny deh kalo lagi deket sama elo.” Gue yang waktu itu masih bodoh dan nggak tau apa-apa, dengan polosnya nanya ke hampir SEMUA temen-temen gue horny itu artinya apa! Biar bikin malu, kalo diinget lagi kok jatuhnya jadi terasa romantis ya, hehe…
  4. Cowok ini terkenal pinter tapi pelit buat urusan contekan. Nah, waktu SMP tuh gue stupid banget buat urusan Mtk. Pagi itu gue belum ngerjain PR Mtk dan nggak kebagian ruang buat nyontek sama temen gue yang pinter-pinter (you know lah, meja si pinter yang dermawan selalu dikerubungin orang-orang malas setiap paginya, hehe). Saat gue lagi bingung harus gimana, si cowok ini malah menyodorkan buku bersampulnya sambil bilang, ”Salin nih, cepetan, nanti keburu belnya bunyi.” 
  5. Gue dan si cowok berencana ambil SMA di dua kota yang berbeda (gue tetep di Bekasi, dia pindah rayon ke Jakarta). Sekedar informasi, ngurus pindah rayon di jaman itu terkenal susah dan repot banget. Lalu menjelang kelulusan SMP, si cowok tiba-tiba datang menghampiri sambil menyodorkan selembar kertas, ”Nih, buat elo.” Tau nggak sih… dia ngasih gue formulir pendaftaran ke SMA yang sama kayak dia! Dia bilang kalo gue mau ambil, nanti biar dia ambil lagi formulir buat dia sendiri…
  6. Dulu pernah ada tukang ojek yang ngefans banget sama gue. Tadinya gue pikir cuma main-main, tapi makin lama dia makin kelihatan serius. Gue inget banget dia cukup sering nanya begini, ”Kita lewat Ujung Aspal aja ya? Kan Ujung Aspal lebih jauh tuh, jadi kita berdua bisa ngobrol lebih lama…”
  7. Nomor 7-9 juga tentang satu cowok yang sama, temen gue di SMA dulu. Dia punya kebiasaan aneh yaitu nolak buat salaman sama temen-temennya di hari pertama masuk setelah lebaran. Alasannya, ”Nanti juga di lapangan kita salaman.” Nah, di lebaran pertama, gue liat sendiri dia nolak salaman sama dua temen cewek yang sekelas sama kita. Tapi pas gue dateng… cowok ini malah nawarin diri buat salaman sama gue! Dodolnya di lebaran tahun ke dua, giliran gue yang ditolak salaman sama cowok aneh ini! Terus siangnya pas pulang sekolah, dia manggil-manggil gue buat ngajak salaman. Tapi karena kesel ya gue pura-pura budek aja. Bukannya nyerah, si cowok malah lari-lari ngejar gue sampe tangga, terus dia ngulurin tangan sambil bilang, ”Maafin gue ya.”
  8. Siang itu gue lagi sibuk terlibat dalam panitia lomba 17 Agustus di SMA gue. Lalu pas gue lagi capek-capeknya saat lomba masih berlangsung, di koridor nggak sengaja gue berpapasan sama cowok ini. Kemudian saat gue dan dia selisih jalan bersebelahan, tiba-tiba dia ngelus kepala gue sambil tersenyum… Yang ada gue cuma bengong sambil megangin kepala, dan terus aja memandangi punggung dia yang menjauh pergi…
  9. Waktu lagi asyik ngomongin soal makanan buat acara buka puasa bareng yang bakal diadain di rumah gue, tiba-tiba dia ngomong begini, ”Nanti elo yang masak dong, Fa. Kalo elo yang masak, gosong juga gue makan deh.”
  10. Langsung longkap ke masa di mana gue udah mulai kerja di kantor pertama, gue nerima kejutan yang tidak terduga saat lagi tugas satu minggu di kantor klien. Di kantor klien itu, si OB punya kebiasaan menulis nama pemesan makanan di atas bungkus makan siang orang ybs. Nah, pas bungkusan plus piring diantar ke meja gue, gue nemuin tulisan ini di atas bungkusan makanan itu, ”Mbak Ripa cantik.”
  11. Waktu itu halte busway Blok M rame banget. Sialnya, gue antri di posisi pinggiran sehingga saat nanti berebut masuk ke dalam bis gue beresiko jatuh ke samping kanan. Dan bener aja, waktu bisnya dateng, orang-orang di sekitar gue langsung saling dorong, tapi tadaaa… tiba-tiba cowok yang tadinya diri di sebelah kiri gue langsung pasang badan di sebelah kanan gue supaya gue bisa masuk ke bis dengan selamat? Akibatnya, pacar si cowok tadi pasang muka cemberut sambil sesekali melototin gue, hehe;
  12. No 12-14 bercerita tentang 1 cowok yang sama.  Malam itu satu helm dia hilang di parkiran motor. Jadilah cuma tersisa satu helm full face yang biasa dia pake. Dan waktu gue baru mau naik ke atas motornya, dia menyodorkan helm dia yang tinggal satu-satunya itu buat gue pakai. Baik banget kan, hehe;
  13. Karena ngotot pengen foto studio dulu sebelum dateng ke JCC buat diwisuda (waktu itu gue pikir mending langsung foto setelah make-up supaya riasannya masih bagus pas difoto), gue kebingungan cari emblem buat gue pake pas foto studio. Masalahnya kan, emblem baru dibagiin pas posesi wisuda. Nah, pas gue berinisiatif pinjem emblem ke temen cowok yang udah diwisuda beberapa bulan sebelum gue, cowok itu langsung dengan antusias menjawab begini, ”Ok, nanti malem gue cariin emblemnya terus besok pulang kerja gue anterin ke kantorlo.” Padahal ya… kantor dia itu di Pluit, kantor – klien – gue di Pancoran, dan abis itu dia harus kuliah (S2) di Senayan!
  14. Malam itu Burger King Senayan City lagi penuh banget. Meja yang tersisa tinggal meja yang masih kotor. Apesnya, gue malah ambil posisi yang mana sisi meja bagian gue justru sisi yang paling kotor. Udah tahu meja kita kotor, si mas-mas Burger King malah asyik ngebersihin meja kosong di sebelah. Si cowok inipun berinisiatif manggil mas-mas Burger King itu. Tadinya gue kira dia manggil si mas-mas buat diomelin gara-gara nggak berinisiatif bersihin meja kita duluan. Eh, nggak taunya… ”Mas, boleh pinjam lapnya?” Si mas-mas dengan bingung memberikan kain lapnya buat dipake sama cowok ini bersihin sisi meja gue yang kotor itu….

Well, gue nulis ini bukan untuk pamer apalagi mempermalukan pihak-pihak ybs. Tulisan ini justru bentuk terima kasih gue atas perhatian yang luar biasa itu… Mungkin dulu gue menanggapi dengan dingin. Tapi pada dasarnya, jujur aja perlakuan manis itu membuat gue ngerasa masih eksis sebagai perempuan, hehe. Ini bener lho, kita harus berterima kasih sama orang-orang yang menunjukkan rasa sayangnya sama kita. Karena tanpa mereka, belum tentu kita bisa hidup narsis seperti sekarang? Once again thanks buat semuanya. Siapapun yang jadi pasanganlo pasti bahagia punya pacar/suami perhatian kayak elo semua, hehe. Have a nice day!

Si Kenek Kurang Ajar Itu…

Jum’at pagi, gue datang ke kantor dengan muka ditekuk, langkah kaki menghentak, dan hembusan napas jengkel begitu muncul di muka pintu ruang kerja gue. Begitu gue datang, seisi ruangan yang tadinya lagi asyik cekikian langsung terdiam. Mbak Tina langsung nyeletuk, “Si Riffa dateng langsung pada diem. Itu muka kenapa bête begitu?”

Kak Monyk langsung menimpali, “Iya, ada apa, coba curhat sama kita, hehe.”

Dan cerita gue pun mulai mengalir penuh dengan emosi meluap-luap. Jadi ceritanya, pas gue mau naik bis dari Cawang, si bis Patas itu nggak mau berhenti untuk nungguin gue naik. Terpaksalah gue berlari dan lompat ke atas bis. Yang bikin bête, si kenek bis pake sok-sokan nolongin gue segala. Masalahnya, dengan kurang ajarnya dia meluk-meluk pinggang gue gitu! Males banget nggak sih gue pelukan sama orang nggak jelas kayak gitu?!? Makanya pas mau turun dari bis, itu kenek gue pelototin buat nggak lagi menyentuh gue seujung jari pun. Ih, sebel banget gue kalo inget kejadian itu!

Bukannya bersimpati, temen-temen kantor gue malah pada cekikikan. Mbak Tina bilang, “Dia naksir kali sama elo. Jangan-jangan dia kenal sama elo, udah tau elo tinggal di mana, udah kenalan sama ortu elo pula, hihihi.”

Gaya bercanda Mbak Tina yang kocak abis itu mau nggak mau bikin gue ikutan ketawa. Lalu waktu gue ngeluarin kantong berisi makanan dari tante gue, gantian kak Monyk yang ikut bercanda, “Ya ampun, elo sampe dibekelin makanan sama si kenek itu?”

Huahaha… bête gue pun lenyap untuk seketika. Dan pelajaran untuk hari ini adalah: nggak usah sok ngejar-ngejar bis yang nggak mau berhenti. Mendingan telat datang ke kantor daripada dipeluk sama abang-abang nggak dikenal. Yuck!

Things to Do After Overtime Season

Tiap hari lembur sampe jam 10-12 malam ditambah kerja di hari Sabtu udah mulai bikin gue capek. Pengen hang out ke mall sama temen-temen kuliah terpaksa batal gara-gara sakit kepala. Check up ke dokter gigi yang harusnya 2 minggu sekali jadi molor sebulan sekali saja. Rasanya banyaaaakk… banget hal yang terlewatkan gara-gara sibuk kerja. Untungnya kesibukkan ini nggak akan berlangsung selamanya. Beberapa minggu lagi musim lembur akan berakhir.

Nah, supaya gue semangat kerja, berikut ini daftar hal-hal yang ingin gue lakukan segera setelah musim lembur selesai… Bersemangat!

  1. Shopping plus nonton plus makan enak bareng Puja, Natalia, dan Mitha;
  2. Shopping lagi, nonton lagi, makan enak lagi, tapi kali ini cuma berdua sama Radhianti (gue punya utang nraktir sama Radhi yang belum lunas sampe sekarang, hehe);
  3. Pergi shopping ke Pasar Baru buat beli jeans, cos merk jeans favorit gue adanya cuma ada di Pasar Baru;
  4. Nyeselesain novel. Target gue harus selesai dalam 3 bulan;
  5. Nyari temen-temen yang kerja di bank, terus gue traktir makan dengan syarat kasih tau gue detail pekerjaan di bank buat bantu gue bikin novel. So… buat yang ngerasa kerja di bank siap-siap gue call ya, hehe;
  6. Nyobain ice skating atau perosotan Atmosphere di FX (hayooo… siapa yang mau nemenin gue ke sana???);
  7. Nonton 1 season Grey Anatomy;
  8. Sekali-kali nyobain blind date. Kali aja cowok pilihan teman-teman gue itu beneran se-ok yang dipromosiin sama mereka, hehe;
  9. Ngumpulin nomor hp terbaru dari temen-temen jaman SMA. Cos gosipnya sebentar lagi mau ada reuni akbar;
  10. Bawa Woochie, kucing kesayangan gue, ke dokter hewan supaya si Woochie tetap sehat, jadi ndut, dan makin lucu;
  11. Bawa si P1 ke Soner buat dibenerin (ada stylus patah terus nyangkut di dalam lubangnya) terus dibawa ke XL buat di-setting GPRS (gara-gara beli nomor cantik bekas orang gue jadi nggak tau nomor PIN simcard gue dan pastinya jadi nggak bisa setting GPRS sendiri);
  12. Ngeberesin virus di Acer (laptop pribadi) dan mengajukan pertukaran laptop Dell yang dikasih sama kantor (gila ya, si Dell itu leletnya setengah mati. Dari mulai nyala sampe mulai enak dipake butuh waktu setengah jam!);
  13. Main ke rumah Kiki yang baru married dan nyongong nanya gimana rasanya jadi pengantin baru, huahahaha…

Start From Zero

Setelah sukses dengan satu stand di food court Pasar Kranggan, tiga hari yang lalu nyokap gue buka cabang Pondok Ratu di Warung Tenda Kota Wisata Cibubur. Nyokap dan bokap optimis banget omset di sana bakalan lebih besar daripada yang mereka dapatkan di food court Pasar Kranggan. Lalu lima jam setelah pembukaan di Kota Wisata, bokap nelepon buat bilang bahwa baru ada tiga pengunjung yang mampir ke Warung Tenda mereka itu… Baru keesokan harinya gue tahu bahwa sepanjang hari pertama buka, tidak satupun ayam bakar jagoan nyokap gue yang terjual di Warung Tenda…

Gila ya, ayam bakar yang selama di food court bisa mendatangkan uang jutaan rupiah setiap bulannya malah nggak laku satu biji pun di tempat yang baru. Nyokap pasti sedih hari pertamanya enggak sukses seperti yang dia bayangkan. Untung si babe mau repot-repot nemenin emak di sana…

Lalu tadi malam, bokap nelepon gue lagi, kali ini dengan suara yang terdengar ceria. Bokap gue bilang, “Dagangan hari ini laris manis, makanannnya habis semua!”

Gue jelas kaget, “Kok bisa?”

Bokap ketawa. “Iya, tadi kan sodara-sodara pada mampir makan ke sini. Terus gara-gara tenda kita kelihatan ramai, orang-orang jadi pada penasaran pengen nyobain ayam bakar Mami.”

Gue ikut tertawa mendengar cerita bokap. Dalam begitu banyak hal, seringkali kita harus memulai segala sesuatunya dari nol. Soal seberapa cepat kita bisa merangkak naik, rentang waktunya berbeda-beda untuk setiap orang. Dan seringkali, dukungan dari orang-orang terdekat bisa mempercepat laju pencapaian itu. Dalam kasus ini, para keluarga besar gue adalah ‘sang dewa penyelamat’🙂

Duh, gue jadi malu nih. Gue aja yang anaknya ortu belum sempet mampir ke Warung Tenda dengan alasan sibuk kerja. Meski begitu, doa dan dukungan gue akan selalu menyertai jejak langkah mereka berdua…

Makanya… temen-temen semua bantuin gue juga yaa! Kalo main ke Kota Wisata jangan lupa mampir ke Pondok Ratu! Buka setiap hari dari jam 3 sore sampai jam 12 malam. Kalo mampir, tinggal sebut nama gue aja. Siapa tahu bakal dikasih diskon sama ortu gue, hehe. Ditunggu kedatangannya ya guys!

Yippie… Bakalan Ada Reuni SMA Nih!

Waktu lagi enak-enaknya tidur siang, GSM gue berdering singkat; ada SMS masuk. SMS dari deretan nomor yang enggak gue kenal. Oh… ternyata dari Yudha, temen SMA gue. Bakalan ada reuni SMA rupanya… And as always, gue diminta ikut bantu-bantu menyebarkan informasi soal reuni itu.

Ya secara gue itu Miss-hobi-bikin-reuni ya gue sih ok-ok aja ngurusin reuni lagi. Gue pun balas SMS itu yang intinya ok, apa aja yang bisa gue bantu? Baru setelah benar-benar sadar dari tidur gue kaget sendiri dengan janji untuk membantu itu. Emang sih… tugas gue cuma ngasih tau anak-anak Sos 5 doang. Tapi masalahnya gue kan nggak punya nomor hp mereka SEMUA?

Dulu gue emang pernah bikin daftar nama lengkap sama alamat, nomor telepon, dan nomor hp anak-anak Simponi (nama lain untuk Sos 5 angkatan 2004). Bahkan saking lengkapnya, ada juga nomor hp beberapa orang tua murid, hehe. Tapi hello… four years has passed us by dan gue udah lupa gue simpen di mana daftar biodata temen-temen gue itu… Lebih gawatnya lagi, semenjak ganti hp dan ganti nomor hp di saat yang bersamaan, banyak nomor temen-temen gue yang ketinggalan di hp atau di nomor hp yang lama itu! Fs dan Fb juga nggak banyak membantu karena nggak banyak pula anak Simponi yang punya account di sana…

Ya sudah, berarti akhir minggu depan gue harus usahain pulang ke rumah dan mencari daftar biodata tersebut… Terus abis itu, gue kebut SMS/teleponin semua temen-temen di akhir pekan supaya gue nggak mesti ngurusin reuni di jam kerja (baca: jam kerja gue belakangan ini mulai dari jam 9 sampe jam 11 atau 12 malam, hehe). Jadi buat teman-teman yang baca blog ini, nanti bantu sebarin informasi yaa! Atau kalo ada yang punya info terbaru soal reuni itu, jangan lupa kabarin gue ok!

A Key of Happiness

Gencarnya peredaran novel chicklit ditambah majalah masa kini yang hobi meneriakkan merk-merk papan atas membuat para remaja dan wanita muda lupa apa yang dimaksud dengan unconditional happiness (kebahagiaan tanpa syarat). Kita ngerasa hidup ini baru bisa dibilang indah kalo kita udah bisa nenteng LV ke mana-mana, menginjak Mahnolo di kaki kita, makan siang di restoran sekelas Sushi Tei SETIAP HARINYA, dan pastinya, mengendarai mobil mewah dan kerja di perusahaan multinasional dengan posisi dan gaji yang menggiurkan.

Kita pun lantas menyimpulkan; kita tidak akan pernah merasakan hidup bahagia tanpa segala kemewahan yang gue sebutkan di paragraf pertama.

Selain soal kemewahan, kita juga menganggap hidup tidak sempurna tanpa pacar yang sempurna atau setidaknya mendekati predikat sempurna. Ganteng, tinggi, perut six pack, kaya raya, baik hati, penyayang, setia… Jangankan soal pacar, soal teman dan sahabat pun kita mematok standar yang sama dengan tokoh sahabat yang suka muncul di novel-novel atau persahabatan ala Friends dan Sex and the City.

Lagi-lagi kita menyimpulkan, hidup kita belum terasa bahagia tanpa pacar dan sahabat yang sempurna.

Dan pastinya, sederetan kesempurnaan itu belum lengkap tanpa wajah cantik yang dihiasi kosmetik sekelas MAC, body keren yang ‘dicuci’ tiap hari dengan sabun mandi seharga ratusan ribu rupiah plus spa super mahal ditambah facial rutin setiap bulannya.

Atau yang lebih konyol, cukup banyak fresh graduates yang ngerasa HARUS kerja di bidang entertainment supaya profil diri mereka terlihat completely chic. Mereka nggak tau aja kalo industri hiburan itu terkenal kejam dalam hal borjuisme. Gaji buat pemula jumlahnya nggak seberapa, tapi tetep aja para bos menuntut para anak buahnya untuk selalu tampil ‘wah’. Malah gue pernah baca di salah satu blog ibu kota yang menyebutkan beberapa nama sosialita yang suka ngutang untuk membeli fashion items mereka (dan mohon dicatat bahwa berbulan-bulan dikejar debt collector juga masuk hitungan ngutang!).

Padahal gue yakin banget hidup penulis novel dan artikel di majalah-majalah itu enggak sehebat yang mereka deskripsikan dalam tulisannya. Bahkan faktanya, seberapa banyak sih penulis chicklit yang sama cantiknya, sama tajirnya, dan sama kerennya sampe diperebutkan cowok-cowok maha sempurna seperti tokoh utama dalam tulisan-tulisan mereka? Bukannya bermaksud menjelekkan penulis-penulis itu, tapi come on, wake up! Tulisan mereka itu sama aja kayak dunia dongeng dalam versi yang lebih modern. It’s just something to raise money in commercial matter.

Jujur, gue juga kepengen punya hidup sempurna seperti itu. Koleksi tasnya Chanel emang menggiurkan, LV yang jagoan dalam desain tas juga suka memajang sepatu dengan model yang luar biasa cantiknya. Dan siapapun juga tahu kalo gue punya cita-cita karier setinggi langit… But the point is; I don’t need waiting all of those stuffs just to make myself happy.

Karena realistis ajalah, anak baru lulus kayak kita gini paling juga gajinya berapa sih? Kata orang gaji di EY tergolong lumayan gede, tapi tetep aja, enggak realistis namanya kalo anak baru kayak gue udah ngidam tas monogram keluaran LV! Jadi maksud gue, kalo bener gue harus ngoleksi barang-barang mahal itu hanya untuk bisa bahagia, harus berapa tahun gue menunggu kebahagiaan itu datang menghampiri?

Begitu pula soal pacar dan para sahabat. Sampai sekarang gue belum pernah ngerasain yang namanya punya pacar. Dan sahabat-sahabat gue… mereka masih bisa bête dan bersikap seenak jidat. Mereka nggak selalu tau gimana caranya bersikap bijak saat gue sedang sedih dan gundah gulana. Pokoknya, mereka enggak sama seperti sahabat-sahabat yang ada di novel dan film-film Hollywood itu… Tapi apa iya semua itu lantas membuat hidup gue menjadi suram?

Walau nggak pernah punya pacar, seenggaknya gue pernah beberapa kali ngerasain indahnya diperlakukan istimewa sama cowok-cowok dalam hidup gue. Pernah ngerasain senyum-senyum sendiri di dalam angkot saat baca SMS dari cowok yang gue suka. Pernah ngerasain hebohnya dandan berjam-jam sebelum pergi berdua sama gebetan… Dan pernah mendengar pernyataan suka, sayang, dan cinta dari cowok-cowok istimewa itu…

Soal sahabat, rasanya ada banyak hal yang patut gue syukuri. Ada Puja yang rela bersusah payah ikut mencari bantuan untuk gue yang mendadak bokek. Ada Mitha yang rela bangun tengah malam untuk menampung curhat gue yang lagi patah hati. Ada Intan yang pernah menawarkan hadiah sepasang sandal impian seharga ratusan ribu rupiah. Ada Lisa yang rela menemani gue pergi jauh-jauh ke Depok buat nganterin naskah novel langsung ke tangan penerbitnya. Ada Vera yang BENERAN menyodorkan cowok ganteng hanya supaya gue nggak jomblo melulu. Ada Junet yang mempertemukan gue sama dosen di kampusnya yang telah banyak berjasa dalam penyusunan skripsi gue. Dan ada Stievan yang suka menghibur gue dengan telepon sore-nya… Ditambah lagi beberapa nama sahabat yang belum gue sebutkan dalam kesempatan ini.

Untuk fashion stuff, LV dan Versace jelas masih jauh di awang-awang. Tapi setidaknya, level gue udah naik dari Elizabeth ke Charles and Keith. Parfum udah super duper melejit dari Oriflame ke Guess (pameeer… ada yang seumur hidup baru sekarang ini bisa beli parfum mahal, hehe). Jadi mengingat hari gini cari kerja itu sulit, maka jangankan Charles and Keith, barang selevel Marie Claire juga udah harus kita syukuri! Malah, gue nggak akan rela menukar tas Charles & Keith hitam kesayangan gue dengan merk apapun karena tas model begini udah bertahun-tahun gue cari di berbagai pelosok mall ibu kota.

Soal makanan pengisi perut juga udah sangat-sangat layak untuk disyukuri. Kalo dulu gue suka bingung dengan segelas kopi seharga puluhan ribu, sekarang rasanya si Starbucks itu udah bukan perkara besar lagi. Meski enggak bisa tiap hari makan di restoran mahal, seenggaknya sesekali masih bisa makan sepuasnya di The Buffet sambil cekikikan bareng temen-temen tercinta. Dan perlu diingat bahwa tidak semua orang di Jakarta sudah menikmati lezatnya cheesecake favorit gue itu…

Intinya gue bukan mau pamer, gue hanya ingin mengajak teman-teman semua untuk lebih mensyukuri apa yang sudah kita punya. Gue yakin setiap orang dari kita punya daftar kesenangan tersendiri seperti yang gue tulis dalam blog ini. Ingat bahwa rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau. Jadi kalo kita mau nengok ke pekarangan tetangga melulu ya nggak bakalan ada abisnya! Nikmati aja apa yang sudah kita punya saat ini sambil terus berusaha mencapai taraf hidup yang lebih baik. Mungkin nasehat untuk ‘lihat ke bawah, jangan selalu lihat ke atas’ udah terdengar basi di telinga kita. Tapi nasehat itu memang benar-benar harus kita praktekkan. Hanya saja kalo gue boleh menambahkan; lihat ke bawah supaya kita bisa lebih mensyukuri hidup kita saat ini, dan lihat ke atas untuk memacu kita agar senatiasa mengukir prestasi.

By the way, gue bisa menulis kayak begini sama sekali bukan karena tiba-tiba gue menjelma jadi orang yang bijaksana. Gue cuma ngerasa lucu waktu ngelihat seorang kenalan yang berusaha keras untuk menjelma jadi cewek ala chicklit. Gue juga  jadi emosi waktu penerbit bilang novel gue kurang up to date. Kata adek gue, bisa jadi itu karena dalam novel gue sama sekali nggak ada nama Mango, Zara, dkk… Padahal gue tau banget merk-merk keren itu sama sekali enggak muncul di Ayat Ayat Cinta dan Laskar Pelangi. Tapi ya sudahlah, barangkali penerbit itu ada benarnya juga. Gue harus catat baik-baik bahwa bakso dan mie ayam udah out of date buat masuk ke dalam menu makan siang tokoh utama di dalam novel gue.

Lalu satu pemicu lagi kenapa gue nulis blog ini; gue eneg banget ngelihat temen yang memaksa bokapnya pergi kerja naik bis supaya mobilnya bisa dia bawa ke kampus setiap hari. Ada pula cewek yang rela tinggal di kosan super sempit (ukurannya tuh cuma dua kali tempat tidur single!) hanya supaya bisa pergi shopping bareng temen-temennya. Malah yang lebih parah, ada orang yang nekad memakai uang bayaran kuliah buat biaya bersenang-senang!

Sekali aja, gue pengen tanya sama para social climber (yang selalu ngotot nyebut dirinya sebagai sosialita, the it girl, the A list, atau apapun yang sejenisnya), “Are you guys happy acting like you are a Paris Hilton?” Gue bahkan pengen nanya sama si Paris Hilton, “Are you happy of being a Paris Hilton?”

Hopefully tulisan dalam blog ini akan selalu mengingatkan gue untuk tidak bertindak bodoh dan senantiasa hidup dengan penuh rasa syukur. Karena bersyukur itu emang bukan hal yang mudah. Bersyukur bukan hanya mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tapi juga dengan lapang dada menerima apa saja yang belum bisa kita miliki…

Lalu apa praktek nyata dari teori gue dalam tulisan ini? Gue sedang belajar mencintai pekerjaan gue. Lupakan dulu pekerjaan lain dengan gaji sepuluh juta per bulan itu, karena faktanya, gue belum cukup matang untuk ambil bagian di perusahaan ybs. Gue juga harus berhenti dikit-dikit ngomel gara-gara teman yang baru balas SMS setelah berabad lamanya (baca: rasanya berabad padahal nyatanya baru lewat beberapa jam saja). Soal sahabat, nggak perlulah niru-niru yang ada di tv karena rasanya, gue udah punya sahabat-sahabat terbaik yang bisa ada di dunia ini.

Lalu bicara soal cinta, sekarang gue juga udah memahami dengan baik apa yang dimaksud dengan unconditional love (cinta tanpa syarat). Terlalu banyak syarat dan tuntutan justru akan menjauhklan kita dari cinta impian. Keranjingan sama Twilight bikin kita ngerasa si dia belum cukup romantis kalo belum niru si Edward Cullen. Atau contoh lain, bagi kita setangkai bunga itu enggak romantis karena kita maunya dikasih sebuket bunga dan bukan hanya setangkai saja! Makanya gue bilang, seringkali romantisme justru akan pergi menjauh saat kita mengajukan begitu banyak syarat kepada seseorang yang menawarkan cintanya untuk kita miliki sepenuh hati.

Jadi daripada repot-repot sirik sama orang lain atau  ngutang sana-sini demi penampilan ala cewek chicklit, lebih baik berbagahagialah dengan apa yang kita miliki. Berterima kasih sama orang-orang yang suka sama kita meskipun kita nggak balik suka sama mereka. Bekerja tanpa banyak mengeluh. Belajar memaafkan kesalahan teman, rekan kerja, dan keluarga kita. Dan jangan lupa, pelihara barang-barang yang kita milikimeskipun harganya tidak sampai seratus ribu rupiah.

So the point is; loving each little thing we have is a key of happiness.

Ok guys, have a beautiful life!