Let’s Forgive Our Friends for Saying All of Those Stupid Stuffs

Hari ini gue menemukan satu friendship quote yang kemudian menginspirasi gue untuk menulis blog ini. Dikutip dari serial TV A to Z episode 11: “Best friends are the ones who stay supportive even when the other one says something idiotic.”

Hal ini mengingatkan gue kepada orang-orang yang sudah menjadi sahabat gue bertahun-tahun lamanya. What makes them so special? Because they forgive me for saying so many idiotic stuffs all these years!

Misalnya, gue cenderung mengulang pola yang sama tiap kali sedang jatuh cinta. Bingung harus gimana, sibuk mengumpulkan dan menebak ‘pertanda-pertanda’, naik-turun emosi gue yang seolah tidak ada habisnya, dsb dsb. You know… those stupid things that you say and do when you fall in love.

Atau kemudian, curhatan mellow dan lebay-nya gue di saat sedang patah hati. Gue bisa menghabiskan waktu lama hanya untuk mencurahkan hal yang itu-itu saja. Hal-hal yang kalo dipikir sekarang-sekarang ini, “Kenapa dulu gue mesti sampe sebegitunya amat ya?”

I know that all of them sound stupid, boring, wasting time and so on… but my best friends just never push me away. They keep listening and being supportive all the times!

Itu juga sebabnya, saat gantian teman-teman yang sedang punya masalah, gue tidak lantas nge-judge, bersikap sinis, membalas dengan sindiran, apalagi bersikap tidak peduli dengan gue cuekin begitu aja… Gue enggak mau membuat suasana hati mereka malah jadi lebih buruk daripada sebelumnya. I’m just trying to understand… saying stupid things can happen to anyone of us, including the smartest ones.

Makanya kalo menurut gue, sebagai sesama manusia biasa, maklumi saja hal-hal bodoh dan tidak penting yang diucapkan oleh teman-teman kita di saat-saat sulit dalam hidup mereka. Jika tidak ada yang bisa kita bantu, maka sekedar mendengarkan saja sudah lebih dari cukup. Malah sebetulnya kadang-kadang, seseorang itu hanya butuh untuk didengarkan. It’s simply everything they need just to feel better.

Begitu pula soal curhatan teman yang isinya itu-itu saja. Misalnya, mereka sering curhat soal bosnya tapi toh masih saja bekerja di perusahaan yang sama. Atau curhat soal kelakuan pacarnya tapi masih saja pacaran dengan cowok yang sama. Sering mengeluh belum tentu berarti mereka ingin menyerah! Mereka hanya ingin melepas beban guna menguatkan hati untuk tetap bertahan. They want to fix the situation and they need our support as their best friend!

Gue tipe orang yang percaya keakraban pasti akan memunculkan sisi lain dari semua orang yang pernah kita kenal. Jika kita masih belum menemukan sisi ‘unik’ dari seseorang, maka artinya kita belum benar-benar mengenal orang tersebut. Bahkan orang yang paling pendiam dan tertutup sekalipun akan mulai menunjukkan sisi ‘bodohnya’ hanya kepada orang-orang yang mereka percaya.

Makanya kalau menurut gue, jika teman kita mempercayakan kita untuk melihat sisi lain dalam diri mereka, sudah seharusnya kita lebih merasa tersanjung daripada malah merasa terganggu. Atau yang lebih buruk lagi, jangan merasa terganggu dengan kebodohan teman-teman kita tapi malah tetap menuntut mereka untuk bisa mengerti kebodohan kita sendiri. It’s really not fair!

As we all know, living as a grown up is very tough. Yet I am still a believer that a good friend who listens will always make our life easier. And once again, good friends are the ones who stay supportive even when the other one says something idiotic. So guys, let’s forgive our friends for saying something stupid as well as they forgive us for wasting their times for the same silly stuffs. It’s Eid week and it’s perfect chance to forgive each other, isn’t it? 😉

A Friendship Should be ‘Easy’… Just like a Kid

Tiba-tiba aja, gue teringat sama persahabatan di masa kecil gue dulu. Dan tiba-tiba aja, gue jadi mulai membanding-bandingkan… Gue jadi mulai kepikiran, kenapa ya, bersahabat setelah dewasa justru jadi semakin sulit dan sangat rumit? Just like a group of kids make friends with each other, a friendship is supposed to be ‘easy’!

Sama seperti anak kecil yang masih polos, kita seharusnya bilang terus terang apa yang kita inginkan, atau apa yang kita rasakan. Our friends are not a mind reader! Memberi pertanda-pertanda dan berharap mereka akan mengerti dengan sendirinya justru hanya akan memperumit keadaan. What if they took our signals wrong?

Persahabatan tumbuh karena kebersamaan. Make time for your friends! Mengutip dari Mandy Hales, “Terlalu sibuk itu hanya mitos. Setiap orang meluangkan waktu untuk hal-hal yang penting untuk mereka.” Hargai persahabatan yang pernah kita bangun, luangkan waktu, jangan hanya muncul kalau ada perlu 😉

Waktu kita kecil dulu, kita sering bingung harus bilang apa saat teman bercerita baru saja dimarahi sama ortunya. Kita hanya bisa duduk, mendengarkan, atau terkadang, ikut menangis bareng sama mereka. Just keep it that way! Seringkali, teman bercerita hanya ingin didengarkan. Bukan untuk diceramahi! If they need your advice, they will let you know.

Be genuine, just like an innocent. Ikut senang saat teman bahagia, bukannya iri dan diam-diam mencari ‘celah’ ketidaksempurnaan dalam diri mereka. Bertanya karena peduli, bukan hanya karena penasaran dan ingin tahu. Mean it when we say that we will always have their back! Make a pinky swear without crossing any finger behind our back.

And then when our life is knocking us down, let them help. Jangan malah diusir, jangan malah melampiaskan amarah pada orang yang salah, jangan malah mendramatisir keadaan… Bersikap seperti itu hanya akan memperburuk keadaan. It’s too much drama if we expect them to do “a true friend will always find a way back to me” thing. Pushing them away may make them feel unwanted instead.

Kemudian di saat kita sedang merasa sendiri atau ingin ditemani, it’s okay to let them know. Masih ingat saat kecil dulu, kita berdiri di depan rumah sahabat sambil berteriak, “Kita main yuuk!” Enggak usah takut ‘ditolak’ sama teman sendiri. Kalo emang ngajak mereka ketemuan udah mulai sama sulitnya dengan bikin janji sama Presiden RI… itu tandanya kita sudah harus cari teman baru. It’s simple.

Yang terakhir, jangan jadi orang yang terlalu ‘sulit’. Jangan maunya dibujuk-bujuk hanya supaya bisa ikut. Jangan ribet dan terlalu banyak syaratnya. Just go and enjoy the show! Just run and bruise your knees! Just be grateful that you still have friends to have some fun.

A friendship should be simple. Pure. Sincere. Just like an innocent kid. Let’s keep it that way.

Love It When You Have It

Have you ever had a very best friend who used to know every little thing about you? The person you ran into everytime your life was falling apart, and the first one whom you called when something awesome just happened to you? It felt like you would be best friends forever with them, but then, they were just a stranger that you used to know. Now you don’t even know how their life is going, either they’re still single or taken, where they work, or maybe, you simply never see their face no more.

Have you ever loved somebody so deep that you thought you couldn’t imagine a life without them? The one who made you think you would do everything just to stay with them forever. The one that apparently was just temporary. Now if you think again, even if you had that second chance, you would never ever choose to get back together anyway.

Or have you ever loved your job and felt that it was exactly the place where you belong? You used to feel that you were so lucky to get that job, so excited waking up in the morning knowing that you would go back to work again. That one job that you never thought you’ll ever get bored. A job that finally starts to make you wonder, “Why am I still here?”

As a grown up, I’ve learned so many times that many feelings that heart can feel is temporary. It rapidly changes. From love to hate, from best friends to strangers. It was always beautiful in the beginning, but then it ended miserably.

So many years ago when I was still a little kid, a friend of mine told me, “My Mom said that I don’t need to look for a best friend. They don’t really exist. I’ll only be upset.”

As those many years passed me by, I never really listened what she said to me back then. I do believe in friendship. It’s just then I realized, not all friendship was meant to last forever. And it’s not only about friendship anyway. The job that felt right for me may no longer be a place I want to be in the next few years. The man I loved a lot may only end up as one of my ordinary good friends. It can happen in years, in months, in weeks, in days… I mean, who knows?

The hellos and good byes were there in our lives to make us learn. We learn what we did wrong that made them leave. We learn what we can and we can’t accept from people in our lives. We learn to appreciate the ones who stay with us with all our flaws. And the most precious thing, knowing that some things may only last for a while has made us learn to embrace every moment of our lives.

That’s why guys, don’t think too much. Keep making friends, keep making memories, keep falling in love, keep searching, simply keep living your life to the fullest! Cherish every second of your life as they may never ever happen twice. Believe me when I say, love it when you have it.

Have a great life!

My Birthday Picts

This year, once again, I have another unforgettable birthday. A fancy dinner in Four Seasons with my families on my birthday night, a small reunion with my high school best friends, a nice surprise from my team at work (I thought they would only give me a cake with candles on it, turned out they gave me a customized birthday cupcakes, birthday cards, and shopping vouchers! 😀 ), and a Friday dinner with my team to celebrate my birthday (again!).

This slideshow requires JavaScript.

After so many long days in November, my birthday was such a refreshment to me. I still have a little kid inside of me who gets excited with a nicely wrapped gift, I’m touched knowing that I have many friends willing to come up with a plan to surprise me, and I’m glad that wherever I work, I work with the people who end up as my friends.

Now my birthday is over, I simply think, “I can’t wait for my next birthday! Hehehehe.”

Tu Me Manques

il_570xN.371987770_stnnPeople says, we don’t really know what we feel about somebody until we start missing their presences in our life. And it can happen in every kind of relationships on earth.

I knew how much I cared about my nephew in my first out of town trip after he was born. Knowing that he was sick during my departure made me feel worried all the time. It felt like I wanted to go back home soon just to see that he was okay.

I knew how wonderful my best friends were after I realized how lousy other friends could be. Too bad that the terrible fight we had before made me couldn’t text them just to say hi. There were some times I really wanted to share the news about my life but I couldn’t. When I finally made up with them, it felt like a few parts of me were coming back.

I knew what a great boss that I used to have after knowing that other people might not do the same favors he did to me. It felt bad to realize that he had no obligation to be that good to me but he did. I’m happier with my new life now, I’m okay with my new boss, but frankly sometimes I think, “It would be different if it were him.”

Finally, most of the time, I knew that I loved somebody when they start missing from my life. In the worst scenario, it could happen when they left me for good. My life was falling apart, broken heart, and bla bla bla.  But sometimes, it could also happen in such an unexpected time. If I feel bad knowing that he will leave just for a holiday trip for instance, at that moment I will know I have that one feeling for him.

Unfortunately, I’m not good on missing somebody. I hope I could just grab my phone and text them first. But all that I can do is mourning the long gone past or looking at the calendar and counting days if I know for sure they will still come back. That’s why I really hate missing somebody.

I hate wondering whether they’re also thinking of me. I hate wondering whether they will say hello to me first. I hate wondering whether something will change upon their return. I also hate knowing that I no longer have somebody to talk those stupid things, to laugh those hilarious jokes, to work things out together, or simply just to see them somewhere in my daily life. And for me, it’s not a pleasant thing to feel this way.

Do you know in French, you don’t really say “I miss you” when you actually miss somebody? They will say instead, “Tu me manques” which means “You are missing from me”. It sounds nice to me, and, it describes better how I feel about missing somebody. I miss them, simply because they are missing from my life. And I really really… want to have them back.

Because I’m Still Not Good at Saying Goodbye

Akhirnya, setelah gue pertimbangkan selama beberapa bulan lamanya, gue memutuskan untuk resign dari Niro; perusahaan tempat gue bekerja selama tiga tahun belakangan ini. I’ll be leaving this Company in the next 24 days from now.

Sebetulnya, pengunduran diri ini sudah yang ketiga kalinya dalam perjalanan karier gue, tapi entah kenapa, resign yang satu ini terasa lebih berat. Beberapa hari yang lalu, satu hari sebelum gue submit surat resign ke atasan, hati gue rasanya enggak tenang. Nggak nafsu makan, nggak bisa tidur, sering ngerasa gugup dan deg-degan…

Secara singkat, resign dari Niro sedihnya mirip-mirip kayak patah hati. Meski begitu anehnya, di mata teman-teman bahkan di mata atasan gue, gue terlihat hepi dengan pengunduran diri ini. Kalo kata salah satu temen gue, “Yang lain lagi pada sedih, elo malah nyengir melulu…”

Seriously… gue sendiri bener-bener enggak sadar bahwa sepanjang minggu ini muka gue jadi lebih bersinar dan jadi lebih sering nyengir daripada biasanya. Padahal mereka nggak tahu saja isi hati gue yang sebenarnya… Misalnya, waktu gue mulai pilih-pilih berkas mana aja yang akan gue buang serta mana saja yang akan gue ‘wariskan’, dalam diam gue berpikir…

“Ini bekas coret-coretan bos gue waktu jelasin jual-beli saham… Emang ya, si bos ini tulisan tangannya jelek banget! Lebih jelek daripada gue! Trus ya ampun… ini koreksian audit report tahun lalu masih aja gue simpen! Hmmm… berarti ini tahun terakhir gue bikin full report-nya Niro yah…”

See? Hanya memandangi tumpukan kertas bekas saja udah bikin gue jadi sedih! Jadi kata siapa gue completely happy dengan pengunduran gue ini? Masalahnya hanyalah… gue bukan tipe orang yang tahu bagaimana caranya menghadapi perpisahan. Gue susah banget mengekspresikan rasa sedih yang sebetulnya tersimpan dalam hati. Jadi mungkin, tanpa gue sadari, untuk menghindari rasa canggung, gue lebih memilih untuk sering nyengir sehingga terlihat lebih happy daripada sebelumnya.

Gue akui, di satu sisi gue memang beneran happy dengan new opportunity yang gue harap, akan lebih baik dari sebelumnya. Gue juga excited ingin memulai hidup baru di kantor baru. Tapi… itu bukan berarti gue jadi bisa dengan mudahnya saying goodbye dengan kantor ini! Yes I do leave the Company, but how could I ever leave all of those memories behind?

Kemarin lusa, ada lagi satu kejadian yang bikin gue jadi ngerasa tambah sedih. Padahal cuma kejadian sepele aja sih… Cuma soal waiter Leiker di Emporium yang bukan cuma hapal menu favorit gue aja, tapi juga sudah hapal bahwa gue ini nggak bisa makan pake sumpit sehingga dia langsung menyediakan garpu tanpa perlu gue minta. Kemudian sesudahnya, saat gue sedang lihat-lihat keranjang diskon di depan Sogo, SPG Clinique datang menghampiri. “Mbak… nggak mampir lagi? Kita lagi ada potongan lho.”

Dua kejadian di Emporium malam itu bikin gue jadi sadar… gue bukan cuma udah attached dengan Niro, tapi juga udah attached ke mall yang terletak persis di seberang kantor itu. And I just don’t think I will ever visit that shopping mall after my resignation… Masalahnya, Pluit itu jauh banget dari tempat tinggal gue. Sekedar mikirin bahwa gue akan ‘kehilangan’ mall itu aja udah bikin gue jadi berberat hati.

Jadi sekali lagi… salah banget kalo dibilang gue enggak sedih resign dari Niro. Malah sebetulnya menurut gue, harusnya justru gue yang ngerasa lebih sedih akan segera resign dari Niro… Semua temen sekantor gue cuma kehilangan satu-orang-gue saja, sedangkan gue bakal kehilangan teman, sahabat, dan rekan kerja, semuanya dalam satu waktu yang bersamaan. Tapi sudahlah… gue resign bukan berarti nggak akan pernah ketemu lagi kan?

I don’t know whether this time, I could do this (read: saying goodbye) in a proper way. I still find it awkward and confusing. Whatever it is, one thing that I know for sure is that I don’t want to spend my last days in Niro with sorrow. Let’s laugh and have more fun! Don’t make it like the end of the road. Simply walk with me until I reach the line where I will start my new career life 🙂

Every job on earth is temporary, but I hope, our friendship is an eternity.

You Know You’re Happy With Your Life If You…

You know you’re already happy with your job if you no longer compare it with the previous one, or when finding a new job never crosses your mind again not because you’re afraid to quit, but simply because you know you already have the best one.

You know you’re already happy with your love life when you stop talking about your Ex like all the time, or when you have stopped calling and texting them just because you still feel something is missing or just because you’re afraid that you have lost your best one.

You know you’re already happy with your friendship when you no longer have to try hard just to show off how many friends you already have, or when the warmth of true friendship touches your heart in better and worse.

You know you’re already happy with your families when you sincerely accept them as a part of your life instead of feeling trapped just because you have no other choice other than sticking with them.

You know you’re happy with who you are when you stopped trying to become someone else. You could accept and deal with your flaws, and you sincerely feel grateful for all the good things in you.

You know you’re happy with your choices when you stop constantly asking yourself, “What if I took that other decision?” You will also stop trying so hard just to convince yourself that you have made the right decisions.

You know you’re happy with your achievements when you stopped trying to bring people down just because it looks like they have achieved much more than you do. You will sincerely accept the fact that every people have their own path and their own definition of success.

Finally, you know you’re happy with your life when you could stay strong, stay positive, and stay enjoying your life even when things around you are not always pretty. You know that your life is not perfect but you also know how to deal with it. You no longer wait for perfection to come just be happy with the life you already have.

Happiness will never come to someone who just sits and hopes miracle will come and bring some joys. We have to work very hard just to be happy with our job. We have to push ourselves to become a good person if we want to be surrounded by many good friends. We have to fight and never give up in order to live happily ever after with our soulmates. In a few words, we need to work hard just to be happy.

Life is beautiful, only if you know how to live in it. Wish you have a happy life! 🙂

Bersahabat dengan Rekan Kerja? Kenapa tidak?

Beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat pernah cerita tentang teman-teman lamanya. Dia bilang, “Dulu sih akrab, tapi setelah lulus atau setelah pindah kerja, komunikasi jadi putus.”

Gue lalu berpikir, dan teringat dengan diri gue sendiri. Gue juga pernah mengalami hal yang sama. Makin ke sini, jumlah sahabat dari bangku sekolah malah makin sedikit. Padahal dulu akrab banget, temen curhat, temen hang out, temen haha-hihi dan bergosip ria… tapi sekarang, jangankan bagaimana kabar mereka… mereka kerja di mana, punya pacar namanya siapa, atau sekarang tinggal di mana pun gue udah nggak tau lagi.

Lalu gue juga jadi teringat… setelah bekerja pun hal yang sama kembali terulang. Misalnya sekarang, gue punya sahabat baru di kantor baru yang belum sampai 3 tahun berteman dengan gue. Meski belum sampai 3 tahun, pertemanan gue dengan dia justru lebih erat ketimbang hubungan gue dengan sahabat gue di kantor yang dulu, yang notabene, sudah gue kenal sejak hampir 5 atau 6 tahun yang lalu.

Ujung-ujungnya, gue juga teringat sama sahabat baik gue sejak kuliah dulu. Syukurnya sampai sekarang, gue dan dia masih keep in touch. Dia masih jadi tempat curhat favorit gue, dan hopefully, gue juga masih jadi temen curhat favoritnya dia, hehehe. Meski begitu, gue tahu bahwa di kantornya, dia punya sahabat baru yang sepertinya, lebih akrab dengan dia ketimbang dengan gue yang sudah dia kenal jauh lebih lama.

Nah… sampai sini, gue malah jadi heran. Kenapa justru banyak orang yang bilang bahwa berteman dengan rekan kerja itu mustahil hukumnya? Karena kalo buat gue, bisa jadi, mayoritas teman terdekat kita saat ini adalah teman sekantor kita sendiri. Kenapa begitu?

  1. Untuk maintain friendship, tentu diperlukan kebersamaan. Dengan teman kantor, secara otomatis, kita sering banget menghabiskan waktu bersama dengan mereka. Beda dengan teman-teman lama yang juga sibuk dengan pekerjaannya masing-masing;
  2. Tidak diperlukan appointment untuk having fun dengan teman-teman kantor. We could have fun with them in lunch time, in the pantry, in office outing, office party, etc… Beda sama teman-teman luar kantor yang terkadang, bikin appointment sama mereka bisa jadi lebih susah daripada bikin janji sama Presiden RI…
  3. Biasanya, kerja bareng identik dengan menanggung suka dan duka bersama-sama. Punya satu bos menyebalkan yang sama, sama-sama lembur sampai tengah malam, atau sama-sama membenci satu peraturan kantor yang dinilai unfair. Dan biasanya, berbagi suka-duka ini yang secara otomatis mendekatkan kita dengan orang lain; dan
  4. Punya satu topik (biasanya gosip kantor) yang sama-sama diminati kedua belah pihak. Ngomongin gosip kantor dengan teman SMA tentu terasa kurang greget karena mereka tidak mengenal lingkungan dan orang-orang yang sama dengan kita. Lagi-lagi, tanpa kita sadari, gosip kantor sudah bikin kita jadi lebih akrab dengan rekan kerja.

Makanya kalau menurut gue, rugi banget jika kita lebih memilih untuk jaga jarak dengan teman kantor kita sendiri. Jaga jarak dengan rekan kerja = kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sahabat baru. Belum lagi, berteman baik dengan rekan kerja juga bisa membantu pekerjaan kita di kantor lho. Berteman baik dengan atasan akan membuat mereka menaruh kepercayaan lebih kepada kita, hidup kita di kantor juga biasanya akan terasa jadi lebih mudah. Berteman baik dengan bawahan akan membuat mereka lebih tulus dan ikhlas untuk membantu kita. Dan berteman baik dengan rekan kerja lainnya bisa menjadi extra support di saat-saat tersulit kita di kantor. Kemungkinan kita di-backstab juga akan mengecil jika kita bisa berteman baik dengan kompetitor kita sendiri. It sounds great, right?

Memang benar, berteman dengan rekan kerja itu juga ada resikonya, tapi kenapa tidak dicoba dulu? Tidak semua orang akan berubah kurang ajar dan tidak profesional hanya karena merasa sudah akrab… Yang penting satu prinsipnya: jika keakraban kita dengan mereka pada akhirnya malah put us in danger, dan saat kita sudah harus memilih antara pekerjaan atau teman, sebagai seorang yang bekerja secara profesional, kita tetap harus memilih pekerjaan ketimbang teman. Kita tidak boleh membenarkan sesuatu yang salah sehingga sampai merugikan perusahaan hanya karena faktor terlanjur akrab dengan rekan kerja ybs.

So simply be good to your colleagues, because perhaps, they could be a good friend, even a very good friend you’ll ever have along the way.

Buat gue, dalam hidup ini, ada 5 tingkatan dalam pertemanan:

  1. Cuma kenal nama (acquaintance);
  2. Teman (friend);
  3. Teman baik (good friend);
  4. Sahabat (best friend); dan
  5. Sahabat sejati (true friend/BFF – best friends forever).

Banyak orang bisa lanjut sampai tahap ke empat, tapi belum tentu bisa terus bertahan sampai tahap ke lima. Sahabat sejati tidak mengenal usia, tidak mengenal jarak, dan sahabat sejati akan selalu punya waktu untuk satu sama lainnya. Sahabat sejati akan selalu memaafkan, dan sebaliknya, akan selalu memantaskan diri agar layak untuk dimaafkan. True friends are hard to find, and who knows you can find yours in the office?

Satu hal lagi yang membuat gue berpikir kita justru bisa menemukan true friend di kantor adalah karena: jika mereka bisa menyingkirkan faktor uang, jabatan, konflik pekerjaan, dan persaingan hanya untuk menjadi sahabat kita, maka mereka adalah orang yang memang benar-benar layak untuk dijadikan sahabat. Jadi sekali lagi… kenapa tidak dicoba dulu?

When I Miss My Old Friends

True friends Tadi malam, gue menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca ulang kumpulan tulisan lama dalam blog gue sendiri. Serangkaian tulisan yang mengingatkan gue dengan betapa menyenangkannya masa-masa yang sudah lalu itu. Tulisan yang bikin gue sadar… ada banyak orang dalam tulisan itu, yang sudah tidak lagi menemani keseharian gue beberapa tahun belakangan ini.

It seems like in the past two or three years, so many huge disappointments hit me over and over again. Banyak hal terjadi yang bikin gue jadi kehilangan kepercayaan sama beberapa orang teman yang sebetulnya, cukup berarti dalam hidup gue. Mulai dari teman-teman dari bangku sekolah sampai dengan teman-teman seperjuangan di EY dulu. Kejadiannya bermacam-macam, kesamaannya, gue selalu berakhir dengan pemikiran, “I have a new life, and I’m okay with losing them if they are not worth keeping like this.

Ada beberapa teman yang memang sebaiknya gue lupakan, secara mereka juga udah lupa gitu aja sama gue, atau karena apa yang sudah mereka lakukan benar-benar unacceptable buat gue, tapi ada juga beberapa orang yang setelah gue pikir-pikir lagi, mungkin dulu… sikap gue terlalu berlebihan. Ada pula dua atau tiga orang yang gue harap, keadaannya bisa sedikit berbeda supaya gue bisa tetap berteman baik dengan mereka semua.

Gue pernah ninggalin sahabat gue begitu saja hanya karena merasa sudah dibohongi. Tapi belakangan gue menyadari… siapa sih, yang tidak pernah berbohong sama sekali? Honest person is hard to find and if I insist about this, perhaps I will only end up all alone.

Gue juga pernah jadi kehilangan teman justru karena traveling bareng. Kejadian tidak menyenangkan selama perjalanan bikin gue jadi ngerasa malas keep in touch dengan mereja. Tapi kemudian gue berpikir… kenapa gue ngebiarin satu trip yang hanya berlangsung selama beberapa hari itu merusak pertemanan yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya? Gue sendiri bukan travel partner yang sempurna, jadi kenapa gue harus menyalahkan mereka sepenuhnya atas trip yang gue anggap tidak menyenangkan itu?

Ada pula teman cowok yang dulu banyak mewarnai keseharian gue. Kadang, gue kangen sama obrolan ngalor-ngidul kita, sama acara curhat-curhatan kita, bahkan… gue kangen dengan lelucon konyol yang dulu seringkali gue bilang tidak kreatif karena isi leluconnya selalu itu lagi dan lagi. Gue sering berharap, seandainya dulu gue dan dia nggak pernah iseng-iseng flirting, mungkin, gue dan dia masih bisa berteman baik sampai saat ini.

Ada satu lagi teman cowok yang sebetulnya sampai sekarang pun, gue enggak ngerti apa yang salah antara gue dan dia. Mungkin gue yang salah sangka, mungkin emang dia-nya aja yang enggak jelas apa maunya, tapi kalo mengingat hari-hari yang pernah gue lewatin bareng dia, apalagi kalo mengingat betapa baiknya dia dulu sama gue, gue jadi berharap seharusnya, gue jangan pernah menganggap dia lebih dari sekedar teman. Someday I want to be friends with him again, but it’s just not now.

Yang paling ironis, gue juga kehilangan teman baik karena urusan pekerjaan. Rasa kecewa karena service yang gue anggap tidak memadai membuat gue seperti harus memilih antara teman atau pekerjaan. Kalau gue pilih teman, ya sudah, harusnya gue biarkan saja report gue selesai ala kadarnya. Tapi jelas gue harus memilih pekerjaan… gue harus bisa bersikap tegas. Hanya saja masalahnya, saat itu gue bersikap kelewat tegas sehingga ujung-ujungnya, gue jadi kehilangan teman.

Memang benar bahwa dalam hidup ini, kita tidak boleh takut kehilangan orang-orang yang tidak patut dipertahankan. Tapi sekarang gue sadar… kadang-kadang, gue menjadikan hal itu excuse untuk lari dari masalah. Gue lebih memilih untuk back-off ketimbang harus repot-repot memperbaiki hal-hal yang harus diperbaiki untuk bisa mempertahankan pertemanan gue dengan mereka. Bahkan parahnya… saat mereka ingin berbaikan pun, gue tetap lebih memilih untuk menjaga jarak hanya karena takut konflik yang sama akan terulang lagi! And honestly… now I regret that decision and start to hope that I can make it right.

Tadinya gue pikir, yang sudah berlalu ya biarkan saja berlalu. Lebih baik gue fokus dengan teman-teman baru yang gue punya, atau dengan sahabat-sahabat lama yang masih setia menemani. Tapi setelah baca kumpulan tulisan gue bertahun-tahun yang lalu itu, gue jadi sadar… hidup gue akan lebih menyenangkan seandainya gue masih punya mereka untuk berbagi cerita, untuk menghabiskan waktu di akhir pekan, atau untuk sekedar chatting ngalor-ngidul seperti dulu… Kalau dipikir sekarang, aneh rasanya gue bisa nggak tahu apa kabar mereka, begitu pula sebaliknya, aneh rasanya kalau mereka tidak lagi tahu hal-hal besar yang terjadi sama hidup gue…

Sorry FriendsBanyak yang bilang, true friends will always find a way back to each other. Dan emang bener sih… kalo pada dasarnya sudah bersahabat erat banget, pasti akan selalu ada cara untuk berbaikan kembali. Tapi ya gue nggak tau juga… siapa yang bisa balik lagi kayak dulu, serta siapa yang hanya tinggal kenangan… I’ve tried to make-up with some of them, and frankly… I intentionally write this on my blog just to let them know how much I miss them.

Maybe we can be friends like we used to be, but if we can’t, I simply want to say… thank you for the memories and I’m so sorry for all the mistakes I’ve done. If it’s true that everything in life has its own price, then maybe losing you as friends was the price I’ve got to pay for my learning process to be a grown up. Yet again… it would be nice to have you back in my life. Whatever it will be, I sincerely wish you all a wonderful life  🙂

Self-assessment Today

Hari ini, entah kenapa, tiba-tiba aja gue ngerasa perlu mengevaluasi perjalanan hidup gue sampai saat ini. Gue pun mulai menilai berbagai aspek dalam hidup gue sendiri. Kemudian seperti biasa, gue kepingin berbagi hasil penilaian itu melalui blog ini. Rasanya kok ya belum lengkap kalo belum gue share lewat tulisan gitu, hehehehe.

Career

  1. I’m sure I’m doing well in this first year as a manager, but after this, where will I go? Setelah gue jadi manajer, selanjutnya apa? I’m suddenly afraid of standing still and going nowhere;
  2. I said I was doing well… but NOT extraordinary. Gue ngerasa bahasa Inggris gue, terutama active English, masih kurang bule, kurang keren, kurang fasih, kurang lancar… IELTS score gue aja masih 6.5, belum 8. Kemudian presentation skill dan confidence level gue juga masih harus ditingkatkan. Still have so many areas of improvement!
  3. Masih belum berhasil mendapatkan pekerjaan impian… hiiks;
  4. Anehnya, gue juga mulai bertanya-tanya… si pekerjaan impian itu, memang benar-benar sesuatu yang akan jadi passion gue, atau hanya sekedar ambisi untuk mendapatkan pekerjaan yang gue anggap bergengsi? Hmm… what is my passion, anyway?
  5. Di sisi lain, I’m also making an excellent progress. Mulai bisa nahan diri untuk enggak maki-maki anak buah (I haven’t done this in the last 10 months!), mulai belajar untuk memaafkan anak buah yang dengan teganya ngomongin gue di belakang, kemudian mencoba cari solusinya dengan kepala dingin (and I made it!), dan sekarang mulai berusaha bersikap lebih kalem terhadap klien-klien yang gue anggap menyebalkan.

Friendship

  1. I lost many best friends in the last 2 years… Kebanyakan sih karena gue udah kehilangan kepercayaan sama mereka, tapi ada juga yang karena gue mulai ngerasa, elo kok ngakunya sahabat tapi kenapa memperlakukan gue seperti musuh? Awalnya gue takut kalo begini terus, lama-lama gue cuma bakal end-up seorang diri, tapi sekarang gue sadar… gue enggak perlu takut kehilangan orang-orang yang hanya membuat gue ngerasa takut dibohongi, atau takut ditikam dari belakang. Sebetulnya gue kangen sama mereka, tapi sampai mereka belajar dari kesalahan dan berjanji untuk berubah, maka gue lebih memilih untuk tetap seperti ini saja;
  2. Di saat yang sama, gue juga mulai belajar memaafkan… Ya, gue maafkan, tapi memang untuk kembali sama persis seperti dulu, gue masih butuh waktu. Gue perlu yakin bahwa kali ini, keadaannya akan berbeda;
  3. Gue selalu yakin, di mana ada tempat baru, di situ ada sahabat baru. Baru-baru ini gue menyadari… di kantor yang sekarang, gue punya beberapa teman baik, dan di antaranya lagi, ada 2 orang yang sudah bisa gue sebut sebagai sahabat, yang juga menganggap gue sebagai sahabat baru mereka. Keberadaan mereka udah bikin hidup gue di kantor jadi sedikit lebih mudah. Tiap kali ada orang yang bicara buruk tentang gue, mereka nggak akan ragu buat bilang, “Riffa enggak gitu kok…” I really thank them for just saying such a simple statement;
  4. Oh ya… di tengah sulitnya mencari teman yang bisa dipercaya, dari hasil self assessment ini gue juga jadi menyadari bahwa gue punya 2 orang sahabat yang selalu bisa gue percaya; satu orang sahabat lama di kampus Binus, satu lagi sahabat baru di kantor yang sekarang. Gue belum pernah menangkap basah mereka sedang berbohong sehingga secara otomatis, gue enggak pernah sekalipun mempertanyakan apapun yang keluar dari mulut mereka.

Love Life

  1. Ini dia yang paling menyedihkan… sepanjang tahun 2012 ini, gue enggak naksir satu cowokpun. Nggak satupun! Hiiks…
  2. Ok, sekarang gue akui… dulu itu gue salah berdoa. Jadi ceritanya, setelah susah payah menuntaskan patah hati gue di hampir sepanjang tahun 2011, gue berpikiran, “It’s okay to be single, as long as not single and broken hearted.” Ternyata nggak gitu juga sih… Faktanya, being single and not in love with somebody is not okay either, hehehehe. Gue nggak bakal bisa berjodoh dengan siapapun kalo gue enggak berani ngambil resiko untuk patah hati kan?
  3. Right, kalau begitu, gue ralat doa gue… Hope God will give me another chance with another man… and please, give me a good one for this time 😀 Yaah, mau good or bad, selalu ada aja yang bisa gue pelajari kok. Intinya sih saat ini, gue kangen banget sama rasanya jatuh cinta. Senyum-senyum sendiri kalo inget dia, rasa nggak sabar kepengen cepet ketemu sama dia, nyimpen semua yang berhubungan sama dia seolah sedang menyimpan intan berlian, rasa bahagia waktu akhirnya dia bilang cinta… aaaah, I really miss those moments 😉

Health

  1. Ini dia yang masih perlu banyak banget perbaikan. Mulai sekarang gue bertekad, suka nggak suka sama makanannya, harus makan minimal setengah porsi. Jam sepuluh malam sudah harus tidur. Rajin minum vitamin, jangan cuma dijadiin pajangan doang. Perbanyak makan sayur dan bua-buahan. Perbanyak minum air putih. Dan… uhm… mulai berolahraga kali yaa;
  2. Harus daftar asuransi kesehatan, tapi kali ini harus lebih teliti. Baru aja punya pengalaman buruk sama perusahaan asuransi yang katanya nomor satu di Indonesia. Kalo nanti masalahnya udah clear, akan gue sharing di blog ini detail konfliknya, supaya teman-teman lain bisa lebih cermat memilih asuransi.

Family         

  1. Lagi betah di rumah… karena ada ponakan yang lucu dan menggemaskan (meskipun ngengeng dan suka ileran, hehehehe);
  2. Ngelihat perjuangan adek gue selama hamil, melahirkan, dan membesarkan anaknya bikin gue jadi sadar… Allah sudah merencanakan segala sesuatu tepat pada waktunya. My sister might be ready for a kid, but I’m not her, not now. Itu pula yang bikin gue semakin terpacu untuk mengejar impian gue, as soon as possible, mumpung gue masih belum punya prioritas lain selain diri gue sendiri. Gue yakin kelak, Allah juga akan memberikan gue keturunan yang baik di saat gue juga sudah siap menjadi ibu yang baik. Untuk sementara, jadi aunty yang baik aja udah cukup lah ya, hehehehe.