Never Ever Give Up on Being a Good Person

Seperti yang sudah pernah gue tulis sebelumnya di blog ini, gue pernah beberapa kali merasa capek berusaha jadi orang baik. Terutama beberapa bulan belakangan ini… gue sampai dua kali mendapat masalah yang cukup besar hanya karena niat baik gue untuk menolong orang lain. Saat sedang kesal-kesalnya… gue sampai berpikiran, “Aduh… kalo tahu ujungnya bakal runyam kayak gini, mending kemaren gue cuekin aja deh!”

Waktu kecil dulu, hidup itu sangat sederhana. When people give us something, we have to say thank you. Sayangnya justru setelah kita beranjak dewasa, menjadi orang baik tidak lagi sesederhana itu. Karena kenyataannya:

  1. Orang yang dibantu bisa saja merasa tersinggung dengan bantuan yang kita berikan;
  2. Upaya pertolongan kita itu bisa saja dianggap sebagai upaya untuk pamer;
  3. Kita bisa dituduh sebagai tukang-ikut-campur;
  4. Orang lain jadi ketergantungan dengan bantuan yang biasa kita berikan;
  5. Jadi banyak muncul ‘parasit’ yang sengaja bermanis-manis hanya supaya kita bersedia menolong mereka;
  6. Belum tentu orang yang ditolong berterima kasih atas bantuan kita;
  7. Dan yang paling mengecewakan jika air susu justru dibalas dengan air tuba.

Yang paling menyedihkan buat gue adalah saat bisa-bisanya orang lain menuduh gue ini jahat setelah berbagai usaha yang gue lakukan untuk berbuat baik… It turns out that doing the right thing doesn’t always seem right for everyone else. Sehingga lama-lama gue mulai mempertanyakan… apa sih untungnya buat gue? Buat apa repot-repot kalo ujungnya malah bisa mendatangkan masalah buat gue… Lagipula toh kenyataannya, setelah berbagai usaha keras gue untuk jadi orang baik pun, akan tetap selalu saja ada orang lain yang menganggap gue ini jahat.

Saat gue sedang galau-galaunya, gue nemuin video ini di Facebook homepage gue. Tonton dulu video-nya sebelum lanjut baca tulisan gue yaa 🙂

Dua kali gue nonton video ini, dua kali pula air mata gue menetes saat bagian si tokoh utama melihat anak perempuan yang biasa ditolongnya datang dengan mengenakan seragam sekolah.

Ya, berbuat baik memang tidak membuat kita jadi lebih kaya raya. Tidak membuat kita jadi mendadak tenar. Dalam kasus gue, berbuat baik tidak selalu dibalas dengan kebaikan, belum tentu pula dibalas dengan ucapan terima kasih. But so what? Kenapa gue malah jadi fokus dengan sisi negatifnya saja?

We never know how our good deed has given a smile on everyone else face.

We never know how our good deed has given us a lot of true friends.

We never know how our good deed has changed everyone else’s life.

And we never know… how God will repay our good deeds to others.

Setelah gue pikir lagi, sebetulnya, apapun yang pernah gue lakukan, sama sekali tidak pernah sia-sia. Ada banyak sekali kemudahan, beberapa mendekati keajaiaban, yang udah gue dapatkan dalam perjalanan hidup gue. And who knows… all of them were the returns of everything I’ve ever done before.

Jadi sudahlah… sama seperti sebelum-sebelumnya, gue tidak ingin mematikan hati nurani gue sendiri. Gue akan tetap melakukan apa yang gue anggap perlu untuk dilakukan. Tidak penting apa pendapat orang lain, karena kenyataannya, kita memang tidak bisa menyenangkan semua orang dalam waktu yang bersamaan. Percaya deh… teori we can’t please everyone on earth itu bener-bener belaku dalam begitu banyak hal, termasuk dalam hal berbuat baik.

So once again guys…. Never ever give up on being a good person.

17 Things I’ve Learned from Niro

Here are the things I’ve learned during three years working in Niro. They are the things I’ve learned from my bosses and other colleagues, from my own experiences, or simply the things which I’m still working to achieve.

  1. We can’t please everyone at work;
  2. We have to be dare to do the right things. Being a coward won’t do us any good;
  3. Be careful with the one who looks nice all the time. They can be the one who stabs our back before we know it;
  4. The most effective approach in people management… Start nicely, if it doesn’t work, give reminder, if it doesn’t work again, be assertive, and if it still fails, it’s okay to be angry;
  5. Don’t guess, ask instead. Too much guessing what’s on other people’s mind will lead us to a terrible miscommunication;
  6. Have a problem with the boss? Talk to the boss. Have a problem with our staff? Talk to the staff. Bad mouth to our friends won’t solve anything at all;
  7. Don’t talk too much, don’t write e-mails, and don’t make any important decision when we’re angry. Give ourselves a break for a while;
  8. There should be a balance between reward and punishment;
  9. Avoiding the implementation of reward, punishment, and competition is not a good idea. Equality is NOT always a good thing, and equality could lead into an unfairness at work;
  10. Don’t preach anyone else while we still have the flaw in the same topic. It won’t give you any respect from others;
  11. Everything is not always as bad as we think it is… Try to be more positive;
  12. There is no such a thing like too difficult task to accomplish, everything is doable. It’s just the matter of whether the result is worthy to fight for;
  13. Most of the time, success is about our attitude. We’ve got to have that ‘success-attitude’, otherwise, no matter how smart we are, we will always be a nobody at work;
  14. 3 keys of successful career which works for me: exceed other people’s expectation, always do the right things to do (even if it doesn’t always look pretty), and a brilliant mind;
  15. Do not ask or demand more than the amount we have given to the Company. Compensate our flaws with our outstanding performance. We can’t be perfect, but at least, we have to be awesome;
  16. Don’t try too hard to be an angel at work, being a good human is already enough. An angel-wannabe won’t survive the rough bumpy road; and
  17. It’s never easy to determine our real friends at work, but at the end of the road, we will eventually see which one is real or fake. Do make friends in the office, but be careful.

Well It Feels Like a Broken Heart

Hari Kamis kemarin jadi hari terakhir gue kerja di Niro Group. Setelah 3 tahun kerja di perusahaan ini, akhirnya tiba waktunya buat gue memulai karier yang baru. Di hari terakhir gue itu, ada beberapa rekan kerja yang nanya sama gue, “Gimana rasanya kerja di hari terakhir?”

Pertanyaan itu selalu gue jawab dengan, “Yah, karena udah 1 month notice, sedihnya udah gue cicil, hehehe.”

Sebulan yang lalu, perasaan gue sedihnya luar biasa. Sedih karena tahu semua ini akan berlalu, sedih waktu mulai beres-beres ruangan gue di kantor, dan jadi tambah sedih karena ada beberapa teman, bahkan atasan, yang bilang sedih dengan resign-nya gue. Tapi memang benar juga… lama kelamaan, rasa sedih itu memudar dengan sendirinya. Gue udah lebih siap dengan perpisahan yang sudah stand by di depan mata. Ditambah lagi, gue udah ‘merayakan’ farewell party gue sampai empat kali sejak satu minggu sebelumnya. Empat farewell parties yang punya kesan tersendiri buat gue. Makanya saat gue sudah tiba di hari terakhir, gue benar-benar ngerasa tenang dan juga siap untuk saying goodbye.

Awalnya, everything was fine. Dari pagi sampe sore gue dan si bos bikin report bareng di ruang meeting. Sempet ambil foto yang posenya si bos bener-bener bikin ketawa banget deh. Sempet juga bercanda-canda dan memperdebatkan hal-hal yang nggak gitu penting. Pas jam makan siang, gue juga sempet foto-foto heboh bareng temen-temen cewek di kantor. Everything was just so normal, until my boss called me to his room to say goodbye…

Jadi ceritanya, sore itu si bos harus pulang lebih awal demi nganterin big boss dari Malaysia ke pameran Niro di JCC. Sebelum pulang, dia manggil gue ke ruangan dia buat saying goodbye. Sebetulnya, gue juga pengen ngomong beberapa hal sama dia, tapi yang ada gue cuma bisa diem aja! There was something I wanted to tell but I held it back. Entah karena nervous, entah karena gue lihat si bos sedang terburu-buru… atau emang dasar gue aja yang emang selalu canggung buat urusan beginian. Yang jelas sejak itu, mood gue langsung berantakan.

Suasana hati gue langsung muram, langsung berasa sedihnya, bahkan saat mobil gue mulai beranjak ninggalin kantor, mata gue mulai terasa panas dan nyaris aja meneteskan air mata. Trus yang paling gue nggak suka, hati gue beneran terasa agak sakit seolah ada sesuatu yang nusuk dari dalam… Gue juga jadi murung dan nggak nafsu makan sepanjang sisa hari itu, gue bahkan enggak nafsu makan Marugame udon kesukaan gue itu! Well… singkatnya, resign kali ini rasa sedihnya mirip-mirip kayak patah hati.

Gue masih ingat pertama kalinya gue bersedih sampe ngerasa ada yang sakit di dalam hati gue. Gue lupa kapan waktu persisnya, lupa pula apa yang jadi pemicunya, tapi satu yang pasti, gue pertama ngerasain itu waktu patah hati sama cinta monyet gue di SMA dulu. Saat itulah untuk pertama kalinya gue ngerti kenapa perasaan itu dikenal dengan istilah ‘patah hati’. Kenyataannya, emang terasa ada yang ‘patah’ di dalam hati gue ini.

Syukurlah kemarin pagi, keadaan jauh membaik dengan sendirinya. Sama seperti saat patah hati, rasa sedih gue selalu berkurang setiap paginya. Rasa sakit itu sudah hilang, dan gue mulai cukup menikmati liburan gue kemarin itu. Ada farewell ‘lanjutan’ mulai dari lunch, nonton, sampe dinner. I simply forgot all of the sorrow and enjoyed the day. Gue juga excited banget nemuin sling-back shoes Nine West yang diskon 10% pake CC BCA, hehehehe. Kemudian hari ini, gue juga kembali enjoy ngurusin bisnis kecil-kecilannya gue dan nyokap (kapan-kapan gue ceritain soal bisnis gue ini yaa).

Akhirnya pada saat gue nulis blog ini, gue tahu dengan sendirinya bahwa I will be fine, everything will be just fine. Of course I will miss Niro, I will miss my friends back there, I even will miss my ex-boss and all of his jokes, but I will be fine. Kalo mau dibandingin lagi sama patah hati jaman SMA itu, saat itu gue juga baik-baik aja kok. Gue langsung lupa sama si mantan gebetan saking sibuknya dengan kuliah gue. Sekarang ini gue bahkan udah enggak inget kapan terakhir kali gue ketemu sama si cowok itu… It was never as difficult as I thought it would be.

However… gue tidak mengharapkan hal yang sama antara gue dengan Niro. Gue enggak ingin putus kontak dengan teman-teman baik gue di sana (termasuk si mantan bos yang sudah gue anggap sebagai teman baik), gue enggak mau lantas lupa begitu saja dengan mereka semua hanya karena kesibukan di kantor baru, dan gue harap, mereka juga enggak akan begitu saja melupakan gue 🙂

Ya, resign dari Niro memang terasa seperti sedang patah hati, tapi gue enggak mau punya ending yang sama seperti saat gue beneran patah hati. Seperti yang gue tulis di farewell note; it’s not a goodbye, it’s until we meet again.

Thanks Niro for having me in these past three years… I will always remember you.