Rainbow After the Rain

Kemarin sore di kantor, gue menasehati salah satu teman yang tetap menghisap rokoknya meski baru saja sembuh sakit satu hari sebelumnya. Dengan entengnya, teman gue ini menjawab, “Nggak papa lah ngerokok… Hidup ini enggak enak, jadi ngepain hidup lama-lama?”

Gue malah cekikikan sambil membalas, “Hidup saya sih menyenangkan kok. Nggak papa hidup lama.”

Sambil tertawa kecil, teman gue membalas lagi, “Yakin menyenangkan? Kerja lembur melulu kayak gini emangnya enak?”

Gue malah nyengir… sambil melanjutkan dalam hati… Ya, meskipun sering lembur gila-gilaan, meskipun semakin sering ngerasa tertekan sama kerjaan sampe sempet meneteskan air mata waktu lagi sibuk ngetik di depan laptop saking stresnya, dan meskipun gue punya banyak kekurangan di sana-sini, gue tetap bahagia sama hidup gue.

Bicara soal pekerjaan… rasa-rasanya benar apa yang pernah dibilang sama teman sekantor gue yang lainnya: jika gue mau berpikir jernih, maka sebetulnya, gue punya lebih banyak hal untuk disyukuri daripada hal-hal untuk gue keluhkan. Lagipula sebetulnya wajar-wajar saja kalo makin ke sini makin banyak masalah pekerjaan yang harus gue hadapi. Memangnya apa yang gue harapkan? Posisi dan fasilitas manajer tapi beban dan tanggung jawab ala fresh graduate gitu?

Kemudian soal makin banyaknya jumlah orang yang seneng banget ngegosipin gue di belakang… yaah, gue rasa itu emang udah sepaket sama pencapaian yang gue punya lah yaa. Gue percaya bahwa dalam hidup ini, when we gain some, we will also lose some in the same time. Suatu kelebihan pasti akan satu paket dengan satu kekurangan lainnya. Jadi achiever di usia muda emang bisa bikin bangga, tapi resikonya, jadi lebih rentan sama omongan orang. Jadi ya sudahlah… Gue emang enggak bisa nutup mulut orang lain supaya enggak ngomongin gue yang jelek-jelek, TAPI, gue pasti bisa nutup telinga gue rapat-rapat dari omongan yang sengaja diucapkan hanya untuk mengurangi kebahagiaan yang gue punya.

Di luar pekerjaan dan mimpi-mimpi yang jadi bisa gue wujudkan sebagai hasil dari jerih payah gue itu, alhamdulillah… gue masih punya banyak hal kecil lainnya yang sangat patut untuk gue syukuri.

Gue punya ortu yang suka masakin gue makanan enak-enak.

Adek-adek yang meskipun tengil tapi selalu jadi supporter nomor satu buat gue.

Kucing-kucing lucu yang suka nganter gue pergi kerja dengan berdiri berjejer di pinggir garasi lalu malam harinya saat gue pulang, mereka kembali berjejer menyambut gue di tempat yang sama.

Gue juga punya sahabat-sahabat yang meskipun enggak selalu akur, tapi mereka tetep selalu siap sedia mendengar curhat gue di tengah malam sekalipun.

Di kantor gue punya teman-teman yang selalu bisa memaafkan kekhilafan gue saat sedang stres berat sama pekerjaan.

Gue juga punya bos yang meskipun tidak sempurna, tapi setidaknya bos gue yang satu ini sangat peduli dengan kenyamanan anak buahnya.

Dengan semua yang ada dalam hidup gue itu… bagaimana mungkin gue bisa bersikap tidak bersyukur?

Gue baru aja selesai buka-buka koleksi blog lama gue yang berkategori “About Life”. Membaca koleksi tulisan gue sendiri rasanya seperti melihat grafik kehidupan. Sangat jelas terlihat dari ‘grafik’ itu bahwa hidup memang selalu naik dan turun seperti roller coaster. Sehingga pada akhirnya gue jadi optimis… dulu gue pernah susah, tapi gue juga pernah senang. Kemarin gue juga baru aja ngerasa sangat susah, tapi hari ini gue kembali merasa senang. Jadi untuk selanjutnya, setiap kali gue kembali merasa hidup di bawah tekanan besar, gue hanya perlu mengingat bahwa tidak lama lagi, badai pasti akan berlalu. Yang perlu gue lakukan hanya bersabar, sambil terus berusaha sebaik-baiknya. Nanti setelah badai itu berlalu, insyaallah… gue akan kembali menemukan indahnya pelangi di langit yang biru 🙂

Dalam Suka dan Duka

Gue tipe orang yang sangat percaya bahwa “dalam suka dan duka” adalah prinsip yang paling mendasar dalam setiap jenis relationship. Bukan cuma soal cinta-cintaan, tapi juga dalam hubungan antar saudara, antar sahabat, antar rekan kerja… Gue sejak dulu selalu meyakini, di saat kita senang, semua orang bisa jadi teman. Tapi di saat kita sedang susah, itu belum tentu. Karena itulah gue selalu berusaha keras untuk mempertahankan orang-orang yang pernah sangat berjasa di masa-masa sulit gue terdahulu.

Tapi sekarang, gue mulai melihat sisi baru dari definisi suka dan duka. Dulu, gue hanya fokus pada kata “duka”, dan gue tidak menyangka… bahwa ibarat dua sisi mata uang, masih ada kata “suka” yang ternyata juga memiliki makna yang tidak kalah mendalam.

Gue punya beberapa orang, yang bukan berasal dari keluarga inti gue, yang pernah cukup sampai sangat berjasa dalam perjalanan hidup gue. Gue juga punya beberapa teman baik yang dulu menemani di masa-masa cupu gue dulu. Kata orang, teman sejati adalah teman yang sudah menemani sejak kita belum menjadi siapa-siapa. Teman yang datang setelah kita mulai bersinar bisa saja orang-orang yang mendekat karena ada maunya. Tapi kenyataannya, bukan itu yang gue dapati…

Entah kenapa, gue beberapa kali merasa dimusuhi oleh orang-orang terdekat gue dulu.

Ada teman masa kecil yang suka tiba-tiba bikin status Facebook atau Twitter yang jelas-jelas nyindir gue. Tidak menyebut nama, tapi semua yang dia sindir itu, sangat erat berkaitan dengan gue. It’s too obvious to be considered as a coincidence.

Ada pula yang tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja dia menasehati nyokap tentang gue, yang bukannya bikin nyokap berterima kasih, yang ada malah bikin nyokap jadi sewot dengan nasehatnya itu. Jelas terlihat orang ini sedang berusaha keras untuk membuat gue kelihatan jelek. Padahal dulu, orang ini pernah beberapa kali mengulurkan tangannya di masa-masa tersulit gue.

Ada lagi beberapa teman lama yang dulu suka ngajak kumpul-kumpul, tiba-tiba susah banget diajak ketemunya. Gue sampe mikir… Gue juga tipe orang yang sering kerja lembur, bukan tipe yang bisa pukang tenggo setiap harinya. Kadang weekend tetep harus berkutat sama kerjaan. Tapi gue bisa kok, nyisihin waktu buat temen-temen gue. Tapi kenapa mereka enggak bisa ngelakuin hal yang sama?

Kemudian yang paling bikin kecewa, ada teman yang entah kenapa, tidak mengundang gue ke salah satu acara pentingnya. Padahal hampir semua orang terdekat gue tahu bahwa gue berteman baik sama cewek yang satu ini. Gue sampe bingung… Kenapa? Padahal terakhir kali gue ketemu sama dia, semuanya baik-baik aja… Everything was fun as usual. Anehnya lagi, giliran teman-teman yang dia bilang suka ngomongin dia di belakang, malah diundang ke acaranya itu…

Gue sering curhat sama adek gue soal tingkah laku orang-orang itu… Kalau misalkan sedang ada konflik antara gue dengan mereka, maka gue bisa ngerti kenapa mereka bersikap seperti itu. Tapi masalahnya, jangankan ada konflik, ketemu face to face aja udah jarang kok. Setiap kali ngobrol via YM, atau bertukar comment di social media, semuanya baik-baik aja kok. Jadi sebenarnya gue salah apa sama mereka?

Setiap kali gue mempertanyakan hal itu, adek gue selalu menjawab, “Mereka cuma iri sama Kak Ifa.”

Awalnya gue enggak begitu setuju sama pendapat adek gue itu. Kenapa juga mereka harus iri sama gue? Gue belum jadi miliarder. Kerja juga belum jadi direktur. Jadi rasanya enggak mungkin mereka bersikap antipasti seperti itu hanya karena merasa iri… Lagipula sebetulnya gue agak-agak tidak percaya bahwa orang-orang baik seperti mereka bisa bersikap menyakiti hati hanya karena merasa iri. Gue juga tidak percaya bahwa mereka tidak lagi peduli dengan hubungan baik yang sudah bertahun-tahun terpelihara.

Tapi lama kelamaan, semakin gue berusaha menyangkal, semakin jelas terbukti bahwa kenyataannya, mereka tidak bisa lagi menemani gue di saat suka. Dengan berat hati gue harus akui… orang yang dulu sering menolong gue itu, sepertinya merasa terancam melihat cepatnya perjalanan karier gue. Padahal sampai hari ini, gue belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dia dan segala kekayaannya. Kemudian soal teman-teman gue… yang ini gue takut salah ngomong. Gue rasa mereka punya alasan sendiri yang belum tentu gue ketahui. Yang jelas cuma satu: they’re no longer here when I’m willing to share them the happiness I’ve gained.

Jadi kesimpulannya, orang-orang yand dulu menemani gue di masa-masa sulit, kini tidak lagi menemani gue di masa-masa bahagia. Dari sinilah gue belajar… Definisi suka dan duka bukan hanya tetap menemani di saat duka, tetapi juga tetap mendukung, tidak iri, dan juga tidak merasa terancam, di saat kita sedang mendulang suka.

Pernah ada seorang teman lama yang bilang… gue beruntung karena di manapun gue berada, pada akhirnya gue akan selalu menemukan teman-teman dan sahabat baru. Meskipun yang lama mulai menghilang, Tuhan seperti selalu memberikan orang-orang baru sebagai gantinya.

Well, teman gue itu memang benar… Meskipun di awal gue tipe orang yang sangat sulit beradaptasi, di akhir gue malah bisa berteman akrab dengan orang-orang yang awalnya terasa sangat asing buat gue itu. Tapi gue maunya… meskipun punya teman-teman baru, bukan berarti yang lama bisa dilupakan dong? Ada banyak kenangan dengan teman-teman lama yang tidak dapat tergantikan oleh teman-teman baru…

Tapiii, yaah… kalau melihat perkembangannya jadi seperti ini, ya mau bagaimana lagi? Gue enggak bisa maksa orang lain untuk tetap stay jadi teman gue kan? Jadi gue rasa, daripada sibuk mikirin mereka yang udah beranjak pergi, ya lebih baik gue nikmati kebersamaan gue dengan teman-teman baru gue. Anggap saja gugur satu tumbuh seribu… Yang penting kan, gue udah berusaha mempertahankan. Jadi kalau memang sudah tidak bisa, ya sudahlah yaa. Jangan sampai gue kehilangan teman-teman yang peduli sama gue cuma gara-gara terlalu fokus sama teman-teman yang sudah tidak lagi peduli sama gue.

Since I always do believe that everything happens for a reason, then now I’m trying to believe that this is the best way out for me. Maybe it’s true that they are no longer the right persons to stay here with me. Just let go… and move forward into our own new lives.

New Friends in the New Office

Banyak yang bilang, bisa berteman dekat dengan teman-teman sekantor itu sifatnya mustahil. Persaingan dunia kerja, serta berbagai gesekan yang lazim terjadi dalam aktivitas kerja sehari-hari, secara otomatis akan bikin kita jadi susah akrab dengan mereka. Akan tetapi anehnya, di dua kantor gue yang pertama (Accurate dan EY), gue enggak pernah mengalami hal itu.

Gue pernah punya temen yang deket banget sama gue waktu di Accurate. Kalopun akhirnya berantem sampe bikin gue ngambek, bisa gue pastikan masalahnya itu sama sekali enggak ada hubungannya sama pekerjaan.

Tadinya gue pikir, gue bisa berteman baik sama rekan gue di Accurate itu karena gue nyaris enggak pernah ngerjain 1 proyek yang sama bareng temen gue ini. Tapi ternyata, setelah kerja di EY pun, gue juga bisa berteman baik, bahkan bersahabat dengan dua di antaranya, meskipun kita sering ketemu di kantor, kerja bareng dalam satu proyek yang sama, dan canggihnya, kita masih bisa berteman baik meskipun saat kerja bareng itu, pastilah ada aja konflik pekerjaan yang bikin kita ngerasa sama-sama bete.

Meski berhasil membuktikan bahwa berteman baik dengan rekan kerja bukan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan, entah kenapa, sejak awal mulai kerja di perusahaan ke tiga, gue sempat merasa ragu. Ada beberapa hal yang membuat posisi gue jadi agak sulit yang juga berpotensi bikin orang-orang jadi ngerasa bête dengan keberadaan gue. Makanya sejak awal, gue enggak banyak berharap. Bahkan ketika sudah lewat beberapa bulan dan keakraban gue dengan teman-teman sekantor belum banyak perkembangan, gue sempat bilang begini sama salah satu sahabat gue di Binus dulu, “Gue rasa bukan berarti gue sial dapet kerja di sini. Kayaknya emang gue-nya aja yang beruntung waktu kerja di Accurate dan EY kemaren. Karena normalnya, berteman sama rekan kerja itu emang susah.”

Karena ekspektasi gue yang kelewat rendah itulah yang bikin gue nggak ngerasa perlu hang out bareng temen-temen di sini. Kalo makan siang pun, gue lebih memilih makan sendiri di ruangan gue daripada ikut makan rame-rame di meja panjang depan ruangan. Gue juga nggak pernah tertarik buat nge-add Facebook account mereka, dan waktu gue upload foto resmi satu divisi gue ke Facebook pun, gue asal taruh aja foto itu di album “Whatever”. Gue nggak pernah kepikiran buat bikin folder foto baru khusus buat foto bareng temen-temen gue di sini karena toh, setelah itu enggak bakal ada lagi foto-foto baru bareng mereka. Satu foto itu pun kepengen banget gue upload cuma karena di foto itu, gue kelihatan keren pake blazer, hehehehehe.

Hingga akhirnya sampailah gue di hari ini, hampir 6 bulan semejak hari pertama gue datang ke sini. Ceritanya tadi siang, gue sama 3 orang teman sekantor sepakat makan siang bareng dilanjutkan ngopi-ngopi di Starbucks Emporium. Enggak ada yang istimewa dari acara ngopi-ngopi itu, tapi entah kenapa, gue ngerasa seneng aja. Tadi itu gue bisa ketawa lepas, bahkan temen gue ada yang ketawa sampe sakit perut, hanya karena lelucon antar teman waktu foto-foto bareng. Begitu sampai kantor, kita pun mulai saling nge-add Facebook account masing-masing. Dan bukan cuma itu… Gue juga upload foto-foto itu ke Facebook, plus, gue buat satu album baru bernamakan perusahaan gue saat ini: “NCSI.”

Sebetulnya kalau gue ingat-ingat lagi, pertemanan di sini enggak juga sebegitu buruknya. Two faces dan backstabbers pasti ada, tapi tidak semuanya. Selain teman-teman cewek yang tadi nge-Bucks bareng, ada lagi satu teman cowok yang sering gue jadikan tempat curhat. Ada lagi satu teman lainnya yang waktu jamannya gue belum ikutan katering, sering jadi teman makan siang bareng gue. Ada pula rekan kerja di kantor cabang yang sesekali suka chatting ngalor-ngidul bareng gue. Bahkan sebenarnya, sama bos kecil dan bos besar gue di divisi ini pun, gue termasuk akur-akur bahkan lebih akur kalo dibandingin sama hubungan gue dengan bos-bos gue di 2 perusahaan sebelumnya. Jadi sebetulnya, tiba-tiba hari ini gue ngerasa… bukan soal kali ini gue sial atau apa, tapi persoalannya adalah, gue tidak memberikan diri gue sendiri kesempatan untuk berteman baik dengan mereka semua.

Hal ini kembali ngingetin gue sama masa-masa awal gue kerja di EY dulu. Hari pertama gue terjun ke tim gue, dari sekian banyak orang yang berjabat tangan sama gue buat berkenalan, cuma satu orang aja yang kenalan sama gue sambil tersenyum ramah. Yang lainnya? Mukanya serius-serius dan cuma kenalan sambil lalu aja. Setelah itu, gue juga jarang banget kedengeran suaranya sampe sempet dijulukin autis sama salah satu senior gue di sana. Bahkan yang lebih buruk, ada pula satu cewek yang entah kenapa, kelihatan jelas kalo dia tuh sebel banget sama gue.

Tapi coba lihat sekarang… Siapa yang sangka gue bisa berteman baik dengan orang-orang yang dulu tampak asing di EY itu? Yang paling enggak disangka-sangka, si temen cewek yang dulu sebel banget sama gue itu akhirnya berubah jadi salah satu teman terbaik gue di EY! Bahkan setelah gue resign dari EY pun, gue masih menjalin komunikasi sama mereka, dan masih sesekali hang out bareng mereka. Bisa dipastikan dalam setiap bulan semenjak gue resign, pasti ada aja satu atau dua kali gue ketemuan sama satu atau beberapa teman setim gue di sana.

Gue harap apa yang gue rasakan hari ini sifatnya bukan sementara. Gue harap, sama seperti dengan teman-teman gue waktu di EY dulu, maka kali ini pun, gue ingin bisa berteman baik dengan teman-teman di kantor baru. Meskipun gue akan tetap ngoceh kalo ada yang salah dalam melakukan pekerjaannya, meskipun gue masih akan sering makan siang di ruangan gue sendiri (soalnya kan asyik, bisa makan sambil browsing), dan meskipun di luar sana gue udah punya cukup banyak teman-teman yang luar biasa, gue tetap ingin menjalin hubungan baik dengan mereka.

Seperti kata orang-orang bijak, satu musuh saja itu sudah terlalu banyak, akan tetapi, seribu orang teman tetap tidak akan pernah terasa cukup. Besides, the more the merrier right? Semoga kali ini pun, di tempat ini pun, gue ingin punya banyak hal yang bisa gue kenang di kemudian hari 🙂

Wannabe… The Taste of Being a Teenager

Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya tanggal 8 Agustus 2001, gue sama Nitya temen sebangku gue, plus Intan sama Vera teman sebangkunya, ditambah bonus Junet yang duduk di belakang Intan dan Vera, sepakat bikin gank sepermainan. Gue lupa awalnya ide siapa, waktu itu kita sepakat nulis nama kita masing-masing pake kapur di atas mejanya Intan-Vera untuk kemudian kita tanda tangani sebagai simbol pembentukkan gank. Pada hari itu juga kita sepakat ngasih nama gank kita ini Wannabe, yang merupakan gabungan inisial boyband favorit kita masing (yup, waktu itu masih jamannya boyband). Akhirnya semenjak itu, tanggal 8 Agustus selalu kita jadikan hari jadinya kita berlima.

Di awal-awal semenjak kelulusan SMA, gue sama anak-anak WB lainnya masih rajin merayakan hari jadi kita. Tapi entah kenapa, dua tahun belakangan ini komunikasi kita agak tersendat. Padahal kalo dari gue, enggak bisa dibilang karena sibuk kerja juga secara gue sama temen-temen luar kantor lainnya masih suka ketemuan.

Bukan cuma jarang ketemuan, kita juga udah jarang banget saling curhat ke satu sama lainnya. Nggak ada satupun dari mereka yang tahu kapan terakhir kali gue deket sama cowok sampe lucunya, mereka masih aja suka cie-cie-in gue sama gebetan gue jaman SMA dulu! Padahal mah yaa, mikirin itu cowok aja udah enggak pernah sama sekali.

Ditambah lagi, masing-masing dari kita juga udah mulai punya teman-teman dekat baru. Gue sendiri udah mulai asyik banget sama temen-temen gue di EY. Sampe puncaknya, gue inget banget 8 Agustus tahun lalu, enggak ada satu orang pun yang inget hari jadi kita kecuali gue… Padahal tahun-tahun sebelumnya, biasanya justru gue yang paling belakangan inget soal tanggal istimewa itu.

Mendekati 8 Agustus 2011, gue kembali teringat untuk menyelamatkan persahabatan kita berlima. Jadilah gue mencetuskan ide buka puasa bareng sekaligus merayakan hari jadi kita yang ke 10. Tapi alamaaak, gue sempet gemes setengah mati. Gue sampe bilang sama mereka, “Gila yaa, ngajakin kalian jalan jauh lebih ribet daripada ngajakin selebritis.”

Meskipun jengkel, gue bertekad acara perayaan ultah ke 10 itu harus tetep jadi. Kenapa?

Karena…

  1. Setahun belakangan ini, gue udah kehilangan 4 sahabat terbaik gue dalam waktu yang hampir bersamaan. Gue udah ikhlasin mereka berempat, tapi yang ada gue malah jadi ngeri sendiri. Selama ini, jumlah sahabat yang relatif banyak adalah salah satu kebanggaan gue. Nah, kalo gue enggak keep baik-baik temen-temen lama gue, takutnya yang ada malah gue enggak punya sahabat sama sekali; dan
  2. Alasan yang lebih penting, gue boleh aja punya teman-teman baru, tapi tetep aja… teman baru yang manapun tetap nggak akan bisa menggantikan kenangan yang gue punya bareng temen-temen lama gue. Udah ada banyak hal, mulai dari hal-hal menyenangkan sampe hal-hal nyebelin yang udah gue lewatin bareng WB. Mereka itu bisa dibilang saksi hidup hal-hal stupid yang pernah gue lakukan semasa SMA dulu, hehehehe.

Pada akhirnya gue pikir, selama sifatnya bukan hal yang prinsipal, ya gue harus sabar-sabar aja ngadepin mereka. Gue sendiri toh, kalo juteknya udah kumat pasti pernah juga bikin mereka semua jadi bête. Jadi harus saling memaafkan lah yaa.

Akhirnya tanggal 17 Agustus kemarin, setelah saling kirim puluhan message via Facebook untuk menentukan tanggal terbaik buat kumpul, jadilah juga kita berempat (minus Intan yang batal datang di menit-menit terakhir) buka bareng di Hartz Chicken Buffet yang kemudian pindah ke Ichiban Sushi MM.

WB - minus Intan - on our 10th anniversary celebration.

And you know what… ternyata gue nggak nyesel udah repot-repot ngumpulin anak-anak WB hari Rabu kemaren.  Ada suasana fun, dan ada pula beberapa jokes yang cuma bisa gue dapetin waktu lagi kumpul bareng mereka. Udah gitu kalo sama mereka, gue cenderung lebih lepas dan nggak ada jaim-jaimnya sama sekali. Kita bebas banget bikin foto dengan pose kocak yang jarang-jarang gue lakukan kalo lagi sama teman-teman gue yang lainnya. Nggak peduli konyol, nggak peduli kayak ABG, yang penting kita senang, hehehehe.

Kemaren itu, abis buka bareng kita langsung cabut ke Fun World. Niat awalnya mau cobain karaoke box, tapi karena box-nya penuh melulu, akhirnya kita beralih nyobain berbagai jenis games lainnya. Mulai dari games getok-getok musang (eh, itu musang bukan sih?), sampe sempet nyobain dancing machine juga! Waktu main game apa fighter gitu, kita mainnya keroyokan. Satu orang megang dua sampe tiga tombol. Di permainan pertama, kita kalah terus. Tapi di percobaan ke dua… kita berhasil melaju sampe putaran ke dua! Kita langsung heboh kegirangan waktu berhasil menaklukan musuh di layar.

Yang paling seru itu waktu nyobain dancing machine. Ceritanya gue ngadu nari lawan si Junet. Gue kira sih bakal gampang aja, tapi nggak taunyaaa, itu tarian gue missed melulu! Sia-sia udah heboh joget ke sana-sini tapi skor gue tetep kalau jauh sama si Junet. Di tengah permainan, gue sempet berhenti cuma buat ketawa-tawa sekaligus terkesima ngeliatin Junet yang lincah dan serius banget nari-narinya. Oh ya, sambil nyobain dancing machine, nggak lupa gue minta tolong Vera sama Nitya buat ngambilin foto gue yang lagi asyik nari. Narsis harus jalan terus dong, hehehehe.

Ini dia nih, si Intan yang nggak jadi dateng itu!

Malam hari dalam perjalanan pulang, rasanya tuh kayak gue baru aja balik lagi jadi anak SMA selama beberapa jam di hari itu. Nggak ada omongan soal detail pekerjaan yang bikin pusing, nggak banyak ngebahas patah hati ala orang dewasa yang ternyata jauh lebih nyusahin daripada patah hati ala ABG, dan bisa bertingkah konyol tanpa peduli umur yang sudah atau baru akan menginjak seperempat abad. Jadi kembali lagi, ini dia satu hal yang nggak dimiliki oleh teman-teman yang baru kita kenal di usia dewasa: the taste of being a teenager.

Gue sangat menikmati kehidupan yang saat ini gue miliki. Tapi tetep aja, gue nggak boleh lupa bahwa gimanapun, sama dengan sahabat-sahabat baru yang gue punya, sahabat-sahabat lama itupun tetap harus jadi bagian dari hidup gue saat ini. Malah bisa jadi, justru hal itu yang bikin hidup gue jadi menyenangkan: seiring bertambahnya usia, semakin banyak pula sahabat yang datang menemani kehidupan gue, mulai dari yang lama sama yang baru aja berkenalan.

So I guess… I’m so blessed having so many great BFF around me 🙂

Yogyakarta, 11 Tahun Yang Lalu…

Bulan Juli selalu mengingatkan gue sama perjalanan tur ke Yogyakarta 5 hari 4 malam yang gue lewati bersama puluhan alumnus IEC lainnya. Sebenernya, tur itu bukan pertama kalinya gue mengunjungi Yogya. Waktu itu ceritanya, gue terpaksa ikut tur ke sana dalam rangka menyelesaikan program kursus di IEC. Berhubung teman-teman sekelas gue udah terlebih dulu ikut tur tersebut pada batch sebelumnya, gue terpaksa pergi sendirian bareng temen-temen seangkatan dari kelas-kelas lain. Sampe sekarang gue masih suka kagum sama keberanian gue buat pergi sendirian, yang ternyata, keputusan nekad itu enggak pernah gue sesali sampai sekarang. Kenapa bisa begitu? Karena selama perjalanan itu, ada tiga hal yang membuat liburan ini jadi berkesan banget buat gue.

Yang pertama, it was the moment when I met my first love. Jadi ceritanya, gue yang ikut tur sendirian, jadi terpaksa duduk sendirian di dalam bis. Sebelum bisnya berangkat dari Pondok Gede Bekasi, ada cewek bernama Pipit nyamperin gue. Ternyata, Pipit juga pergi sendirian. Jadilah gue duduk sebelahan sama Pipit yang udah lebih dulu kenalan sama dua cowok dari kelas lain. And yes, one of those guys was my first love.

Sepanjang tur itu, gue, Pipit, dan 2 orang cowok tadi selalu pergi bersama-sama. Menyusuri goa Jatijajar, numpang mandi subuh-subuh di terminal bis, heboh nalangin air dari AC bis yang bocor, ngobrol bisik-bisik ngebahas losmen seram yang kita tempati, sibuk interview bule-bule yang bertebaran di Borobudur, naik delman menuju Malioboro, makan malem sambil mengagumi merdunya nyanyian pengamen jalanan di sana, belanja Dagadu bareng-bareng dari satu toko ke toko lainnya… Kemudian yang paling berkesan itu waktu gue dan si mantan gebetan berjalan berdua – hanya berdua – menyusuri pantai Parang Tritis sesaat menjelang sunset. Abis itu, kita berdua duduk bersisian di atas karang sambil memandangi matahari yang mulai terbenam…

Alasan yang ke dua adalah, itu pula pertama kalinya gue berkenalan sama Lisa, tempat curhat favorit gue sepanjang masa. Gue kenal Lisa waktu acara kumpul-kumpul di malam hari. Waktu itu gue ngiri banget sama Lisa yang berani minta diramal garis tangan sama mantan gebetan a.k.a first love gue itu. Jadi ceritanya waktu itu, si cowok ini sok-sokan bisa ngeramal garis tangan… entah bener atau enggak ya gue enggak peduli juga sih, hehehe.

Dari awal, gue sama Lisa udah cocok banget ngobrolnya. Dan nggak disangka-sangka, justru Lisa yang sebenarnya berasal dari IEC cabang lain itulah yang akhirnya jadi sahabat karib gue. Dari semua sahabat gue, cuma Lisa inilah satu-satunya saksi hidup jatuh-bangunnya gue sejak pertama kalinya gue jatuh cinta sebelas tahun yang lalu, sampai terakhir kalinya gue jatuh cinta satu tahun yang lalu. Our friendship is really timeless 🙂

Alasan yang ke tiga, gara-gara tur itu, gue jadi punya fans baru. Sampe sekarang, belum ada cowok lain yang bisa mengalahkan kegilaan cowok ini. Awalnya dia ngusir Pipit temen sebangku gue di bis, ngajakin gue ngobrol sepanjang perjalanan Yogya-Jakarta, kemudian setelah tur selesai, dia rajin banget neleponin gue tiap hari siang dan malam, lalu puncaknya, dia curhat ke mantan gebetan gue kalo dia mau main pelet segala! Euw…

Meskipun jengkel setengah mati sama si fans baru, sebenernya keberadaan cowok ini pula yang bikin perjalanan gue jadi lebih berkesan. Dia nggak sungkan-sungkan nunjukin ke semua peserta tur kalo dia itu lagi ngincer gue! Dalam sekejap, gue langsung jadi populer di kalangan rombongan bis gue itu. Gimana nggak jadi ngetop kalo sesisi bis itu jadi suka banget bikin jokes super lucu tentang gue dan si fans baru?

Dulu, selama bertahun-tahun lamanya, gue masih suka mengenang perjalanan itu setiap kali bulan Juli tiba. Gue bahkan pernah hapal betul tanggal berapa persisnya gue pertama kali ketemu sama first love gue di tur ini. Dan setiap kali gue mendengar lagu-lagunya M2M di album pertama mereka… gue juga akan langsung terkenang sama suasana bis yang dulu gue tumpangi dalam perjalanan itu. Jadi dulu itu, si supir bis seneng banget muter berulang-ulang kaset lagunya M2M. Makanya boleh dibilang, M2M songs are my first love soundtracks, hehehehe.

Bulan Juli tahun ini, sudah tepat 11 tahun semenjak memorable journey ke Yogyakarta itu. Meskipun mungkin di mata orang lain, kota Yogya enggak sebegitu hebatnya buat dijadikan tujuan wisata, dan meskipun gue udah pernah pergi ke berbagai tempat yang jauh lebih bagus daripada Yogya, sampai sekarang gue tetap menganggap Yogya sebagai kota yang menyimpan banyak kenangan 🙂

Today is a Happy Day

Senin, 11 Juli 2011

Hari ini gue terpaksa bangun lebih pagi, karena mau ada briefing buat acara leadership training a.k.a outing buat team leaders di kantor pusat yang letaknya di Gunung Putri Bogor. Jam 7 kurang 15, gue udah standby di depan gang kosan nunggu dijemput sama temen gue yang bawa mobil. Dan ada sesuatu yang lucu dalam perjalanan Jakarta-Bogor pagi ini…

Ceritanya waktu gue dan Adi, si temen sekantor gue itu, lagi asyik ketawa-tawa, kita baru menyadari bahwa AC mobil tiba-tiba mati. Parahnya lagi, jendela mobil juga enggak bisa dibuka! Bukannya bête, spontan gue sama Adi malah ketawa semakin geli. Gue sempet berpikir… supaya enggak pengap, jangan kebanyakan ketawa-tawa. Tapi ternyata sepanjang jalan ada aja yang kita omongin, dan selalu ada juga gosip dan cerita yang cukup lucu untuk diketawain. Thank God, kita bisa sampe di Gunung Putri tanpa kehabisan oksigen, hehehehe.

Tadinya gue enggak begitu bersemangat mengikuti acara leadership training yang akan diadakan dua minggu lagi itu. Abisnya, kebanyakan yang ikut acara itu kan bapak-bapak dan ibu-ibu. Tapi waktu briefing udah dimulai… gue jadi mulai agak-agak semangat. Ngelihat orang lain antusias gue juga jadi ikutan antusias. Tapi rasa antusias gue itu sempat meredup waktu HRD manager bilang, kita bakal ada outbond! Ouch, I hate outbond so much. Waktu SD, kaki gue pernah nyemplung sebelah ke dalem sawah waktu lagi ikut outbond. Trus waktu outbond terakhir sama EY satu tahun yang lalu, gue juga sempet keseleo dan keseleonya itu bener-bener bikin gue jadi lemes banget!

Setelah mengumumkan soal outbond, HRD manager sempet bilang soal bakal basah-basahan waktu outbond nanti. Bayangan mesti nyemplung ke dalam lumpur langsung memenuhi imajinasi gue… Tapi ternyata, kita bisa jadi basah-basahan karena nanti bakal ada rafting! Yaaay, akhirnya keinginan gue buat nyobain rafting bakal terwujud juga 🙂

Siang hari setelah briefing, gue harus balik lagi ke kantor Jakarta. Kali ini, gue nebeng mobilnya Arif, temen sekantor gue yang lainnya bareng sama Christ juga. Biasanya di kantor baru ini, gue lebih banyak diam. Tapi perjalanan siang ini diisi banyak pembicaraan yang berbobot. Dari obrolan itu gue baru tau bahwa resiko punya apartemen adalah seharusnya saat tahun ke 30, apartemen itu harus dirubuhkan untuk kemudian dibangun kembali! Trus kita juga sempet ngobrolin soal cerita hidup masing-masing yang bikin kita nggak terlalu memusingkan kemacetan Jakarta siang ini.

The best part of this day is at night. Jam 5 lewat 10, gue langsung bersiap mematikan laptop, masukin laptop ke dalem laci meja, beres-beres tas, ngaca sebentar, abis itu langsung pamit pulang cepet sama temen-temen gue. Malam ini gue ada janji ketemuan sama temen-temen eks-EY. Ceritanya temu kangen sama Nova yang udah pindah ke Palembang, sama ketemu si Ntep yang baru balik sekolah bahasa dari Beijing itu juga.

Selama acara kumpul-kumpul di Mr. Curry Grand Indonesia itu, kita banyak mengenang masa-masa lucu waktu kerja di EY dulu. Ada beberapa cerita yang bikin gue berpikir, “Oh my God, I was so stupid, hehehehehe.” Ucapan betapa kangennya kita sama masa-masa itu seringkali terlontar dari kita semua. Gue, Nova, Nana, Eka, dan Ntep yang semuanya udah resign itu sepakat… kita emang enggak suka sama pekerjaannya, tapi kita semua kangen banget sama suasana kerja bareng temen-temen tim di EY dulu.

Waktu kita semua udah selesai makan, Ntep bilang Dandy mau nyusul kita ke Mr. Curry. Dan pastinya, setelah Dandy dateng, suasana jadi makin ramai! Ada aja celaan yang dilempar si Mr. Jabrik ke setiap orang yang ada di sana. Yang paling menyenangkan adalah, ternyata semua makanan dan minuman kita di Mr. Curry itu dibayarin sama si Dandy (anyway, ini bukan something yang mesti off the record kan yah? hehehehe).

Kiri ke kanan: Dandy, Eka, Nana, Nova, Ntep, gue, dan Arlin.

Restoran udah mau tutup, tapi kita masih aja asyik ngobrol. Gue juga sebenernya masih pengen ada di sana, tapi sayangnya kosan gue ini punya jam malam. Gue udah harus sampe rumah jam 10 malam kalo enggak mau terkunci di luar rumah. Sehingga dengan berat hati, gue bilang sama temen-temen gue kalo gue udah harus pulang duluan. Tapi terusnya si Nana bilang, Arlin titip pesen ke dia supaya gue jangan pulang dulu karena dia udah deket ke Mr. Curry.

Jadi ya sudah, gue nunggu Arlin yang ternyata bawa oleh-oleh cemilan yang enak banget! Sayangnya gue cuma sempet ngambil dua biji saja… Kalo tau enak, gue ambil yang banyak deh, hehehehe. Nanti ah gue tanya sama Arlin dia beli makanan enak ini di toko mana.

Setelah berjalan cepat menuju taxi stopper, trus bilang sama supir taksi buat mengendarai mobilnya sedikit lebih cepat, akhirnya gue berhasil sampe di kosan tepat waktu. Begitu sampe di dalam kosan, hal pertama yang gue lakukan adalah nyamperin si mbak buat nanyain nomor hp-nya. Gara-garanya waktu gue mau pulang, Arlin sempet bilang gini, “Kenapa nggak telepon aja Peh, minta jangan dikunciin dulu?”

Gue bilang, “Gue nggak tau nomor teleponnya.”

“Yah… kalo gitu nanti tanya yah!”

“Ok… nanti gue tanya, buat lain kali.”

So there I asked Mbak Isah her phone cell number… Supaya lain kali, gue bisa ikut acara kumpul-kumpulnya sampai selesai!

Dulu gue pernah bilang sama temen gue… definisi happy buat gue itu sederhana aja: asalkan dalam satu hari itu gue bisa tertawa lepas, berarti hari itu gue ngerasa bahagia. Dan hari ini, gue ngerasa bener-bener happy. Dari pagi sampe malem, selalu ada aja hal-hal lucu yang bisa gue ketawain. Kemudian di akhir hari, gue berpikir… kalo kata Ibu Kartini kan, habis gelap terbitlah terang. Jadi setelah beberapa minggu belakangan ini gue susah banget ngerasa happy, entah kenapa gue tau bahwa keadaan akan segera jadi lebih baik.

At the end of the blog, thanks buat Nova udah nyempetin ketemuan sama kita-kita, thanks buat Ntep udah bawain oleh-oleh dari Beijing, dan thanks buat Dandy atas traktirannya. Hope to see you again in another chance yaa, guys. Cup cup muach 🙂

Serba Serbi Bohong

5 SISI BURUK DARI BERBOHONG

  1. Membuat korban jadi negative thinking. Saat orang lain bohong sama gue, hal pertama yang melintas di benak gue adalah, “Kenapa dia bohong? Apa alasannya? Kenapa dia ngerasa harus bohong sama gue mengenai hal ini?” Bisa jadi, alasan pelaku tidaklah sedramatis atau seburuk yang gue kira. Tapi ya wajar aja lah kalo gue jadi berpikiran yang enggak-enggak. I don’t know the truth because they never tell me the truth;
  2. Membuat korban menjadi ngerasa rendah diri. Sama seperti point 1, rasa rendah diri ini muncul sebagai akibat dari trying to guess something which was hidden behind a lie. Contoh rendah diri yang gue maksud, “Apa karena gue kurang baik buat dia?” atau “Apa karena ini bodoh dan lemot ya?” atau “Apa karena gue orangnya kurang asyik buat bergaul?”
  3. Mengikis kepercayaan korban terhadap pelaku. Orang yang sudah terlanjur gue labeli tukang bohong akan seterusnya gue curigai sebagai pembohong. Nggak menutup kemungkinan, saat mereka bicara jujur pun, gue akan tetap terlebih dahulu mengira mereka cuma sedang berbohong seperti biasa. Butuh bukti konkret yang nyata baru gue bisa percaya sama apa yang mereka bilang pada saat itu. Mungkin gue baru bisa selalu percaya lagi sama mereka kalo mereka bisa terus menerus membuktikan kejujuran mereka itu dalam jangka waktu yang relatif lama;
  4. Kebohongan adalah kesalahan yang paling sulit diakui oleh pelaku, sehingga ujung-ujungnya, seringkali kebohongan akan ditutupi oleh kebohongan lainnya. Gue nggak pernah dengar orang lain ngomong begini sama gue, “Maaf ya, gue udah bohong sama elo. Gue janji nggak bakal bohong lagi sama elo.” Yang biasa gue dengar adalah, “Sumpah, gue nggak bohong. Kemaren itu gue bla bla bla (baca: menyebutkan kebohongan lain untuk menutupi kebohongan mereka sebelumnya).”
  5. If you do believe in God, then lying is a sin. Kebohongan kecil bisa jadi hanya dosa kecil. Tapi coba kamu hitung, kalau dalam sehari kamu berbohong sebanyak satu kali, akan ada berapa banyak dosa kecil yang kamu akumulasi seumur hidup kamu?

 

7 ALASAN YANG SALAH UNTUK BERBOHONG

Alasan pertama: berbohong untuk melindungi perasaan si lawan bicara.

Kebohongan seperti ini cukup sering dilakukan cowok terhadap pasangannya. Alasannya sih, they actually think that girls will not be able to handle the truth. Padahal kenyataannya, perasaan kita, para cewek, akan jauh lebih terluka saat kelak kita tahu bahwa kalian pernah atau sedang berbohong sama kita.  Mengetahui pasangan sedang berbohong ini pada akhirnya bisa bikin kita ngerasa insecure dan mulai ngerasa tidak yakin dengan hubungan yang sedang kita jalani.

Alasan ke dua: because it’s gonna be too awkward to explain the truth.

Emang ada beberapa hal yang rasanya memang akan sangat aneh untuk disampaikan ke orang yang bersangkutan. Tapi seperti yang gue jelaskan di bagian sebelumnya: berbohong justru akan memicu korban untuk berpikiran yang jauh lebih aneh. Jadi percaya deh, seaneh apapun kenyataan itu, pada akhirnya kejujuran tetap akan lebih bisa diterima ketimbang kebohongan yang nantinya justru akan membuat korban merasa ganjil dengan penjelasan yang diberikan oleh pelaku.

Alasan ke tiga: malas menjelaskan yang sebenarnya

Ada teman gue, cowok, yang bilang bahwa alasan kenapa cowok suka berbohong karena mereka malas berpanjang lebar dengan pasangannya. Menurut dia, menjawab jujur cuma akan memancing pertanyaan-pertanyaan lain sampai si pacar ngerasa puas dengan jawaban jujurnya dia itu. Masih ada hubungannya dengan alasan ke dua di atas, kadang-kadang kejujuran itu emang sesuatu yang bisa jadi terdengar aneh di telinga pendengarnya. Tapi tetap saja, ini bukan berarti kalian jadi punya excuse untuk berbohong! Karena sisi positif dari berpanjang lebar ini adalah membantu lawan bicara untuk lebih mengenal cara berpikir kita dengan baik sehingga lain kali, saat hal yang sama terulang lagi, mereka akan dengan sendirinya mengerti alasan yang melatarbelakangi tindak-tanduk kita itu.

Alasan ke empat: berbohong untuk menghindari punishment

Punishment di sini bisa juga berarti dimarahi sama lawan bicara yang artinya, kita ngerasa terpaksa berbohong supaya enggak kena omel sama mereka. Menurut gue, kalo kita emang punya salah, ya akui saja kesalahan itu, dan terimalah omelan mereka sebagai konsekuensi dari kesalahan yang kita lakukan. Menutupi kesalahan dengan kebohongan cuma bakal menambah panjang daftar dosa kita sama mereka. Apalagi kalo sampe nanti kita ketahuan bohong sama mereka… yang ada masalahnya bakal jadi tambah runyam! Terbiasa menyelesaikan masalah dengan bohong juga bisa mengikis habis kepercayaan orang lain terhadap kita.

Alasan ke lima: berbohong untuk menghindari orang lain

Seperti yang pernah gue tulis dalam judul blog lain dalam website ini, dulu gue bisa berubah jadi tukang bohong saat sedang berusaha menghindari orang-orang tertentu. Tapi setelah gantian gue yang diperlakukan kayak gitu, gue langsung kapok! Rasanya nggak enak banget diperlakukan kayak begitu. Kesannya gue ini sebegitu jeleknya di mata dia sampe dia ngerasa harus berbohong hanya demi menghindari gue. Sejak itu, kalo emang gue lagi pengen jaga jarak sama orang-orang tertentu, daripada bilang nggak ada apa-apa (padahal jelas-jelas emang lagi ada apa-apa yang serius), ya lebih baik gue bilang aja kalo saat ini I’m not in a good shape to tell them the truth. Atau kalo dalam suatu event gue tau bakal harus ketemu sama mereka, then just come to the spot and face them right! Nggak usah lagi ngarang alasan konyol hanya supaya punya excuse untuk enggak dateng ke acara itu. It’s important to be a brave person instead of a coward who keeps on lying.

Alasan ke enam: lying will make you look great

Ada orang-orang yang terbiasa menciptakan kebanggaan palsu dengan cara mengarang cerita bohong. Sedikit membumbui cerita, atau sekali dua kali mengarang cerita bohong mungkin nggak akan ketahuan sama orang lain, tapi kalo sampe sering banget kamu lakukan… lama-lama semua orang juga bakal tahu kalo kamu itu seorang pembual. Hati-hati dengan kebohongan seperti ini. Bukannya bikin kamu kelihatan hebat, yang ada malah bikin kamu kelihatan menyedihkan. Apalagi biasanya kebohongan model begini adalah kebohongan yang paling mudah untuk terbongkar. Bisa jadi si korban itu punya banyak wawasan yang bisa membuat kebohongan pelaku jadi terlihat jelas, atau bisa juga terbongkar karena biasanya, si pelaku kelak akan lupa dengan kebohongan yang dulu pernah mereka ucapkan.

Alasan ke tujuh: because telling the truth will make you feel weak or look insecure or look stupid

Kalau ini alasan kamu berbohong, pertanyaan gue cuma satu, “Are you sure that you want to risk your relationship with them by lying just to protect yourself? Think twice! You may lose their trust, and you may even lose them as a part of your life just because of your stupid ego.

 

3 JENIS KEBOHONGAN

  1. Kebohongan yang disengaja dengan berbagai alasan sebagaimana disebut di atas;
  2. Kebohongan dengan diam, atau dengan sengaja meneymbunyikan suatu informasi, atau dengan sengaja hanya menyampaikan sedikit hal yang tidak cukup mewakili dengan tujuan untuk menyembunyikan informasi utuh yang sebenarnya; dan
  3. White lie alias bohong-bohong kecil yang dilakukan sebagai bentuk sopan-santun atau untuk menyenangkan hati orang lain.

 

ABOUT WHITE LIE

Untuk yang beragama Islam, ada hadits yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah berpura-pura menyukai hadiah yang diberikan istrinya meskipun sebetulnya, Beliau tidak menyukai hadiah tersebut. Dari situ gue belajar, meskipun gue tidak suka dengan hadiah yang gue terima, gue akan tetap bilang terima kasih dengan tulus dan memakai hadiah itu setidaknya saat gue tahu akan bertemu dengan pemberinya.

Waktu gue masih SMP, bokap pernah membelikan sandal gunung untuk gue pakai bepergian. Sebenernya gue nggak suka sandal model begitu, tapi tetap sesekali gue pakai hanya untuk sekedar menyenangkan hati bokap gue. Ternyata lama kelamaan, gue malah betah pake sandal gunung dari bokap itu. Rasanya nyaman terutama kalo gue pakai untuk pergi berlibur. Akhirnya, sandal gunung itulah yang selalu setia menemani setiap kali gue pergi traveling ke berbagai tempat di Indonesia. Nggak disangka pada akhirnya, gue memakai sandal gunung itu sampai talinya sudah hampir putus dan kalaupun diperbaiki, penampilannya sudah tidak layak lagi untuk dipakai kembali.

Jadi menurut gue, white lie yang satu ini sifatnya masih bisa diterima.  Kalaupun kita tetap tidak pernah bisa menyukai hadiah itu, kita tidak perlu takut si pemberi akan mengira kita beneran suka sama hadiah itu sehingga dia akan terus-terusan memberikan hadiah yang sama. Lanjutan dari cerita gue di paragraf sebelumnya, setelah gue SMA, bokap enggak lagi membelikan gue sandal gunung karena dia lihat, setiap kali belanja alas kaki, gue udah lebih suka sama sandal atau sepatu yang modelnya feminim. Ya kalaupun seapes-apesnya si pemberi tetap saja menghadiahkan barang yang tidak kita sukai itu juga ya sudahlah… Setidaknya kita patut bersyukur dan menghargai niat baik pemberi hadiah itu.


WHAT TO DO IF YOU GET CAUGHT LYING?

Akui, jelaskan alasan kenapa kamu berbohong, minta maaf, berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, kemudian benar-benar berusaha untuk tidak pernah berbohong lagi. Kebohongan yang dilakukan berulang-ulang lama kelamaan hanya akan membuat segala permintaan maaf kamu tidak lagi ada nilainya di mata mereka.

Ingatlah bahwa bersumpah sampe bawa-bawa nama Tuhan, mengarang kebohongan baru, atau pura-pura bodoh seolah tidak pernah terjadi apa-apa tidak akan berhasil mengembalikan kepercayaan orang lain yang kamu bohongi.

Intinya jangan gengsi mengakui kesalahan dan kebohongan kamu sendiri. Jangan malah dengan konyolnya berharap mereka akan memaafkan dan melupakan kebohongan kamu itu dengan sendirinya. Dan jangan juga malah keras kepala menyalahkan orang lain yang bersikap marah atas kebohongan kamu itu! Kena omel dan terus menerus dicurigai adalah resiko yang harus kamu tanggung sebagai akibat dari kebohongan yang pernah kamu lakukan.

If you don’t wanna end up alone, then trust me… it’s important for you to be a honest person. Maybe someday in this world there could be someone who would always forgive all of the lies you’ve made. But one thing for sure, there’s nobody in this world would be happy to spend the rest of their life with a liar. Grow up and improve yourself to be a better person. Make sure that you have done your best to be a person who deserves to be loved by the people around you.  

7 Hal Yang Bisa Dilakukan Seseorang Saat Merasa Insecure

Menurut definisi ala gue, insecure, atau rasa tidak aman, bisa diartikan sebagai rasa takut akan sesuatu yang dipicu oleh rasa tidak puas dan tidak yakin akan kapasitas diri sendiri. Rasa insecure inilah yang pada akhirnya, memicu kita untuk menciptakan ‘topeng’ agar sisi lain yang ingin kita sembunyikan itu tidak terlihat oleh orang lain. Dengan kata lain, kita berusaha menutupi sisi lain itu dengan melakukan sesuatu yang menurut kita, bisa membuat kita tampak hebat di mata orang lain. Intinya, insecurity pushes us to find some recognition from our environment.

Dalam suatu relationship, insecurity juga bisa menyerang salah satu atau kedua belah pihak sekaligus. Rasa tidak yakin atas dalamnya perasaan pasangan bisa membuat kita merasa tidak aman, merasa tidak dibutuhkan atau tidak dijadikan prioritas, takut ditinggalkan, atau bisa juga, membuat kita merasa kurang layak untuk pasangan kita itu. Dan jangan salah, dalam hubungan kerja, keluarga, dan persahabatan pun, perasaan yang sejenis bisa saja muncul dan menjadi batu sandungan dalam hubungan tersebut.

Dalam kesempatan ini, gue ingin berbagi hasil pengamatan gue tentang hal-hal yang biasa orang-orang lakukan saat mereka merasa insecure.

Mempersenjatai diri dengan berbagai macam gadget canggih terbaru

Gue pernah baca di Cosmopolitan, kita – para cewek – jangan langsung terkesima dengan cowok yang punya mobil mengkilat (dengan berbagai modifikasi di sana-sini), hp yang selalu mengikuti keluaran terbaru, laptop canggih, nggak ketinggalan Ipad, Ipod dsb dsb… Karena menurut Cosmo, hal ini bisa saja sengaja dia lakukan untuk menutupi rasa tidak percaya diri atau bisa juga, untuk menutupi satu atau beberapa kekurangan dalam dirinya. Dan gue setuju sama Cosmopolitan… Kalau dia udah mendapat pengakuan yang cukup dari lingkungannya, maka dia tidak akan lagi merasa perlu terlihat kaya raya dengan menghabiskan begitu banyak uang untuk berbagai jenis gadget tersebut kan? Tapiii, kalo boleh gue tambahkan, hal ini enggak berlaku buat orang-orang yang emang hobi sama hal-hal seperti ini yaa. Kan emang ada tuh, orang yang hobi banget ngotak-ngatik mobilnya, atau hobi nyobain berbagai jenis teknologi yang baru eksis.

Berusaha menjadi player

Kalo mengutip isi novel Beauty Case, pasangan itu sering dijadikan ibarat trophy. Semakin banyak trophy, semakin bikin bangga! Rasa bangga dan ingin dikagumi oleh lingkungannya lah yang bisa memicu seseorang menjadi player. Mereka ingin menciptakan image kalo mereka itu diinginkan oleh semua lawan jenis tanpa peduli konsekuensi dari perbuatan mereka. Dan menurut pengamatan gue, hal ini mereka lakukan karena mereka merasa tidak punya hal lain yang bisa mereka banggakan. Atau bisa juga, mereka lakukan hal itu untuk menutupi kekurangan dalam diri mereka. Mereka ingin melakukan pembuktian seperti, “Jelek-jelek gini juga, tetap banyak yang mau sama gue!” Tapi gue enggak bisa pukul rata juga sih, kalo semua player menjadi player untuk menutupi insecurity mereka… Soalnya ada pula orang yang jadi player karena malas berkomitmen (biasanya cowok), money oriented (biasanya cewek), dan… errr, sex addicted (kebanyakan sih cowok).

Punya pacar harus cantik atau ganteng

Menurut gue, dalam hal ini, memilih pacar bisa diibaratkan dengan memilih baju. Mana yang lebih kita pilih… baju yang keren tapi enggak enak dipakai, atau baju sederhana yang nyaman untuk dipakai? Balik lagi ke teori ala novel Beauty Case: pasangan itu ibarat trophy yang bisa bikin bangga. Padahal sebenarnya, kalau kita sudah cukup puas dan merasa bangga dengan diri kita sendiri, maka buat apa lagi kira mencari kebanggaan melalui pasangan kita?

Mempersenjatai diri dengan make-up dan fashion items terkini

Supaya adil, gue juga membocorkan fakta bahwa kadang-kadang, make-up dan fashion items adalah senjata cewek untuk menutupi rasa insecure. Cewek itu sangat ingin terlihat cantik dan menarik di mata lawan jenis. Kita suka takut, kalo kita kurang cantik, nanti nggak ada cowok yang tertarik sama kita. Itulah kenapa aktivitas diet lebih banyak dilakukan oleh cewek daripada cowok. Belum lagi rasa nggak pede karena mata sipit (sehingga ke mana-mana harus pake eyeliner dan mascara), nggak pede sama bentuk kaki yang kurang jenjang (jadi terpaksa pake high heels meskipun bikin lecet dan pegel-pegel), sit-up tiap hari, rajin maskeran, pake lotion pemutih, dan masih banyak keribetan lainnya lagi. And I blame it to the boys! Mata kalian yang suka terang-terangan ngelirik cewek lain, atau omongan kalian yang suka memuja-muja cewek cantik itulah yang suka bikin kita ngerasa kurang cantik. Makanya menurut gue, every girl should learn how to dress to make her happy, not to impress anyone else.

Sering memuji diri sendiri

Ada orang yang menjadikan narsis sebagai lelucon favorit mereka, tapi ada juga, yang memang sengaja memuji dirinya sendiri untuk memancing kekaguman dari orang lain yang mendengarnya. Menurut pengamatan gue, orang yang udah biasa dipuji dalam satu hal, tidak akan lagi sesumbar soal kelebihan yang dimilikinya itu. Dia yakin tanpa perlu dibilang pun, orang lain akan tahu dengan sendirinya. Beda banget sama orang yang haus akan pujian. Karena ngerasa kurang sering dipuji makanya dia suka berusaha pamer dan memuji dirinya sendiri dengan harapan, orang lain akan terkesan dengan kehebatannya itu.

Berusaha menyamai alias copy cat

Pernah punya teman yang terlihat nggak mau kalah sama kita? Kita ganti hp baru, dia juga ganti. Kita beli ini dan itu, dia juga ikut beli. Kita pergi ke sana dan ke sini, eeeh, dia juga ikut pergi ke sana dan ke sini! Kalo terjadinya cuma sekali dua kali, itu masih wajar. Bisa aja apa yang kita punya menginspirasi dia untuk menikmati hal yang sama. Tapi kalo hal ini terus berulang dari waktu ke waktu… kita patut curiga. Meskipun kelihatannya sepele, hal ini bisa berdampak buruk juga lho. Misalnya, dia jadi dikejar tagihan kartu kredit hanya gara-gara kepengen sama kayak kita. Selain itu, hal ini juga bisa menimbulkan rasa tidak nyaman di pihak yang ditiru itu. Bisa muncul pikiran jelek seperti, “Dia ini nganggep gue temen atau saingannya sih?” Balik lagi ke topik insecurity… hal seperti ini bisa saja dilakukan oleh orang-orang yang terbiasa menjadikan orang lain sebagai parameter, di mana mereka takut belum cukup keren kalau belum bisa menyamai parameternya itu.

Meninggalkan, sebelum ditinggalkan…

Dalam suatu perpisahan, pihak yang ditinggalkan biasanya akan lebih sedih daripada yang meninggalkan. Meninggalkan itu by choice, tapi kalo ditinggalkan… what else can we do? Belum lagi ada rasa terluka, kecewa, merasa tidak berharga, dan sakit hati yang mungkin muncul saat ditinggalkan oleh orang-orang yang kita sayangi. Rasa takut ditinggalkan itulah yang kemudian bisa membuat kita bertindak panik dengan cara meninggalkan sebelum ditinggalkan terlebih dahulu… Makanya pesan gue, kalo kelak ada orang-orang terdekat kita (bisa pacar, gebetan, atau teman dan sahabat) yang tiba-tiba berusaha mengambil jarak, jangan dulu berburuk sangka. Bisa jadi, ada sesuatu di dalam diri kita yang membuat dia merasa tidak aman. Biasanya, sikap kita yang seolah nothing to lose yang bikin mereka jadi tidak yakin sama masa depannya dengan kita. Be wise, dan ketahuilah bahwa berada dalam posisi seperti ini rasanya benar-benar tidak menyenangkan.

12 Things I Like About Nana

 

Nama aslinya Budi Ratna Hapsari, biasa dipanggil Nana. Pertama gue mulai deket sama Nana waktu kerja bareng dia di salah satu klien EY di Gunung Putri. Berawal dari curhat soal cowok, makin lama gue makin akrab sama si Nana.

 

Sebenernya orang yang suka ngobrol sama gue di EY bukan cuma Nana doang. Partner gosip dan teman yang suka curhat sama gue juga bukan cuma dia doang. Dan teman yang suka nolong gue, yang baik sama gue, juga bukan cuma Nana doang. Soalnya temen-temen setim gue yang lain juga baik dan bersahabat banget kok. Tapi apa yang membuat gue lebih dekat sama Nana?

 

Nah, selama dua minggu belakangan, gue bikin daftar hal-hal yang membuat Nana lebih istimewa di mata gue. Berikut ini isi dari daftar gue itu, dimulai dari hal-hal yang paling kecil sampai hal-hal yang paling besar:

 

  1. Setiap ada acara kantor, selalu Nana yang duluan bilang, “Kita pergi bareng yuk, Peh.”
  2. Misalkan Nana baru dateng dari tempat lain, hal pertama yang suka dia tanya ke orang lain begitu sampe ke ruangan kita, “Ipeh mana?”
  3. Kalo ada Nana, gue nggak usah pusing-pusing nyari orang buat nemenin gue beli cemilan. Meskipun dia nggak ikut beli, dia tetep mau nemenin gue. Tapi seringnya siih, ujung-ujungnya dia ikutan jajan juga, hohohohoho;
  4. Sesibuk apapun, Nana itu selalu bales semua SMS atau YM gue sampe tuntas. Seinget gue, enggak pernah ada kalimat gue yang masih diakhiri tanda tanya yang nggak dijawab sama Nana;
  5. Pernah beberapa kali Nana nanya ke gue yang intinya, “Elo nggak papa?” Dia suka tau kapan dan situasi seperti apa aja yang bisa bikin gue bad mood;
  6. Nana ini orangnya tertutup banget. Termasuk tertutup level parah kalo menurut gue. Tapi kalo sama gue, beberapa kali Nana curhat tanpa perlu gue pancing terlebih dahulu;
  7. Meski nggak selalu sependapat, Nana bisa memahami ambisi gue yang aneh-aneh itu;
  8. Sama Nana itu selalu ada win-win solution. Misalkan gue sama dia lagi kepengen makan di restoran yang berbeda. Kalo orang lain mungkin akhirnya bakalan mencar. Dan sebenernya gue juga nggak bakal maksa, mau mencar juga ya nggak masalah. Tapi kalo sama Nana, gue nemenin dia dulu, baru abis itu dia nemenin gue, atau sebaliknya;
  9. Gue sama Nana itu nggak pernah putus kontak. Meskipun gue sama dia lagi kerja di dua klien yang berbeda, kita tetep suka chatting atau pernah juga teleponan buat update gosip-gosip terbaru, hehehehe;
  10. Gue ini kalo lagi stres sama kerjaan, jatuhnya suka jadi jutek dan nyebelin banget. Dan selama kerja bareng gue, dia bisa memaklumi bad habit gue itu dan enggak bawa-bawa masalah kerjaan dalam urusan pertemanan. Menurut gue nggak semua orang bisa kayak begitu (walau selain Nana, Arlin sama Rini juga begitu sih, how lucky I am, hehehehe);
  11. Nana itu nggak pernah bosen menampung keluh kesah gue. Dan gue percaya kalo dia bisa menjaga semua rahasia gue dengan baik. Dalam hal ini, Dandy sama Nova juga sama baiknya siih… Again, how lucky I am, hohohoho; dan
  12. Cuma Nana doang yang menawarkan diri untuk nerima telepon dari gue jam 12 malam, hanya untuk mendengarkan curhatan gue. Inilah yang membedakan Nana sama temen curhat gue yang lainnya di EY.

 

Sama seperti semua pertemanan lainnya, pertemanan gue dengan Nana juga bukannya nggak ada masalah. Kadang gue masih suka nggak ngerti sama jalan pikirannya dia. Kadang gue masih harus mikir dulu… apa maksud Nana yang sebenarnya? Belum lagi gue suka gemes kalo nungguin dia… lamaaa! Kalo gue ngelucu, dia juga suka lama loading-nya, hehehe.

 

Gue yakin, sebaliknya Nana juga suka sebel sama sifat-sifat jelek gue. Tapi justru itu yang gue suka sama Nana… Dia tahu apa aja daftar kejelekan gue tapi masih mau berteman dekat sama gue. Padahal kalo mau, dia bisa aja kok nggak usah deket-deket sama gue. Temen dia di kantor kan bukan gue doang. And a friend who can accept me just the way I am is hard to find.

 

Well, hari ini hari terakhirnya Nana di EY. Rasanya masih nggak nyangka dia bakal resign lebih dulu daripada gue. Meski begitu, ya sudahlah… Jadi PNS itu kan emang udah cita-cita dia dari dulu. Pesen gue, elo jangan jadi tipikal PNS yang gue sebelin yah, Na! Inget pesan Nova juga, elo harus jadi PNS yang baik, hohohoho.

 

Sukses selalu buat Nana.

 

10 Things I Learn From Life Recently

 

Beberapa bulan terakhir di tahun 2010, ada banyak banget masalah yang menimpa gue. Mulai dari masalah pekerjaan, konflik keluarga, sakit-sakitan, sampe patah hati dalam waktu yang hampir bersamaan. Gue sendiri sampe bingung… masalah yang mana yang paling bikin gue down saat itu? Syukurlah setelah pergantian tahun, keadaan mulai membaik sedikit demi sedikit. Bukan berarti gue udah berhasil menuntaskan semua masalah gue itu… Ada beberapa yang udah benar-benar tuntas, ada yang baru sekedar menemukan titik terang, tapi ada juga yang meskipun belum ada kejelasan, seenggaknya gue udah mulai terbiasa dan udah bisa nerima kenyataan yang nggak menyenangkan itu.

Selama beberapa bulan belakangan itu pula gue jadi banyak mengevaluasi diri gue sendiri. Selain itu, gue juga jadi lebih rajin mengamati orang-orang di sekitar gue. Cuma untuk memastikan… yang hidupnya banyak masalah itu bukan cuma doang kan? Hehehehe. Sehingga pada akhirnya, gue bukan cuma menemukan something to learn from my problems, tapi juga something to learn from others’ life.

And here are ten things I have just learned recently. Semoga bisa jadi input buat teman-teman semua…

1.   Jangan takut menganggap seseorang sebagai teman karib kita. Asalkan ada rasa nyaman, rasa percaya untuk berbagi, dan rasa gembira saat menghabiskan waktu dengan mereka, maka mereka adalah teman karib kita. Nggak perlu takut jangan-jangan mereka enggak menganggap kita hal yang sama. Terbiasa membatasi diri dengan orang lain cuma bikin kita end up with nobody.  Although in fact they don’t think so about us, then that is their loss, not ours;

2.   We don’t know how much we love somebody until they’re gone. Makanya mulai sekarang, gue ingin mengurangi kebiasaan push people away saat gue sedang merasa insecure. Ini juga sama… terbiasa take people for granted cuma bakal bikin kita end up with nobody. Akan tetapi pada akhirnya, the people who’s gonna stay with us forever are the ones who keep coming back no matter how hard we try to push them away;

3.   Love ourselves first before we love someone else. Tanamkan sama diri kita bahwa kita berhak mendapatkan seseorang yang memperlakukan kita dengan baik, yang menjadikan kita prioritas (dan BUKAN ban serep), yang rela menempuh resiko apapun, dan bersedia mengambil semua kesempatan yang ada hanya untuk bisa ambil bagian dalam hidup kita. Terlalu lama mempertahankan orang yang tidak ingin tinggal dalam hidup kita cuma buang-buang waktu dan tenaga kita aja;

4.   Sebaliknya, pertahankan sekuat tenaga orang-orang yang dengan tulus ingin terus ambil bagian dalam hidup kita. If we have a fight with them, it’s ok to have some break as long as we always try to find a way to come back;

5.   Ingat baik-baik bahwa saat kita mencampakkan orang lain, maka saat itu kita sama saja sedang mengajarkan mereka bagaimana hidup bahagia meski tanpa kehadiran kita. Jangan kaget dan kecewa kalo suatu hari kita ketemu lagi sama mereka, ternyata hidup mereka tetap baik-baik saja meskipun sudah kita tinggalkan;

6.   Saat mengambil keputusan tentang sesuatu yang berhubungan dengan orang lain, maka pertimbangkan juga perasaan orang itu. Begitu pula dalam mempertimbangkan timing. Right time buat kita belum tentu right time buat mereka. Be wise;

7.   Seringkali, kenyataan itu tidak terlihat dan tidak terdengar. Makanya jangan cuma menilai berdasarkan apa yang kita lihat, dan jangan hanya berpegangan terhadap apa yang kita dengar. Akan tetapi sebaliknya, saat berhadapan dengan orang lain, it’s gonna be better to show people who we are and tell them what we feel. Dengan begitu, hidup pasti akan jadi jauh lebih mudah;

8.   Kita tidak perlu mendapatkan semua yang kita inginkan hanya untuk merasa bahagia. Kebahagiaan sejati itu bukan kebahagiaan saat segalanya berjalan sempurna, melainkan tetap bahagia meskipun banyak masalah yang sedang menimpa kita;

9.   Ada beberapa prinsip yang harus dipertahankan setengah mati. Akan tetapi, ada pula prinsip yang harus rela kita anulir seiring berjalannya waktu. Bukan berarti tidak berpendirian… hanya saja kadang-kadang, memang seperti itulah proses pendewasaan menuju pribadi yang lebih baik; dan

10. Sekuat apapun kita berusaha untuk memperbaiki diri, kita tetap tidak akan pernah bisa menjadi sempurna. Maka carilah orang-orang yang bisa menerima kita dengan segala ketidaksempurnaan itu, dan sayangi orang lain dengan segala ketidaksempurnaan mereka.