Tadi sore di sebuah lift Plaza Semanggi, gue ketemu sama seorang anak perempuan yang sangat lain dari yang lain. Gue yakin usianya belum melebihi sepuluh tahun. Pertama lihat, gue cuma mendapat kesan bahwa she is cute and well dressed. Tapi selama beberapa menit (atau mungkin hanya dalam hitungan detik) gue satu lift sama dia, gue langsung bisa melihat kesitimewaan dalam diri anak itu.
Awalnya gue denger dia ngomong begini saat dia baru saja masuk ke dalam lift, “Lantai 5 dong, tolong…” Suaranya itu jernih banget dan intonasinya terdengar dewasa dan penuh dengan sopan santun.
Di lantai berikutnya, ada orang dari bagian dalam lift yang ingin turun di lantai itu. Lalu dengan kesadaran sendiri, anak tadi melangkah keluar dari dalam lift supaya orang tadi bisa keluar lift dengan leluasa. Kemudian saat giliran gue dan keluarga gue yang turun dari lift, anak itu dengan sukarela menekan tombol OPEN supaya rombongan gue bisa keluar dengan tenang tanpa khawatir akan terjepit pintu lift.
Kedengarannya, apa yang dilakukan anak itu hanya hal yang sederhana. Tapi gue nggak yakin ada banyak anak seumuran dia yang memahami etika seperti itu. Jangankan anak kecil deh, yang udah tua-tua aja masih banyak yang nggak tau tata krama kok. Kita suka ogah memberi jalan kepada orang yang ingin lewat baik di dalam lift maupun di dalam kendaraan umum. Kita suka ‘lupa’ bahwa mengucapkan kata tolong, maaf, dan terima kasih adalah sopan santun yang tidak boleh kita lewatkan. Kita juga suka tidak peduli dengan kenyamanan dan keselamatan orang-orang yang tidak kita kenal.
Selain itu, bertambahnya usia juga membuat kita semakin mati rasa sama yang namanya etika pergaulan. Kita sudah tidak lagi merasa bersalah saat mengucapkan kata-kata yang tingkat bahasanya setara dengan bahasa preman. Kita juga sudah tidak peduli lagi dengan berbagai jenis tata tertib, entah itu tata tertib lalu lintas, budaya mengantri, dan lain sebagainya yang waktu TK dulu selalu diajarkan oleh sang Ibu Guru. Padahal seharusnya, sebagai manusia dewasa kita sudah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi toh faktanya, semakin dewasa justru membuat hati nurani kita semakin tumpul terhadap berbagai macam aturan di dunia ini.
Anak perempuan di Plaza Semanggi itu kemungkinan besar dididik sangat baik oleh orang tuanya. Dan semoga, kerasnya hidup tidak akan banyak mengurangi idealismenya itu. Makanya, kalo gue punya anak nanti, akan gue ajarkan dia bahwa meskipun orang lain tidak bisa menjaga kesopanannya, bukan berarti dia boleh ikut-ikutan bersikap seenaknya. Karena bagaimanapun, sopan santun adalah cara kita untuk menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. So guys, let’s start behaving good okay?