Musuh Bebuyutan Gue

Gara-gara tulisan yang berjudul 21 Unforgetable Memories dalam blog ini, ada salah satu temen yang nyeletuk begini, “Baca blog-nya si Riffa deh, ternyata dia banyak musuhnya, dari jaman TK sampe SMA, hehe.”

Setelah gue cek lagi, ternyata emang 5 dari 21 point itu berisi cerita tentang orang-orang yang gue sebut sebagai musuh bebuyutan. Yeah, gue akui bahwa entah kenapa, di mana pun berada gue selaluuu aja nemuin satu orang yang resenya setengah mati. Kalo dibilang hal itu dikarenakan gue terlalu menyebalkan, tapi kok faktanya di mana pun berada gue juga selaluuu aja nemuin satu atau beberapa orang yang jadi sahabat kental gue sampe sekarang.

Salah satu temen lain berkomentar yang cukup mengejutkan gue, “Mungkin karena elo suka ngebunyiin genderang perang kali, Fa. Kalo gue nggak pernah punya musuh tuh.”

Gue cuma tersenyum tanpa menjawab apa-apa. Sampe ada lagi teman lain yang ikutan nimbrung, “Emang biasanya kenapa elo ribut sama mereka?”

Gue jawab secara acak… “Yang pertama karena sirik tanpa alasan, yang ke dua karena cowoknya mutusin dia gara-gara gue, yang ke tiga karena dia suka ngatain gue botak…”

Bukannya ngomentarin jawaban gue, temen gue yang berambut jabrik itu malah ketawa ngakak!

Dari pembicaraan itu gue coba lagi untuk flashback ke belakang. Kenapa kenangan gue di setiap tempat selalu dinodai oleh permusuhan?

Di SD yang lama, gue punya satu musuh. SD yang ke dua (gue pindah sekolah waktu kelas 4), gue juga punya musuh yang berlanjut sampe SMP. Lalu di SMA, gue ketemu lagi satu orang yang paling menyebalkan sejagad raya.

Mari kita bahas satu per satu…

Musuh gue di SD yang lama itu orangnya nggak pernah mau kalah sama gue. Dia ngerasa nilai-nilai dia harus selalu lebih bagus daripada gue, temen dia lebih banyak daripada temen gue, dan baju dia harus selalu lebih bagus daripada baju gue. Yang paling bikin gue sakit hati adalah waktu dia bilang, “Kamu kok jorok banget sih, baju sekolah tiap hari nggak ganti-ganti… Emang kamu nggak punya baju lain ya?”

Waktu kecil gue emang miskin. Karier bokap belum sesukses sekarang. Tapi justru itu yang gue enggak ngerti. Kenapa anak secantik, sepintar, dan sekaya dia harus sirik sama gue yang miskin dan kurus kering itu? Tapi anehnya… setelah gue pindah sekolah, justru si musuh ini orang pertama yang kangen sama gue. Kata Kiki, sahabat gue, si musuh sampe ngomong begini ke sahabat gue itu, “Si jenong apa kabar, Ki? Kapan ya dia mampir ke sekolahan kita?”

Dari sini gue teringat satu kalimat yang sebelumnya enggak pernah gue percaya kebenarannya: batas antara benci dan cinta itu sangatlah tipis.

Gue pun semakin semangat buat mengenang musuh gue selanjutnya. Yup, kali ini musuh gue di SD yang baru di Bekasi. Kehidupan gue sebagai anak baru awalnya baik-baik aja. Semua anak-anak di sana suka ngajak gue main bareng, kecuali DIA. Sampai ketika gue mulai pake jilbab, si musuh yang awalnya nggak pernah ngajak gue ngomong itu tiba-tiba ngomong begini, “Ih… si Riffa kan pake jilbab gara-gara kepalanya botak!”

Gue jelas enggak suka dikatain begitu. Sejak detik itu dia resmi gue blacklist dari daftar teman-teman bermain gue. Dan rupanya aroma permusuhan itu terus menjalar sampe ke SMP. Bedanya sama musuh yang pertama, kali ini gue justru menganggap si cewek ini ngerasa serba lebih kurang daripada gue makanya dia jadi nyari celah aneh-aneh buat ngejatuhin gue.

Waktu SMA lain lagi ceritanya. Musuh bebuyutan gue justru tipe orang yang disukai semua orang KECUALI orang-orang yang dia benci. Dia pintar memanfaatkan wajah innocent dan air matanya untuk membuat orang lain ikut membenci orang-orang yang dia benci. Dan dia tega melakukan APAPUN demi menyakiti lawan-lawannya itu…

Lantas kenapa dia sampe benci sama gue? Semua berawal dari pacar yang mutusin dia secara sepihak karena katanya, dia naksir cewek lain di kelas kita. Entah info dari mana, gosipnya cewek yang ditaksir cowok itu enggak lain gue sendiri… Sampe sekarang rumor itu nggak terbukti kebenarannya. Tapi tetap aja, si cewek innocent ini terus menggencarkan senjata sampai kelulusan memisahkan kita…

Well… kalo gue mencoba berpikiran sedikit lebih bijak sekarang, mungkin semua permasalahan itu kembali lagi pada teori batas yang tipis antara cinta dengan benci. Mungkin musuh di SD yang baru itu pada dasarnya hanya ingin berteman dengan gue. Waktu itu gue dekat dengan semua teman-teman di kelas, kecuali dengan dia. Habis gimana ya, sebagai anak baru rasanya agak sulit mendekati teman yang nggak kelihatan tertarik mendekati gue… Tapi mungkin justru itulah akar permasalahannya…

Begitu juga musuh gue waktu SMA. Andai waktu itu nggak ada ribut-ribut soal cowok, mungkin gue bisa berteman baik dengan dia. Sebelum kejadian itu kita sering ngobrol dan bercanda bareng kok. Jadi mungkin, waktu itu dia kecewa karena orang yang dia anggap baik sama dia (alias gue) ternyata malah bikin dia putus sama pacarnya…

Jadi bolehlah gue ambil kesimpulan bahwa kadang-kadang, musuh adalah sahabat yang kandas di tengah jalan.

Tapi mau gimana lagi yaa… Secara gue cuma manusia biasa yang nggak selalu bisa mengambil keputusan terbaik… Punya musuh emang enggak baik, tapi gimana dong, emang nggak semua orang bisa dijadiin sahabat kan? Lagipula gue yakin pada dasarnya nggak mungkin ada satu orang pun yang bisa disukai oleh SEMUA orang di sekitar dia. Malah setelah dipikir-pikir lagi, musuh-musuh gue masih lebih baik karena mereka memusuhi gue secara terbuka dan bukannya nusuk dari belakang, hehehe…

Lagipula… hmm… rasanya kisah hidup gue nggak akan sekeren sekarang tanpa musuh-musuh gue itu, huahaha…!!!

One thought on “Musuh Bebuyutan Gue

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s