Six Random Stuffs That Make Me Laugh

Gue tipe orang yang suka menghibur diri dengan baca atau nonton yang lucu-lucu. Selalu efektif buat ngurangin rasa sedih. Di tulisan kali ini, gue kepingin share tontonan dan bacaan yang efektif bikin gue ketawa ngakak! Bisa dicoba, siapa tahu apa yang gue anggap lucu juga bisa bikin kalian tertawa lebar.

TV show: How I Met Your Mother

Dari semua serial TV yang pernah gue tonton, ini dia satu serial yang paling gue suka. Saking lucunya, gue bisa ketawa sampe kedengeran dari luar kamar. Jalan ceritanya bukan cuma lucu, tapi juga cukup inspiring. Ada aja life and love lesson yang bisa gue dapati dari serial ini.

Ceritanya tentang perjalanan panjang Ted Mosby selama 8 tahun lamanya hanya untuk menemukan si pujaan hati, yang kemudian menjadi ibu dari anak-anaknya. Selama 8 tahun itu, Ted berkali-kali jatuh cinta kepada the wrong ones. Kebodohan-kebodohan Ted dalam mencari cinta, dan pastinya, ulah teman-teman se-gank dia di serial ini terkenal bisa mengocok perut para penontonnya.

Give it a try! I’m 95% sure you’re gonna love it!

TV show: Friends with Better Lives

Ini serial TV yang masih lumayan baru. Gue lagi seneng nonton ini di channel Starworld. Sama kayak How I Met Your Mother, serial ini juga bercerita tentang satu kelompok pertemanan di usia dewasa. Awalnya gue ngerasa, ada satu cast yang aktingnya kaku dan agak aneh, tapi lama kelamaan, gue jadi terbiasa dan sepertinya, memang image kaku itulah yang ingin disampaikan si penulis cerita.

Kalo dibandingin sama How I Met Your Mother, Friends with Better Lives ini sedikit lebih banyak melempar jokes yang rada-rada berat. Kita mesti mikir dikit dulu untuk mencerna sisi lucu dari lelucon mereka. But once you get it, you’ll find it so funny and unforgettable! Serial ini udah jadi salah satu acara yang gue nanti-nantikan setiap minggunya.

Comic book: Shincan

Ya ya… kesannya shallow banget ya, gue suka baca Shincan? Tapi gimana dong, lucu banget sih, hehehehe. Bukan tipe komik yang bakal gue beliin buat anak atau ponakan gue sih, karena ini kan emang bukan bacaan anak-anak. Tapi justru di situ letak lucunya kan? Hehehehe.

A book based on true story: My Stupid Boss

Pertama kali baca salah satu bukunya, gue langsung suka! Gaya penulisannya terasa pas, saat sedang lebay pun terasa tetap pas, dan pastinya, selalu efektif buat bikin gue ketawa. Ada pula kemiripan-kemiripan karakter si bos yang gue rasa mirip dengan bos-bos gue sendiri yang bikin gue jadi tambah senyun-senyum. Ini satu dari sedikit buku yang berhasil bikin gue ngeborong semua sekuelnya sekaligus. It’s a must read!

Indonesian author: Raditya Dika 

Gue bukan big fan si Raditya Dika sebenernya, tapi gue tetep suka follow Twitter account-nya. Dia suka bikin tweet yang lucu-lucu, atau ngebales tweet dari penggemarnya dengan cara yang nggak kalah lucu. Untuk buku-bukunya gue juga suka, kecuali beberapa judul yang gue anggap terlalu kasar leluconnya buat ukuran gue.

Omong-omong soal Twitter-nya Raditya Dika, gue masih inget saat dia ‘berantem’ sama Mario Teguh via Twitter. Ceritanya, Mario Teguh mengkritik tweets Dika yang suka menyindir kaum jomblo. Ada satu tweet sindirian dari Mario Teguh yang kemudian di-retweet oleh Dika dan diberi komentar pendek: -> Jomblo.

Buat yang suka follow twitter-nya Raditya Dika pastilah ngerti kenapa komentar pendek dia itu gue anggap lucu, hehehehe.

Socmed account: 9GAG

Selain follow 9GAG di Twitter, gue juga sering banget nemuin hasil karya mereka di-share oleh teman-teman gue via berbagai social media lainnya. Kadang ada beberapa lelucon mereka yang bikin gue bingung sih. Udah gue lihatin sampe bermenit-menit lamanya, udah gue baca komentar-komentarnya juga, tapi gue tetep enggak ngerti di mana letak lucunya, hehehe. Tapi di luar itu, gue tetep suka sama hasil karya mereka. Enggak selalu yang berbau-bau humor lho, yang sifatnya menyentuh juga ada. Gue kadang sampe mikir kayaknya gue masih keep Twitter account gue hanya demi follow account-nya 9GAG, hehehehe.

I’m a strong believer that good laugh is the best pain killer. Itu juga sebabnya, kadang kalo lagi sedih, gue suka kontak teman-teman yang pintar melempar lelucon lucu. Tapi yaah… nggak selamanya orang lain itu selalu ada buat kita kan? Makanya, kalo lagi nggak ada orang lain yang bisa bikin gue ketawa, gue tinggal putar DVD buat nonton How I Met Your Mother, mampir ke rak buku buat cari komik-komik lucu, atau ambil HP buat buka Twitter.

Good laugh will never solve your problem, but a good laugh will help you to calm down, think straight, and wise enough to solve all of your problems. Have a good laugh everyone!

Ketika ‘Golongan Darah O’ Jatuh Cinta

Baru-baru ini, berdasarkan rekomendasi seorang teman, gue baca buku komik tentang karakter golongan darah. Judul bukunya: “Simple Thinking About Blood Type” volume 1 & 2 by Park Dong Sun.

Nah, berdasarkan kedua buku itu, gue ingin merangkum karakteristik golongan darah O (golongan darah gue tentunya) saat sedang jatuh cinta. Berikut summary-nya!

  • Golongan darah O yang cenderung mengelompokkan orang berdasarkan teman atau lawan, akan langsung memberikan penilaian pada saat pertemuan pertama. Yang ini asli tipikal gue banget. Saat baru kenal, gue cenderung secara otomatis ‘memisahkan’: yang ini tipe gue, yang ini bukan tipe gue. Dan umumnya, gue cenderung konsisten dengan ‘pembagian’ itu. Cowok yang kemudian gue suka pastilah cowok yang emang sejak awal masuk kategori tipe gue banget itu;
  • Karena semangat hidupnya tinggi, mereka tidak akan melewatkan jam makannya, meskipun terlukai atau berpisah dengan pacarnya. Tipikal yang berusaha membuktikan, “Lihat saja, aku akan hidup dengan baik!” Kalo yang ini nggak seratus persen mirip dengan karakteristik gue. Kalo gue udah bener-bener suka sama seseorang, di awal perpisahan gue tetep cenderung jadi nggak nafsu makan. Tapi untungnya, hal itu enggak pernah berlangsung lama. Sama seperti yang digambarkan oleh buku ini, gue tipe orang yang berusaha keras untuk membuktikan bahwa hidup gue akan baik-baik saja;
  • Golongan darah O yang realistis tidak mengorbankan hidupnya untuk cintaAda ilustrasi di buku ini yang menggambarkan, golongan darah O bukan tipe orang yang rela terjun ke jurang hanya demi cinta, hehehehe. Bisa jadi ada benarnya, tapi… perumpamaannya rada lebay juga sih ini… Emangnya ada gitu, golongan darah yang beneran rela terjun ke jurang? Hehehe;
  • Bila golongan darah O yang realistis diumpamakan dengan puteri duyung, maka ia tidak akan menerima tawaran dari sang penyihir untuk menukar suara dengan sepasang kaki. Ada ilustrasi di buku ini yang menggambarkan si puteri duyung berkomentar, “Kayak enggak ada laki-laki lain saja!” Gambar yang ini bener-bener bikin nyengir 😀
  • Karena bersifat realistis terhadap kehidupan, mereka tidak mengenal permintaan kekanak-kanakan seperti “ambilkan bulan di langit”. This is completely true! Gue bukan cuma enggak pernah mengorbankan ini dan itu, tapi juga enggak (atau mungkin belum, hehehe) pernah menuntut orang lain untuk mengorbankan ini dan itu buat gue;
  • Cewek golongan darah O yang lebih dewasa dan mapan secara finansial bebas bersosialisasi dan sukses. Mereka tidak menganggap penting seorang cowok. Ini kalo buat gue, bisa jadi banyak benarnya, tapi kadang-kadang, tetap ada aja cowok yang gue anggap sebegitu pentingnya. Tapi ya gitu deh… Kadang gue suka lama sadarnya. Di awal-awal, gue cenderung cuek bebek. Not priority, I’m busy with my life, etc etc… Tapi ternyata, giliran udah nyaris saying goodbye, barulah gue panik dan nyadar bertapa pentingnya dia buat gue… I guess it’s something I need to change;
  • Ketika golongan darah O jatuh cinta, bum! Cepat sekali mendidihnya. Tetapi bila menguap, wus! Cepat sekali manjadi dinginnya. Ini juga ada benar dan tidaknya, tergantung seberapa gue suka suka sama cowok-cowok itu. Tapi emang bener sih, di saat sudah ‘mendingin’, gue beneran bisa bertemen sama mereka tanpa bawa-bawa perasaan sedikitpun; dan
  • Daya tarik cewek golongan darah O: ceria, penuh semangat, cerdas. Entah ini bener apa enggak, tapi gue nyadar banget… eskpresi muka gue saat sedang sedih, marah, dan stres itu bener-bener bikin gue enggak ada menarik-menariknya, hehehehe.

Jadi kesimpulannya… seberapa akurat sih, pembagian karakteristik berdasarkan golongan darah ini? Sebenernya gue tipe orang yang realistis banget. Gue enggak percaya zodiak, shio, dsb dsb. Gue enggak percaya karakteristik jutaan manusia di dunia ini bisa dibagi hanya berdasarkan beberapa golongan tertentu saja. Tapi entah kenapa, pembagian karakter ala golongan darah ini terasa lebih akurat buat gue ketimbang pembagian karakter menurut zodiak atau shio. Emang nggak sepenuhnya benar, tapi emang sifat dasar gue mirip-mirip sama isi buku ini. Kesimpulannya sih, menurut gue buku ini cukup menarik dan lumayan menghibur. Hanya saja sayangnya, terjemahannya suka agak aneh! Overall, you can put this book in you to read list.

The Hunger Games Trilogy: My Book Review

Satu hal yang selalu bikin gue salut dari penulis-penulis bule adalah daya imajinasi mereka yang sangat all out. Mereka seolah menciptakan dunia baru yang jauh berbeda dengan kehidupan saat ini. New governmental rules, new society, advanced technology, and many details in such a new world. Misalnya, novel Harry Potter dengan sekolah sihir Hogwarts-nya, The Selection dengan negara Illea, dan The Hunger Games dengan negara Panem.

The Hunger Games yang diikuti oleh 2 sekuelnya: Catching Fire dan Mockingjay mengambil tema dystopia a.k.a gambaran kehidupan masa depan yang justru lebih suram daripada masa sekarang. Sang penulis, Suzanne Collins, menggambarkan cukup detail sistem pemerintahan dan kondisi masyarakat di negara Panem. Nice try, hanya saja sayangnya, kalau kita mau berpikir logis sejak awal, sebetulnya yang namanya pertandingan mematikan ala Hunger Games ini jelas tidak mungkin bisa terjadi di muka bumi ini. Apa kabar PBB dan badan-badan HAM di negara tetangga? Hal ini yang terlewat oleh Suzanne: dia tidak menggambarkan apakah Panem itu tinggal satu-satunya negara yang tersisa di masa depan atau bagaimana?

Kelemahan detail lainnya adalah sulitnya buat gue mendapatkan greget dari panasnya situasi politik di Panem. Gue ngerti banget kenapa penduduk 13 distrik sampe sebegitu bencinya sama The Capitol, tapi gue enggak gitu nangkep adanya benang merah yang nyata antara sikap Katniss dan Peeta sepanjang Hunger Games dengan tersulutnya pemberontakan melawan pemerintah Capitol. Rasanya enggak ada sesuatu yang luar biasa berkesan yang bisa bikin Katniss dijadikan simbol pemberontakan. Penulis udah usaha banget buat jelasin, tapi kalo menurut gue, ujung-ujungnya justru too much details yang enggak banyak manfaatnya.

Selain soal detail yang kurang menggigit, gue juga menemukan satu klise yang umum terjadi dalam penulisan novel: banyaknya orang yang dengan sukarela mendukung sang tokoh utama tanpa alasan yang cukup kuat. Harusnya kan dibutuhkan alasan yang luar biasa besar untuk bisa membuat orang lain sampai rela mengorbankan nyawa demi si tokoh utama misalnya. Terlalu sering menemukan hal ini di trilogi Hunger Games malah bikin gue enggak lagi ngerasa tersentuh.

Satu kekurangan lain yang ingin gue tulis di sini adalah terjemahan yang tidak sempurna. Gue agak sulit membayangkan manuver yang ingin digambarkan si penulis, dan suka agak sulit juga memahami isi dari kalimat yang diterjemahkan itu. Udah gitu ada cukup banyak paragraf yang harusnya terpisah malah digabung menjadi 1 paragraf yang sama. Hal ini lumayan bikin bingung… jadinya ini siapa yang lagi ngomong sama siapa? Mungkin emang sengaja digabung untuk menghemat kertas kali yaa.

Well… terlepas dari segala kekurangannya, kenyataannya, I could declare that I’m a big fan of Hunger Games. Rasanya tuh ada ikatan khusus yang bikin gue suka banget sama trilogi ini. Jalan ceritanya bikin novel ini bikin gue enggak sabar pengen cepet baca sampai selesai. Rasanya penasaran banget untuk baca bab selanjutnya, bener-bener tipe buku yang bisa bikin lupa makan dan lupa mandi, hehehehe. Saking sukanya, tiga buku yang masing-masing setebal kurang-lebih 400 halaman ini gue habiskan tidak sampai 3 hari saja. Andai gue nggak perlu tidur, makan, minum, mandi, dan silaturahmi ke luar rumah dalam rangka lebaran, gue yakin bisa nyelesain baca buku ini dalam 24 jam.

Lalu apa yang bikin gue jatuh cinta setengah mati sama buku ini? It’s simply the romance. Terharu banget rasanya melihat betapa besar cinta Peeta buat Katniss. Peeta is not perfect, but he loves Katniss perfectly. Aww… 😉 Selain itu… ya itu tadi: jalan ceritanya bikin penasaran!

Menurut pengamatan gue, seringkali tidak dibutuhkan detail yang luar biasa rapih, karakter yang luar biasa kuat, dan jalan cerita yang luar biasa seru untuk membuat sebuah buku mendapatkan gelar best seller. Cukup taruh saja beberapa adegan romantis yang berkesan di hati pembaca, maka dijamin… buku itu bakal jadi favorit kaum hawa. Oh ya, jangan lupa… resep utamanya adalah, harus si cowok yang lebih cinta sama ceweknya. Bikinlah cerita yang bisa bikin para pembaca jadi berkhayal, atau jadi kepingin, mempunyai kisah asmara dan juga punya pacar yang sehebat itu. Resep cerita seperti ini selalu berhasil bikin cewek jadi tergila-gila.

Kita ambil contoh serial Twilight. Gue bisa bilang semua kelemahan The Hunger Games yang gue sebut di atas ada semua di bukunya Stephenie Meyer sangat booming ini. Tapi tetap saja Twilight jadi favorit cewek-cewek di berbagai belahan dunia… Karena apa? Ya karena romatisnya, dan lagi-lagi, karena besarnya cinta si tokoh utama cowok untuk ceweknya.

Untuk buku lokal, gue ingin ambil Lukisan Hujan-nya Sitta Karina sebagai contoh. Tulisan Sitta di buku itu masih belum sebaik tulisan dia di buku-buku terbarunya. Di Lukisan Hujan, gaya penulisan Sitta masih agak sulit dipahami. Konfliknya juga kurang kuat dan kurang menggigit. Meski begitu, buku ini tetap melejit sebagai best seller hanya karena 1 alasan utama: romantisme yang sungguh menyentuh hati pembaca.

Seperti review yang pernah gue tulis via Goodreads, kisah dalam trilogi ini udah berhasil mengubah sudut pandang gue soal kriteria pacar idaman. Kenyataannya memang benar, cewek-cewek tidak selalu mencari cowok yang paling hebat, mereka jauh lebih membutuhkan cowok yang bisa mencintai mereka dengan hebat. Gue sampe dengan polosnya berpikir, “Peeta emang kelihatannya cupu, tapi pengen deh, punya pacar kayak Peeta.”

Finally, selain bikin gue jadi ngefans sama tokoh Peeta, trilogi The Hunger Games bikin gue kembali tergugah, “Oh my God… kapan ya, gue bisa nyelesain novel gue sendiri? Gue pengen bikin novel yang nggak kalah hebat!”

Well, gue janji, setelah gue posting review ini di blog, gue akan langsung terusin ngetik novel perdana gue. Doakan yaa!

Cinta Sejati ala The Hunger Games

Berawal dari nonton filmnya, gue langsung tertarik buat ngeborong 3 novelnya sekaligus. Novel yang cukup tebal, masing-masing buku berisi sekitar 400 halaman. Terdapat beberapa perbedaan detail cerita antara The Hunger Games versi film dengan novelnya. Tapi dalam kesempatan ini, gue lebih memilih untuk menulis berdasarkan sudut pandang buku. Gue enggak akan membocorkan soal akhir dari pemerintahan kejam ala Capitol, di sini gue lebih tertarik untuk membahas akhir dari kisah asmaranya. Jadi buat kamu yang yang tidak mau melihat bocoran ending kisah cinta dari trilogi ini, silahkan stop baca tulisan gue sampai di sini saja.

Mengambil setting di masa depan, The Hunger Games bercerita tentang permainan mematikan yang diadakan satu tahun sekali oleh Capitol, semacam ibu kota dari negara Panem (ceritanya, Panem ini dulunya adalah Amerika Utara). Peserta Hunger Games bukan penduduk Capitol, melainkan dua orang remaja perwakilan dari setiap distrik yang mengelilingi kota tersebut.  In total ada 12 distrik yang masih eksis, sehingga setiap tahunnya, terdapat 24 peserta Hunger Games yang biasa disebut dengan the tributes. Dalam Hunger Games ini, the tributes diharuskan untuk saling membunuh hingga tinggal tersisa satu tribute yang akan meraih gelar The Victor.

Hunger Games diselenggarakan oleh Capitol sebagai hukuman atas pemberontakan 12 distrik tersebut 74 tahun yang lalu. Hal ini dianggap efektif untuk menakut-nakuti penduduk distrik agar tidak berani mengulangi pemberontakan melawan Capitol.

Pada Hunger Games ke 74, Distrik 12 diwakili oleh gadis bernama Katniss, dan remaja pria bernama Peeta. Kemudian diketahui, ternyata Peeta sudah memendam cinta kepada Katniss sejak belasan tahun lamanya. Jadi bagaimana mungkin Peeta tega menghabisi nyawa Katniss? Karena itulah sejak awal, Peeta cenderung mengalah, dan selalu mencari cara untuk menjaga agar Katniss bisa tetap hidup di arena Hunger Games. Dalam Hunger Games, hanya ada satu pemenang… Dan Peeta ingin, satu orang pemenang itu adalah Katniss, meskipun itu berarti, Katniss harus tega membunuh Peeta.

Katniss sendiri sebetulnya sudah beberapa tahun dekat dengan laki-laki lain bernama Gale yang juga berasal dari Distrik 12. Jadi bisa ditebak… ada konflik cinta segitiga yang menjadi bumbu dalam trilogi Hunger Games. Di sini ada Katniss, gadis tangguh yang sudah menjadi tulang punggung keluarga sejak usia dini. Ada Peeta, anak dari keluarga penjual roti yang termasuk berkecukupan, yang cenderung penakut dan sejak awal Hunger Games dimulai, dia sudah bertekad tidak akan pernah mau membunuh siapapun di arena itu. Makanya selama latihan, daripada mempelajari cara untuk membunuh, Peeta lebih tertarik mempelajari cara untuk melindungi diri. Kemudian ada Gale, anak penambang batu bara yang cenderung nekad dan sangat mudah tersulut amarahnya.

Logikanya, gadis manapun akan lebih memilih Gale daripada Peeta. Gale digambarkan memiliki bentuk tubuh atletis dan wajah yang sangat tampan. Kemudian Gale itu pemberani. Dia dan Katniss sama-sama berani melanggar peraturan pemerintah keluar dari pagar pembatas distrik hanya untuk berburu di dalam hutan. Berbeda dengan Peeta yang di awal permainan tampak manis dan tampak lemah. Jadi tentunya, secara kemampuan fisik, Gale jauh lebih unggul daripada Peeta yang hanya pandai membuat dan melukis roti.

However, believe it or not, gue… tipe cewek yang menggemari cowok yang ‘laki banget’, berkali-kali merasa jatuh cinta dengan sosok Peeta.

Peeta yang masih ingat warna baju dan kepang rambut Katniss di hari pertama mereka sekolah saat masih kanak-kanak.

Peeta yang hapal gerak-gerik dan kebiasaan Katniss.

Peeta yang pernah rela dipukuli orang tuanya hanya demi bisa memberikan sepotong roti kepada Katniss yang sedang kelaparan.

Peeta yang berusaha menjadikan Katniss favorit penonton hanya supaya gadis itu mendapat banyak bantuan dari penonton untuk terus bertahan hidup di arena Hunger Games.

Peeta yang setengah mati melawan Cato, tribute paling jago di arena Hunger Games, sampai mendapat luka tusukan di kakinya hanya supaya Katniss bisa melarikan diri dari kejaran Cato yang sangat bernafsu untuk membunuh Katniss.

Peeta yang jauh lebih peduli pada keselamatan Katniss daripada keselamatan dirinya sendiri… Bahkan saat sedang menjadi tawanan pemerintah pun, Peeta tetap nekad membocorkan rencana serangan pemerintah supaya Katniss dan sekutunya dapat bersikap waspada… Dan tentunya setelah itu, Peeta harus rela disika habis-habisan atas ulahnya tersebut.

Atau hal-hal kecil… seperti saat Peeta memberikan jaketnya dan mengancingkan jaket itu untuk Katniss, atau sekedar memeluk dan membelai rambut Katniss yang sedang ketakutan saat dihantui mimpi buruk dalam tidurnya.

Kedengarannya Peeta emang jagoan banget. Tapi sebetulnya, Peeta itu enggak jago bertarung. Dia cuma rela menjadikan dirinya tameng untuk melindungi Katniss. Dia rela dijadikan sasaran pukulan bertubi-tubi, asalkan Katniss tetap selamat.  Berbeda dengan Gale yang selalu melindungi dengan cara melawan sekuat tenaga, yang mana Gale memang memiliki kemampuan untuk melakukannya.

Kelemahan Peeta membuat Katniss juga harus melakukan hal yang sebaliknya: berjuang sekuat tenaga agar Peeta tetap hidup. Pada akhirnya, Katniss sendiri juga selalu berecana untuk mengorbankan dirinya, asalkan Peeta selamat sampai akhir. Di buku terakhir, Katniss berkata pada Peeta, “Kita memang selalu saling melindungi.”

Dalam kehidupan nyata, gambaran kehidupan ala Hunger Games jelas sangat-sangat terlalu berlebihan. Jadi mari kita sederhanakan… Ambil contoh adegan saat Katniss mengajari Peeta berenang di arena Hunger Games. Dalam kehidupan nyata, mana yang kamu pilih… Cowok yang jago berenang seperti Gale, atau cowok yang kamu ajari cara untuk bisa berenang seperti Peeta?

Jika hanya satu itu saja pertanyaannya, jelas mudah menjawabnya: perempuan cenderung tidak memilih laki-laki yang tidak lebih hebat dari mereka. Gue malah kenal seorang teman yang bakal langsung ilfil saat tahu cowok yang dia suka ternyata enggak bisa nyetir mobil, sedangkan teman gue ini termasuk jago nyetir buat ukuran cewek.

Gue sendiri juga begitu… Sejak kuliah, a.k.a sejak nilai-nilai gue mulai melesat jauh di atas rata-rata, gue mulai berubah jadi pemilih. Gue enggak pernah naksir sama cowok-cowok yang pernah belajar akuntansi sama gue (jadi dulu itu, selain kerja jadi guru privat akuntansi, gue juga suka ngajarin temen-temen secara gratisan). Gue gampang ilfil sama cowok yang menurut gue shallow, dan tentunya… gue cenderung mudah mengagumi cowok-cowok yang gue anggap pintar.

Selain itu, gue mengenal sangat banyak teman perempuan yang punya prinsip, pasangan mereka harus memiliki penghasilan yang melebihi penghasilan mereka. Bukan karena matre, tapi hal itu seperti sudah jadi sesuatu yang melekat dalam daya tarik seorang cowok. Banyak cewek yang merasa, cowok dengan penghasilan di bawah mereka kelihatan kurang menarik perhatian mereka.

Intinya adalah, secara naluriah, cewek cenderung menginginkan cowok yang serba lebih daripada mereka. Well, itu kan hanya keinginan, impian, mimpi, harapan, atau yang sejenisnya. Tapi mari kita lihat kenyataannya…

Gue kenal seorang suami yang penghasilannya cukup jauh di bawah istrinya. Dan istrinya bilang, dia ngerasa beruntung punya suami sebaik suaminya itu.

Gue juga kenal sama istri yang sedang sambil kuliah S3, sedangkan suaminya, hanya seorang lulusan S1. Might sounds strange, tapi mereka adalah salah satu pasangan yang paling bahagia yang pernah gue kenal.

Ada temen gue yang orangnya berani banget. Semua wahana permainan paling mengerikan di Dufan, dia berani coba. Sedangkan suaminya… sangat takut sama ketinggian.

Gue kenal cowok yang penakut banget… Takut sama hal-hal seperti hantu maksud gue. Dan kalo ketakutan… dia suka minta temenin ke mana-mana sama ceweknya.

Gue sering lihat banyak cewek cantik yang malah married sama cowok-cowok yang biasa banget, dan cenderung kurang gaul. Bahasa kasarnya… cupu dan kuper. Padahal, cewek-cewek itu dulunya punya sederet mantan pacar yang ganteng dan keren banget.

Kembali lagi ke Hunger Games, Katniss sangat sulit menentukan kepada siapa cintanya berlabuh… Peeta… atau Gale? Katniss sangat takut kehilangan dua orang tersebut, dia menyayangi keduanya dengan sepenuh hati. Akan tetapi sebetulnya, kita sebagai pembaca semakin lama akan semakin yakin dengan sendirinya tentang siapa yang sesungguhnya dicintai oleh Katniss.

Di buku ke tiga, dikisahkan Peeta menjadi korban cuci otak pemerintahan Capitol. Otak Peeta ditanamkan ingatan-ingatan palsu yang membuat dia jadi membenci Katniss setengah mati. Saat sudah kembali ke tangan sekutu Katniss, ingatan Peeta berangsur membaik. Akan tetapi, Peeta tetap suka sulit membedakan… antara yang nyata dengan tidak nyata. Untuk mengatasinya, orang-orang memainkan sesi tanya-jawab. Si penanya akan menceritakan suatu hal, dan Peeta diminta menebak… apakah hal itu nyata atau tidak nyata? Peeta juga akan mengungkapkan isi pikirannya dan bertanya kepada orang lain, nyata atau tidak nyata? Strategi ini pula yang akhirnya berhasil menyembuhkan Peeta.

Saat Peeta baru saja pulih dari masalah ingatannya, Peeta bilang kepada Katniss bahwa dia ingat pernah rela dipukuli orang tuanya hanya demi memberikan sepotong roti untuk Katniss yang sedang kepalaran. Setelah mengingat hal tersebut, Peeta berkata, “Aku pasti sangat mencintaimu.”

“Memang,” jawab Katniss.

“Dan apakah kau mencintaiku?”

“Semua orang bilang aku mencintaimu. Semua orang bilang itu sebabnya Presiden Snow menyiksamu. Untuk menghancurkanku.”

“Itu bukan jawaban,” kata Peeta.

Ya, meskipun pembaca tahu, dan semua orang dalam kisah itu tahu tentang perasaan Katniss kepada Peeta, tetap saja Katniss tidak pernah mau mengakui perasaannya itu. Dari buku pertama hingga ke tiga dipenuhi keraguan Katniss akan hal itu. Sampai akhirnya, pada paragraf penutup di buku ke tiga, Katniss mengakui perasaannya itu. Berikut cuplikan pargraf yang gue maksud, satu paragraf yang paling gue sukai dari buku ini. (P.s.: beberapa kata gue edit supaya mudah dipahami oleh kalian yang tidak pernah mengikuti jalan cerita Hunger Games).

“Aku dan Peeta kembali bersama. Ada saat-saat ketika dia memegangi sandaran kursi sampai kilasan-kilasan ingatan palsu yang ada dalam benaknya lenyap. Aku masih bangun sambil menjerit-jerit karena mimpi buruk dengan mahluk mutan dan anak-anak yang hilang. Tapi lengan Peeta selalu ada untuk menghiburku. Hingga akhirnya bibirnya juga. Pada malam ketika aku merasakannya lagi – rasa lapar untuk terus menciumnya yang pernah menguasaiku di pantai arena Hunger Games – aku tahu memang ini yang akan terjadi. Bahwa yang kubutuhkan untuk bertahan hidup bukanlah api Gale, yang dikobarkan oleh kemarahan dan kebencian. Aku sendiri sudah punya banyak api dalam diriku. Yang kubutuhkan adalah bunga dandelion pada musim semi. Warna kuning cerah yang berarti kelahiran kembali, dan bukannya kehancuran. Janji bahwa hidup bisa berlanjut, tak peduli seburuk apa pun kami kehilangan. Bahwa hidup bisa menjadi baik lagi. Dan hanya Peeta yang bisa memberiku semua itu.”

Setelah paragraf itu, Peeta berbisik kepada Katniss, “Kau mencintaiku. Nyata atau tidak?”

Akhirnya, Katniss menjawab, “Nyata.”

Gale memang lebih kuat… dan lebih tampan. Tapi Peeta, hanya Peeta, yang bisa memberi Katniss rasa aman, serta hanya Peeta… yang bisa melengkapi kekurangan dalam diri Katniss.

Dalam kehidupan nyata, pada akhirnya, hanya itulah yang akan dicari oleh wanita dewasa dari laki-laki pilihannya: rasa aman untuk terus hidup bersama dengan dia. Laki-laki itu bisa jadi tidak lebih kaya, tidak lebih pintar, tidak lebih rupawan… tetapi, laki-laki itulah yang paling mampu memberikan rasa aman. Buat apa kita cari cowok pintar dan kaya… kalau dia tidak pernah mau berusaha untuk memperjuangkan keberadaan kita dalam hidupnya? Buat apa pula pintar dan kaya… kalau kita tidak yakin, dia akan selamanya mencintai kita dengan tulus dan apa adanya…

Gue tidak bilang the most wanted bachelor yang ganteng, pintar, dan kaya itu tidak layak jadi pendamping hidup. Itu kan tergantung orangnya… But the thing is… in fact, it’s not the most important consideration. Sekedar keren dan kaya raya saja tidak cukup. Make her feel safe, comfort, and feel like being sincerely loved, then she’s gonna be truly yours.

Raditya Dika dan Manusia Setengah Salmon

Waktu gue baru aja beli buku ke enamnya Raditya Dika ini, adek gue bertanya, “Ini buku apa sih? Novel?”

Pertanyaan yang sulit… Kalo ada orang yang nanya hal serupa untuk buku ke limanya Raditya Dika yang berjudul Marmut Merah Jambu itu, gue bisa jawab, “Kumpulan kisah cintanya si Raditya Dika.” Tapi kalo buat buku Manusia Setengah Salmon iniii, gue juga bingung mau kasih jawaban apa.

Hal ini ngingetin gue sama percakapan antara dua orang teman sekantor gue yang dulu. Salah satunya bertanya, “Blog-nya si Ipeh isinya apa?”

Temen gue yang satunya lagi, yang gue tau emang lumayan sering baca isi blog gue ini menjawab, “Hmmm… macem-macem.”

Jadi… itu pula jawaban yang gue berikan untuk adek gue soal buku terbarunya Raditya Dika, “Ya macem-macem. Mirip-mirip isi blog gitu lah.”

Nah, sekarang gue mau nge-review isi buku yang baru aja selesai gue baca ini. Dari segi coversorry to say, agak-agak kurang komersil. Semua cover bukunya Raditya Dika emang identik dengan aneh, tapi baru yang satu ini yang kalo menurut gue penampilannya terlihat ‘murah’. Tapi mestinya hal ini bukan masalah besar secara si pengarang ini udah punya nama yang cukup terkenal di Indonesia. Ditambah lagi promosi ala Raditya Dika yang gencar dia lakukan via Twitter-nya yang notabene, punya sangat banyak followers buat ukuran seorang penulis.

Kemudian dari segi isi buku… Masih ada beberapa jokes khas Raditya Dika yang to be honest, it’s not my personal taste. Gue bukan tipe orang yang akan tertawa saat membaca atau menonton komedi yang menjadikan kentut dan hal-hal jijik yang berbau aneh lainnya sebagai lelucon. Di buku ini, di bab pertamanya aja udah menampilkan kentut sebagai topik utama. Tapi karena sejak awal gue udah berniat mau bikin review, mau nggak mau harus gue baca semuanya sampai tuntas. I think it’s not fair if I judge a book without completely reading the whole of the pages.

Tapi, yaah, bukan Raditya Dika namanya kalo enggak berhasil bikin orang jadi ketawa. Gue enggak bisa berhenti nyengir waktu baca tulisan yang berjudul “Hal-hal yang Seharusnya Tidak Dipikirkan tapi Entah Kenapa Kepikiran”. Sempet pula ketawa ngakak waktu baca tulisan yang judulnya “Kasih Ibu Sepanjang Belanda”. Sisanya cukup menghibur, dan menyenangkan untuk dibaca sehingga tanpa disadari, satu buku itu sudah gue baca dalam sekejap saja.

Selain tulisan-tulisan lucu, ada pula beberapa tulisan yang menurut gue, sama sekali enggak lucu. Misalnya tulisan yang berjudul “Akibat Bertanya ke Orang Yang Salah Tentang Ujian” atau “Hal-hal Untuk Diingat Ketika Kencan Pertama.” Dua topik ini asli bikin gue bosen banget. Gue bukan tipe orang yang mempraktekkan tehnik membaca cepat, tapi buat dua tulisan tersebut itu, gue terpaksa membaca dengan cepat supaya bisa segera lanjut ke tulisan berikutnya.

Di buku ini ada pula tulisan yang sebenarnya pernah dimuat di Twitter-nya Raditya Dika. Gue inget banget, gue pernah ngerasa agak tersinggung sama tweet yang bertema penggalauan itu. Gue sempet mikir, “Nih orang ngerasa sebegitu oke-nya ya, sampe bisa nulis seperti itu?” However it was not a big deal karena faktanya, gue tetep aja beli buku ini persis di hari pertama sang buku beredar di pasaran. Dan meski ada kalanya Raditya Dika ini ‘kumat’ bikin tweet yang isinya menyebalkan, toh itu nggak berhasil bikin gue unfollow si penulis Kambing Jantan itu… Jadi sudahlah. Toh kayaknya, topik penggalauan itu justru salah satu tweet-nya dia yang paling terkenal.

Overall, gue menyimpulkan buku Manusia Setengah Salmon ini cukup menghibur lah yaa. Not the best of Raditya Dika siih. My favorite still goes to Marmut Merah Jambu. Tapiii, yaah, itu kan menurut pendapat pribadi gue. Beda orang kan beda selera. Ada orang yang bisa ketawa ngakak lihat adegan orang muntah di layar lebar, tapi ada pula yang merasa jijik seperi gue. Atau misalnya, gue yang hobi traveling pasti lebih menaruh minat sama tulisan di buku Manusia Setengah Salmon yang bercerita tentang pengalaman si penulis saat berada di luar negeri. Buat orang lain yang wawasan globalnya tidak seberapa, bisa jadi lelucon yang gue anggap lucu malah terlihat seperti kalimat biasa yang tidak ada lucu-lucunya. Tapi sekali lagi… bukan Raditya Dika namanya kalo ada orang yang sama sekali tidak tertawa saat membaca semua isi dalam satu buku yang dia tulis. It’s definitely a book for everyone. So just read and prove it guys.

He’s Just Not That Into You

It sounds hurt but true: lebih banyak cewek daripada cowok yang dibodohi atas nama cinta. Lebih buruk lagi, kita para cewek sering kali menyangkal bahwa pada dasarnya kita hanya sedang dibodohi. Kita tidak bisa berhenti bersikap naïf, sok bijak dengan selalu berpikiran positif, dan yang paling buruk, kita menaruh harapan terlalu tinggi terdahap seseorang yang sebetulnya tidak benar-benar mencintai kita.

Sebetulnya gue bukan penggemar buku psikologi soal cinta-cintaan. Tapi karena suka sama filmnya, gue mulai tertarik baca buku yang berjudul He’s Just Not That Into You. Gue pun mulai membaca… dan seperti biasa, gue menandai bagian yang gue sukai dengan cara melipat ujung halamannya. Dan ternyata… ada begitu banyak halaman yang gue beri tanda lipat!

 

Jujur ya… gue ngerasa ditampar keras sama buku terjemahan yang dahsyat ini. Gue pikir selama ini gue udah cukup pintar, cukup pemilih, serta cukup cerdas dalam mengambil keputusan… Tapi ternyata, gue juga sering banget dibodohi atas nama cinta.

 

Nah, dalam kesempatan kali ini gue akan menuliskan dengan jujur bagian-bagian dari buku ini yang gue anggap menarik dan gue banget. Buat cewek-cewek, siap-siap ngerasa kaget, dan buat cowok-cowok, mohon maaf kalau elo merasa tersindir dengan tulisan gue ini.

 

  1. Jangan biarkan kata-kata ‘honey’ dan ‘baby’ menipu anda.
  2. Seorang pria tidak benar-benar menyukai anda kalau dia tidak menelepon anda. So girls, berhenti berpikir: sinyal hp lagi error, dia nggak punya pulsa, dia lagi sakit atau sibuk, atau yang paling konyol: hp-nya dijambret orang!
  3. “Bolehkah seorang pria lupa menelepon saya?” Jawabannya, “Tidak.”
  4. Menelepon saat anda berjanji adalah batu bata pertama dari rumah cinta yang anda bangun.
  5. Pria yang baik akan menggunakan telepon. E-mail tidak berlaku (termasuk menurut gue, comment di Facebook juga tidak berlaku:)
  6. Pria tidak pernah terlalu sibuk untuk mendapatkan keinginan mereka. Dan, pria tidak pernah terlalu sibuk untuk menelepon wanita yang benar-benar mereka sukai.
  7. Jangan menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak menepati janji. Jadi, jangan pernah berkencan dengan seseorang yang membuat anda menunggu-nunggu telepon darinya.
  8. Seorang pria berkata, “Rasa takut terhadap kedekatan cuma mitos belaka. Itulah yang kami katakan pada wanita ketika kami tidak benar-benar mencintai mereka.”
  9. ‘Tidak ingin merusak persahabatan’ hanyalah akal bulus.
  10. Pada akhirnya, pria pasti berani mengajak kencan seorang wanita yang berstatus lebih tinggi jika dia benar-benar tertarik pada wanita itu.
  11. Orang lain memberi tahu anda siapa dia yang sebenarnya setiap saat. Jadi ketika dia berkata bahwa dia tidak bisa bermonogami, maka anda harus mempercayainya.
  12. Orang yang berselingkuh adalah orang yang punya banyak masalah dan mereka berusaha menyelesaikannya dengan menghancurkan hati anda.
  13. Cowok badung itu brengsek karena mereka menyusahkan, hanya sedikit menghargai diri sendiri, banyak memendam amarah, banyak membenci diri sendiri, serta benar-benar tidak percaya terhadap segala bentuk hubungan percintaan yang penuh kasih sayang.
  14. Seorang pria tidak benar-benar mencintai andai jika dia menghilang dari hidup anda.
  15. Inilah yang dia lakukan selama masa vakum hubungan anda: dia mengendus sekelilingnya untuk mencari orang lain yang lebih baik dari anda, dan jika dia tidak menemukannya, dia merasa kesepian sehingga dia terpaksa kembali ke ‘rumahnya’.
  16. Satu-satunya alasan kenapa dia merindukan anda adalah karena dia sendiri yang lebih memilih untuk tidak memilih anda.
  17. Bila anda tidak bisa mencintai dengan bebas, itu namanya bukan cinta.
  18. Hidup sudah cukup berat tanpa harus memilih seseorang yang bermasalah untuk berbagi hidup.
  19. Saya tidak akan berkencan dengan pria yang membuat saya merasa tidak diinginkan secara fisik.
  20. Pria lebih memilih dilindas gajah daripada memberitahu bahwa dia tidak serius dengan anda. Malah buat yang udah pernah pacaran, cowok lebih memilih memancing pertengkaran hebat daripada minta putus secara langsung!
  21. Binatang peliharaan adalah cara Tuhan untuk berkata kepada anda, “Jangan turunkan standar hanya karena merasa kesepian.”

 

Setelah baca buku ini, gue mulai berbesar hati untuk menerima bahwa pada dasarnya, cowok-cowok itu emang enggak bener-bener suka sama gue. Bukan karena kelulusan, bukan karena jarak jauh, bukan karena dia sibuk kuliah kedokteran, bukan karena dia minder dengan prestasi gue, bukan karena perbedaan besar di antara gue dan dia, bukan karena tidak ingin merusak persahabatan, dan bukan pula karena suatu masa lalu yang sangat sulit untuk ditinggalkan.

 

Intinya jangan pernah takut untuk mengakui bahwa faktanya, dia tidak beanr-benar mencintai kita. Jangan pula merasa rendah diri hanya karena kita ini bukan tipenya dia. Kita juga berhak kok, menetukan tipe cowok idaman yang kita inginkan. Kalau kita tega menolak cinta seorang cowok, kita juga harus berbesar hati kalau gantian kita yang ditolak sama mereka.

 

Jadi daripada buang-buang waktu buat cowok yang enggak benar-benar cinta sama kita, lebih baik kita nikmati hidup sampai nanti kita menemukan seseorang yang mencintai kita dengan layak. Dan jangan lupa, kita BERHAK untuk dicintai secara layak

Where Rainbows End

Gue baru aja selesai baca novel yang berjudul Where Rainbows End. Novel ini bercerita tentang Alex dan Rosie, dua orang yang sudah bersahabat sejak umur 5 tahun, tetapi baru menyatu sebagai sepasang kekasih saat sudah berusia 50 tahun! Setelah sekian banyak rintangan, cobaan, dan gangguan, akhirnya mereka bisa leluasa mengutarakan cinta…

Seperti biasa, gue penggemar berat kisah cinta platonik alias kisah cinta antar sahabat, dan Where Rainbows End baru aja bergabung dalam daftar novel favorit gue.

Kenapa novel ini diberi judul Where Raibows End? Karena ada satu adegan yang menyebutkan, si Rosie ini ibarat seseorang yang tidak pernah letih mencari tempat di mana pelangi akan berakhir. Lalu meski tidak disebutkan di akhir cerita, gue ingin menyimpulkan bahwa pelangi itu dimulai dari hati kita lalu berakhir di dalam hati orang yang kita cintai.

Novel ini seperti hendak menyampaikan bahwa kita tidak selalu mendapatkan apa saja yang kita inginkan dalam hidup ini. Seringkali, kita harus terlebih dahulu melewati begitu banyak jalan berliku nan terjal sebelum sampai di tempat tujuan. Sama seperti Rosie dan Alex yang harus menunggu 45 tahun untuk mengabadikan cinta mereka berdua…

Meski begitu, jujur gue pribadi tidak menginginkan hal seperti itu terjadi dalam hidup gue nanti. Nunggu orang yang gue cintai selama 45 tahun? Yang bener aja! Masa’ gue dan dia baru bersatu saat sudah mulai berkeriput, sudah mulai sakit-sakitan, dan sudah tidak lagi memiliki jiwa muda yang menggelora?

I want to spend a lot of time with someone whom I love. I want to have two or three children and watch them growing up together with my beloved one. I want to have him in every important moment of my life. So why should I wait for 45 years if I already found the person when I was young?

Intinya, gue cuma mau bilang, kebahagiaan dalam hal mencintai dan dicintai itu seringkali harus dicari. Kalo kata film Prime: love is work. Lalu kalo kata film My Best Friend’s Wedding: if you love somebody, say it, or the moment will pass you by.

Cinta memang jatuh dari atas langit; dia datang sendiri tanpa pernah kita minta kehadirannya di dalam hati. Akan tetapi, memperoleh kebahagiaan bersama orang yang kita cintai tidak turun begitu saja dari atas langit! Butuh perjuangan, pengorbanan, bahkan luka dan air mata untuk membuat cinta itu menjadi abadi.

Well, sebut gue sok tahu, karena gue terus aja berteori kayak gini meskipun gue sendiri belum menemukan seseorang yang gue cari, hehe… Tapi, kalo nanti gue udah ketemu sama orangnya, I will have my rainbow ends inside his heart (tanpa perlu menunggu jadi nenek-nenek terlebih dahulu, hehe…).

Happy hunting for your rainbow!