Because I’m Still Not Good at Saying Goodbye

Akhirnya, setelah gue pertimbangkan selama beberapa bulan lamanya, gue memutuskan untuk resign dari Niro; perusahaan tempat gue bekerja selama tiga tahun belakangan ini. I’ll be leaving this Company in the next 24 days from now.

Sebetulnya, pengunduran diri ini sudah yang ketiga kalinya dalam perjalanan karier gue, tapi entah kenapa, resign yang satu ini terasa lebih berat. Beberapa hari yang lalu, satu hari sebelum gue submit surat resign ke atasan, hati gue rasanya enggak tenang. Nggak nafsu makan, nggak bisa tidur, sering ngerasa gugup dan deg-degan…

Secara singkat, resign dari Niro sedihnya mirip-mirip kayak patah hati. Meski begitu anehnya, di mata teman-teman bahkan di mata atasan gue, gue terlihat hepi dengan pengunduran diri ini. Kalo kata salah satu temen gue, “Yang lain lagi pada sedih, elo malah nyengir melulu…”

Seriously… gue sendiri bener-bener enggak sadar bahwa sepanjang minggu ini muka gue jadi lebih bersinar dan jadi lebih sering nyengir daripada biasanya. Padahal mereka nggak tahu saja isi hati gue yang sebenarnya… Misalnya, waktu gue mulai pilih-pilih berkas mana aja yang akan gue buang serta mana saja yang akan gue ‘wariskan’, dalam diam gue berpikir…

“Ini bekas coret-coretan bos gue waktu jelasin jual-beli saham… Emang ya, si bos ini tulisan tangannya jelek banget! Lebih jelek daripada gue! Trus ya ampun… ini koreksian audit report tahun lalu masih aja gue simpen! Hmmm… berarti ini tahun terakhir gue bikin full report-nya Niro yah…”

See? Hanya memandangi tumpukan kertas bekas saja udah bikin gue jadi sedih! Jadi kata siapa gue completely happy dengan pengunduran gue ini? Masalahnya hanyalah… gue bukan tipe orang yang tahu bagaimana caranya menghadapi perpisahan. Gue susah banget mengekspresikan rasa sedih yang sebetulnya tersimpan dalam hati. Jadi mungkin, tanpa gue sadari, untuk menghindari rasa canggung, gue lebih memilih untuk sering nyengir sehingga terlihat lebih happy daripada sebelumnya.

Gue akui, di satu sisi gue memang beneran happy dengan new opportunity yang gue harap, akan lebih baik dari sebelumnya. Gue juga excited ingin memulai hidup baru di kantor baru. Tapi… itu bukan berarti gue jadi bisa dengan mudahnya saying goodbye dengan kantor ini! Yes I do leave the Company, but how could I ever leave all of those memories behind?

Kemarin lusa, ada lagi satu kejadian yang bikin gue jadi ngerasa tambah sedih. Padahal cuma kejadian sepele aja sih… Cuma soal waiter Leiker di Emporium yang bukan cuma hapal menu favorit gue aja, tapi juga sudah hapal bahwa gue ini nggak bisa makan pake sumpit sehingga dia langsung menyediakan garpu tanpa perlu gue minta. Kemudian sesudahnya, saat gue sedang lihat-lihat keranjang diskon di depan Sogo, SPG Clinique datang menghampiri. “Mbak… nggak mampir lagi? Kita lagi ada potongan lho.”

Dua kejadian di Emporium malam itu bikin gue jadi sadar… gue bukan cuma udah attached dengan Niro, tapi juga udah attached ke mall yang terletak persis di seberang kantor itu. And I just don’t think I will ever visit that shopping mall after my resignation… Masalahnya, Pluit itu jauh banget dari tempat tinggal gue. Sekedar mikirin bahwa gue akan ‘kehilangan’ mall itu aja udah bikin gue jadi berberat hati.

Jadi sekali lagi… salah banget kalo dibilang gue enggak sedih resign dari Niro. Malah sebetulnya menurut gue, harusnya justru gue yang ngerasa lebih sedih akan segera resign dari Niro… Semua temen sekantor gue cuma kehilangan satu-orang-gue saja, sedangkan gue bakal kehilangan teman, sahabat, dan rekan kerja, semuanya dalam satu waktu yang bersamaan. Tapi sudahlah… gue resign bukan berarti nggak akan pernah ketemu lagi kan?

I don’t know whether this time, I could do this (read: saying goodbye) in a proper way. I still find it awkward and confusing. Whatever it is, one thing that I know for sure is that I don’t want to spend my last days in Niro with sorrow. Let’s laugh and have more fun! Don’t make it like the end of the road. Simply walk with me until I reach the line where I will start my new career life 🙂

Every job on earth is temporary, but I hope, our friendship is an eternity.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s