Hotel & Transportasi di Kuala Lumpur

Tips untuk hotel di KL:

  1. Harga hotel di Malasyia relatif murah, terutama di Tune Hotel. Kalo lagi promo, price per night di Tune Hotel bisa cuma 1 ringgit aja! Tapi itu baru tempat tidurnya aja loh yaa. Kalo mau tambah AC, tv, akses internet, dan breakfast, harus bayar lagi;
  2. Kalo pengen cari hotel bandara dan punya budget lebih, gue merekomendasikan Pan Pacific. Hotel inilah yang paling dekat dengan KLIA dan LCCT (dua bandara di KL). Ada layanan shuttle bus gratis, bahkan katanya, kita bisa check-in di bandara sekalian nunggu barang-barang kita keluar dari bagasi pesawat. Tapi sayangnya, shuttle bus gratisan dari hotel ini tidak beroperasi 24 jam. Jadi kurang strategis buat yang ngejar penerbangan dini hari;
  3. Kalo tujuan utama kalian untuk belanja di KL, pilih hotel di daerah Bukit Bintang. Di kawasan ini ada BB Plaza, Sungai Wang Plaza, dan juga cukup dekat dengan Suria KLCC. Harga hotel di kawasan ini relatif lebih mahal, tapi hotel yang harganya murah meriah juga masih ada kok;
  4. Solusi lain buat traveler yang harus mengejar early flight, cari aja hotel di kawasan KL Sentral. Dari terminal Sentral ada bis-bis bandara yang beroperasi 24 jam. Harga bisnya juga murah kok, cuma 8-10 ringgit untuk sekali jalan. Jadi buat traveler on budget, lebih baik cari hotel murah di KL Sentral lalu untuk pergi ke bandara tinggal jalan kaki menuju terminal. Dengan cara ini jatuhnya bisa lebih murah daripada nginep di hotel manapun yang dekat bandara; dan
  5. Gue sangat merekomendasikan hotel gue selama di Malasyia buat teman-teman yang ingin liburan dengan budget terbatas. Namanya My Hotel, terletak enggak jauh dari terminal bis di KL Sentral. Hotelnya murah tapi nggak kelihatan murahan, stafnya ramah, kamarnya bersih (walaupun linen-nya nggak sekinclong hotel berbintang), dan kamar yang gue dapet bebas bau (termasuk bau asap rokok) dan bebas serangga (baca: nyamuk dan kecoa). Breakfast dari hotel ini juga lumayan… Kita dikasih voucher sarapan di café yang terletak persis di sebelah hotel.

Tips untuk transportasi di KL:

  1. Ada dua jenis bandara di KL: KLIA dan LCCT. LCCT ini bandara khusus penerbangan murah. Jadi kalo kalian pergi naik Air Asia, udah pasti adanya di LCCT. Jadi kalau nanti cari bis menuju bandara, lihat-lihat dulu, itu bis menuju KLIA atau LCCT? Kalopun nggak sengaja nyasar di bandara yang salah, di masing-masing bandara tersedia shuttle bus menuju satu bandara lainnya itu;
  2. Begitu keluar dari bagian inspeksi bea cukai di bandara, langsung cari loket yang menjual tiket bis. Katanya siih, beli tiket di loket harganya lebih murah daripada bayar langsung di dalam bis. Setelah beli tiket, tinggal jalan kaki menuju terminal bis bandara. Tanya aja sama penjual tiket kita harus jalan ke arah mana. Sesampainya di terminal bis, akan ada banyak petugas operator bis yang meneriakkan nama bisnya. Kita tinggal tunjukkan tiket bis kepada mereka untuk memastikan kita sudah naik bis yang benar;
  3. Biasanya petugas di loket bis akan menawarkan tiket round-trip dengan harga yang lebih murah daripada beli satuan. Tapi tips gue buat traveler yang mengejar early flight, lebih baik beli one way aja. Karena pada saat kita pulang nanti, belum tentu bis yang sudah kita beli tiketnya sedang stand-by pada waktu kita tiba di terminal. Dan perlu dicatat, tidak semua jenis bis beroperasi 24 jam;
  4. Ada beberapa tempat seperti bandara, terminal Sentral, stasiun Sentral dan masih banyak lagi, yang mengharuskan kita membeli voucher taksi alias tidak bisa bayar cash langsung ke supirnya. Jadi kita tinggal cari aja papan petunjuk menuju loket buat beli voucher taksi. Nanti di depan loket, tinggal bilang sama kasirnya alamat detail yang ingin kita tuju. Abis itu kita tinggal keluar dan menyerahkan voucher taksi kepada pengemudinya;
  5. Kalo kita stop taksi di pinggir jalan, hampir bisa dipastikan mereka tidak akan menggunakan argonya. Makanya sebelum pergi, cari info dulu berapa harga taksi yang sewajarnya untuk jarak yang akan kita tempuh. Dan pastinya jangan ragu untuk menawar harga!
  6. Naik monorail di Malasyia jauh lebih murah daripada naik taksi. Nggak usah takut nyasar… Peta rute Monorail mereka jelas banget kok. Sama kayak bis TransJ di Indonesia, monorail mereka juga terdiri dari beberapa koridor. Jadi bisa aja untuk sampai ke suatu tempat, kita harus transit untuk ganti kereta. Oh ya, monorail di sana bersih, dan full AC. Selain itu menurut pengalaman gue, kita justru akan bebas nyasar kalo naik kereta daripada naik bis umum. Yang penting begitu sampe stasiun kereta, langsung minta peta ukuran kecilnya;
  7. Sistem pembayaran monorail yang gue pilih selama di KL itu sistem beli one way ticket. Jadi setiap mau naik monorail, gue harus ngantri dulu buat beli tiketnya. Harga tiket tertera di atas jendela loket. Makin jauh stasiun yang kita tuju, makin mahal pula harga tiketnya. Oh iya, kalo kita sampe harus transit, maka di stasiun berikutnya kita harus ngantri tiket dan bayar lagi yaa. Kayaknya cuma busway di Indonesia doang yang mau transit berapa kalipun harganya tetep sama, hehehehehe; dan
  8. Satu orang harus beli satu tiket terpisah (tiket dalam bentuk kartu) yang dipegang sendiri-sendiri. Lalu sebelum masuk, lebih baik lihat dulu cara orang-orang di sana memasukan tiketnya di depan palang. Modelnya agak beda sama busway di Indo yang setelah kartunya masuk tidak akan keluar lagi. Karena kalo di monorail KL, kartu yang udah kita masukkan itu akan keluar lagi. Setelah keluar, ambil kartunya, berjalan melewati palangnya, dan simpan kartu itu baik-baik. Nanti saat hendak keluar dari stasiun tujuan, masukkan lagi kartu itu dan kali ini, kartu itu tidak akan keluar lagi.

Berlibur di Malasyia

Awalnya gue agak-agak males liburan ke Malasyia. Denger-denger, penduduk sana benci banget sama orang Indonesia. Konon katanya, bahkan supir taksi dan tour guide di sana berani melecehkan turis dari Indonesia! Tapi berhubung tiket gue mengharuskan transit di Malasyia, ya apa boleh buat… Daripada bengong dua hari ya mending sekalian jalan-jalan!

Lalu apa benar, penduduk di Malasyia itu sama kurang ajarnya dengan isu yang banyak beredar di Indonesia? Belum sampai setengah hari tiba di Kuala Lumpur, gue langsung bikin status begini di Facebook gue, “So far penduduk Malasyia sopan & ramah meskipun mereka tau gue orang Indo… Sama sekali nggak kayak dugaan gue sebelumnya.”

Dan sampai gue menghabiskan 3 malam di Malasyia pun, gue tetap memiliki kesimpulan yang sama. Selama di sana gue dua kali naik taksi, dan dua-duanya ramah banget sama gue dan dua orang teman gue. Kita bisa asyik bercanda seolah udah lama kenal. Selain itu selama di Malasyia, kita bertiga cukup sering nyasar sehingga harus sering-sering nanyain petunjuk jalan ke penduduk sana. Dan ternyata, semua orang yang kita tanyakan pentunjuk jalan selalu menjawab pertanyaan kita dengan ramah! Malah waktu pertama kali kita naik monorail, petugas di sana dengan baik hatinya menjelaskan rute monorail, sistem transit, dan sistem ticketing mereka.

Hari pertama di Malasyia, gue dan teman-teman langsung pergi menuju Petronas. Tapi ternyata di tengah jalan, akan lebih efisien kalo kita mampir dulu di BB Plaza dan Sungai Wang Plaza. Dua shopping mall itu emang udah masuk ke dalam daftar perjalanan gue. Tujuan utama ke BB Plaza karena gue dan Natalia kepengen beli parfum Avon, merk yang udah lama bangkrut di Indonesia. Kemudian di Sungai Wang, gue kepengen belanja oleh-oleh. Katanya sih, barang-barang di sana terkenal murah. Sayangnya waktu di Sungai Wang, temen-temen udah nggak sabar kepengen cabut. Maklum, hari itu kita masih punya agenda ke Petronas, Batu Caves, dan Masjid Jamek. Jadilah di Sungai Wang gue cuma beli 2 t-shirt lucu selevel Joger yang in total harganya nggak sampe 50 ringgit (Rp. 145.000).

Abis dari BB Plaza dan Sungai Wang (dua mall ini terhubung satu sama lainnya), kita lanjut naik monorail menuju Petronas. Sampe sana, gue yang terobsesi foto bareng the twin towers sampe ke ujung-ujungnya mulai cari cara supaya bisa bikin foto sesuai keinginan. Beberapa menit berusaha ngambil foto dari depan Petronas tapi gagal terus! Bisa sih… ambil foto tower-nya sampe atas, tapi gue-nya nggak kelihatan! Akhirnya kita pindah ke bagian belakangan gedung, dan coba lagi foto dari belakang. Ternyata hasilnya sama aja. Paling mentok gue cuma kelihatan keciiil banget. Itupun udah dalam keadaan muka super gosong! Baru kemudian gue tahu… Waktu di awal gue udah bener ngambil foto dari depan Petronas. Tapi sayangnya, waktu itu di sana lagi ada panggung berukuran besar yang bikin gue nggak bisa mundur untuk ngambil foto. Yaah, gugur deh cita-cita gue masang profil picture di depan Petronas, hehehehe.

Selain foto-foto, gue dan temen-temen sempat belanja oleh-oleh di Suria KLCC, shopping mall yang terletak di dalam twin towers. Beda dengan BB Plaza dan Sungai Wang, Suria KLCC punya konsep mall kelas atas dengan berbagai toko branded di dalamnya. Kalo di Indonesia sini selevel sama Pacific Place atau Senayan City kali yaah… Walau sorry to say, secara interior, Pacific Place masih lebih unggul daripada Suria KLCC. Waktu belanja di Suria KLCC itu, gue dan temen-temen lebih prefer belanja di booth kecil yang berjejeran di tengah-tengah lorong mall itu. Ada banyak aksesoris lucu yang menurut pengamatan gue, punya kualitas di atas rata-rata, dengan harga yang relatif murah. Di sana gue beli tiga bros ukuran besar seharga in total 50 ringgit, yang kalo gue beli barang sejenis di Centro atau Metro, harga satuannya pasti di atas seratus ribu rupiah. Bros-bros yang gue beli itu kemudian dikemas dalam kotak cantik yang terpisah, kemudian dikemas lagi dalam kantong jala yang berpita… Kemasan bros ini bener-bener bikin oleh-oleh yang satu ini kelihatan mewah dan mahal banget, hehehehe.

Selanjutnya kita pergi naik taksi menuju Batu Caves, pulang-pergi (naik satu taksi yang sama), kita bayar in total 60 ringgit. Kenapa naik taksi? Soalnya monorail nggak sampe ke sana dan kita terlalu cupu untuk berani naik bis umum, hehehehe. Oh iya, batu Caves ini adalah kuil umat Hindu India yang terkenal dengan patung dewa tertinggi di dunia. Dan buat sampe ke atas kuilnya… kita harus terlebih dahulu mendaki lebih dari 200 anak tangga!

Gue baca di website lain, gua besar di Batu Caves itu bau banget, dan banyak monyetnya pula. Tapi waktu gue ke sana, gue nggak mencium bau aneh dan nggak juga melihat monyet satu ekor pun. Hmm, apa karena lagi turun hujan lantas monyet-monyet itu pada ngumpet?

Untuk lihat bagusnya gua di Batu Caves, masuk dan naik terus sampe bagian gua yang paling dalam. Selain itu menyaksikan ritual sembahyang umat Hindu di sana juga lumayan menarik. Dan uniknya, turis yang bukan penganut Hindu pun boleh ikut dalam ritual ibadah mereka.

Tujuan terakhir gue di Malasyia adalah Genting Highland. Bukan mau main judi loh yaa, kita cuma pengen mengunjungi taman bermainnya aja. Tadinya kita berencana pergi ke Genting naik bis, yang dilanjutkan naik cable car sampai atas. Tapi karena sudah kehabisan tiket bis, jadilah kita naik taksi… Supir taksi buka harga 90 ringgit, berhasil ditawar cuma sampe 85 ringgit. Sebenernya sih bisa aja kita naik taksi sampe ke atas. Tapi kayaknya belum lengkap pergi ke Genting kalo nggak sekalian nyobain cable car-nya. Pemandangannya bagus, dan makin ke atas makin tertutup kabut sampe akhirnya yang terlihat di luar jendela cuma kabutnya aja! Oh ya, jadi waktu itu kita diantar supir taksi cuma sampe stasiun cable car-nya aja. Begitu sampai di atas, kita tinggal ikuti papan petunjuk menuju Genting Theme Park.

Genting Theme Park dibagi menjadi taman bermain indoor dan taman bermain outdoor. Tiket untuk kedua taman bermain ini dijual terpisah, dan tips dari gue, sebelum beli tiket untuk taman bermain outdoor, lihat-lihat dulu cuaca di luar sana. Genting itu sering banget turun hujan… dan bener aja, selama di sana gue cuma sempet main di indoor theme park-nya doang. Secara konsep, Genting nggak bagus-bagus banget kalo menurut gue. Apalagi taman bermain indoor-nya… aduh, pilihan wahananya cupu-cupu banget. Bener-bener mirip taman bermain yang suka ada di mall-mall Jakarta gitu deh. Taman bermain indoor Genting itu lebih cocok buat anak-anak kalo menurut gue. Selama di sana gue cuma nyobain 3 wahana. Yang satu kereta-keretaan tapi jalannya di langit-langit, abis itu naik bumper car (yang lumayan sukses bikin gue ketawa-tawa), lalu yang terakhir gue nonton pertujunkan 4D. Bumper car sih sama aja lah ya, kayak bumper car di Dufan. Arena di Dufan malah lebih luas daripada di Genting itu. Pertunjukan 4D-nya juga nggak gitu berkesan banget kalo buat gue. Meskipun bangkunya ikut bergerak, efek 4D-nya tetap kurang terasa. Masih lebih seru 3D show di Disneyland: bangkunya tetap diam tapi rasanya kita kayak ikut meluncur turun dan seolah benar-benar masuk ke dalam layar.

Di indoor theme park itu ada juga The Snow World (tempat salju buatan), rumah hantu, dan museum Ripley. Untuk menikmati tiga wahana itu, kita harus bayar lagi. Kayaknya sih menarik, tapi sayang gue nggak sempet nyobain ketiga wahana tambahan itu. Mungkin lain kali, kalo gue balik lagi berlibur di Malasyia. Selain itu, kalo nanti balik lagi ke Malasyia, gue mau pergi ke Sunway Lagoon (theme park yang juga punya kolam renang ala Waterboom), dan kepengen menghabiskan lebih banyak waktu buat belanja di sana. Dan pastinya, harus coba sekali lagi, ambil foto gue di depan Petronas, hehehehe.