When I Miss My Old Friends

True friends Tadi malam, gue menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca ulang kumpulan tulisan lama dalam blog gue sendiri. Serangkaian tulisan yang mengingatkan gue dengan betapa menyenangkannya masa-masa yang sudah lalu itu. Tulisan yang bikin gue sadar… ada banyak orang dalam tulisan itu, yang sudah tidak lagi menemani keseharian gue beberapa tahun belakangan ini.

It seems like in the past two or three years, so many huge disappointments hit me over and over again. Banyak hal terjadi yang bikin gue jadi kehilangan kepercayaan sama beberapa orang teman yang sebetulnya, cukup berarti dalam hidup gue. Mulai dari teman-teman dari bangku sekolah sampai dengan teman-teman seperjuangan di EY dulu. Kejadiannya bermacam-macam, kesamaannya, gue selalu berakhir dengan pemikiran, “I have a new life, and I’m okay with losing them if they are not worth keeping like this.

Ada beberapa teman yang memang sebaiknya gue lupakan, secara mereka juga udah lupa gitu aja sama gue, atau karena apa yang sudah mereka lakukan benar-benar unacceptable buat gue, tapi ada juga beberapa orang yang setelah gue pikir-pikir lagi, mungkin dulu… sikap gue terlalu berlebihan. Ada pula dua atau tiga orang yang gue harap, keadaannya bisa sedikit berbeda supaya gue bisa tetap berteman baik dengan mereka semua.

Gue pernah ninggalin sahabat gue begitu saja hanya karena merasa sudah dibohongi. Tapi belakangan gue menyadari… siapa sih, yang tidak pernah berbohong sama sekali? Honest person is hard to find and if I insist about this, perhaps I will only end up all alone.

Gue juga pernah jadi kehilangan teman justru karena traveling bareng. Kejadian tidak menyenangkan selama perjalanan bikin gue jadi ngerasa malas keep in touch dengan mereja. Tapi kemudian gue berpikir… kenapa gue ngebiarin satu trip yang hanya berlangsung selama beberapa hari itu merusak pertemanan yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya? Gue sendiri bukan travel partner yang sempurna, jadi kenapa gue harus menyalahkan mereka sepenuhnya atas trip yang gue anggap tidak menyenangkan itu?

Ada pula teman cowok yang dulu banyak mewarnai keseharian gue. Kadang, gue kangen sama obrolan ngalor-ngidul kita, sama acara curhat-curhatan kita, bahkan… gue kangen dengan lelucon konyol yang dulu seringkali gue bilang tidak kreatif karena isi leluconnya selalu itu lagi dan lagi. Gue sering berharap, seandainya dulu gue dan dia nggak pernah iseng-iseng flirting, mungkin, gue dan dia masih bisa berteman baik sampai saat ini.

Ada satu lagi teman cowok yang sebetulnya sampai sekarang pun, gue enggak ngerti apa yang salah antara gue dan dia. Mungkin gue yang salah sangka, mungkin emang dia-nya aja yang enggak jelas apa maunya, tapi kalo mengingat hari-hari yang pernah gue lewatin bareng dia, apalagi kalo mengingat betapa baiknya dia dulu sama gue, gue jadi berharap seharusnya, gue jangan pernah menganggap dia lebih dari sekedar teman. Someday I want to be friends with him again, but it’s just not now.

Yang paling ironis, gue juga kehilangan teman baik karena urusan pekerjaan. Rasa kecewa karena service yang gue anggap tidak memadai membuat gue seperti harus memilih antara teman atau pekerjaan. Kalau gue pilih teman, ya sudah, harusnya gue biarkan saja report gue selesai ala kadarnya. Tapi jelas gue harus memilih pekerjaan… gue harus bisa bersikap tegas. Hanya saja masalahnya, saat itu gue bersikap kelewat tegas sehingga ujung-ujungnya, gue jadi kehilangan teman.

Memang benar bahwa dalam hidup ini, kita tidak boleh takut kehilangan orang-orang yang tidak patut dipertahankan. Tapi sekarang gue sadar… kadang-kadang, gue menjadikan hal itu excuse untuk lari dari masalah. Gue lebih memilih untuk back-off ketimbang harus repot-repot memperbaiki hal-hal yang harus diperbaiki untuk bisa mempertahankan pertemanan gue dengan mereka. Bahkan parahnya… saat mereka ingin berbaikan pun, gue tetap lebih memilih untuk menjaga jarak hanya karena takut konflik yang sama akan terulang lagi! And honestly… now I regret that decision and start to hope that I can make it right.

Tadinya gue pikir, yang sudah berlalu ya biarkan saja berlalu. Lebih baik gue fokus dengan teman-teman baru yang gue punya, atau dengan sahabat-sahabat lama yang masih setia menemani. Tapi setelah baca kumpulan tulisan gue bertahun-tahun yang lalu itu, gue jadi sadar… hidup gue akan lebih menyenangkan seandainya gue masih punya mereka untuk berbagi cerita, untuk menghabiskan waktu di akhir pekan, atau untuk sekedar chatting ngalor-ngidul seperti dulu… Kalau dipikir sekarang, aneh rasanya gue bisa nggak tahu apa kabar mereka, begitu pula sebaliknya, aneh rasanya kalau mereka tidak lagi tahu hal-hal besar yang terjadi sama hidup gue…

Sorry FriendsBanyak yang bilang, true friends will always find a way back to each other. Dan emang bener sih… kalo pada dasarnya sudah bersahabat erat banget, pasti akan selalu ada cara untuk berbaikan kembali. Tapi ya gue nggak tau juga… siapa yang bisa balik lagi kayak dulu, serta siapa yang hanya tinggal kenangan… I’ve tried to make-up with some of them, and frankly… I intentionally write this on my blog just to let them know how much I miss them.

Maybe we can be friends like we used to be, but if we can’t, I simply want to say… thank you for the memories and I’m so sorry for all the mistakes I’ve done. If it’s true that everything in life has its own price, then maybe losing you as friends was the price I’ve got to pay for my learning process to be a grown up. Yet again… it would be nice to have you back in my life. Whatever it will be, I sincerely wish you all a wonderful life  🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s