Kamu cowok dan pernah merasa minder dengan karier pasangan yang terlihat lebih cemerlang dibandingkan karier kamu sendiri? Jika iya, maka tulisan panjang ini wajib kamu baca sampai kalimat terakhir! Tulisan gue yang buat berdasarkan kisah nyata yang dialami teman cowok gue (sudah atas ijin pihak yang bersangkutan tentunya) yang kebetulan pernah juga gue alami sendiri.
Berawal dari random chat dengan si teman cowok pagi kemarin, obrolan kita sampai di curhatan dia soal pacarnya yang baru saja mendapatkan promosi. Mereka mulai berkarier di saat yang hampir bersamaan, tapi si pacar sudah mendapatkan lebih banyak promosi sepanjang karier-nya. Prestasi yang memang termasuk sangat cepat untuk usia mereka saat ini.
Yang mengagetkan, teman cowok gue ini bilang begini, “Apa sebaiknya gue putusin aja ya? Sekarang gue dan dia jadi nggak make sense! It’s not fair for her.”
Gue balas bertanya, “Dia pernah mempermasalahkan soal karier nggak? Sering ribut soal ini? Atau soal uang?”
Surprisingly, dia bilang mereka enggak pernah berantem soal uang atau karier. Malah termasuk jarang berantem selama lebih dari satu tahun pacaran.
“Tapi gue yakin banget, suatu saat hal ini pasti akan jadi masalah. Mumpung belum terlalu banyak kenangan, lebih baik putus sekarang, iya kan?”
Gue tanya lagi, “Lalu kalo enggak pernah ribut, saat bilang putus, elo mau kasih dia alasan apa?”
“Gue bisa karang alasan sih. The bad ones. Supaya dia benci sama gue dan lebih cepet move on.”
Gue malah menghela napas mendengar pengakuan teman gue ini. Emang sih, seharusnya gue berpihak sama dia yang notabene teman gue sendiri, tapi nyatanya, gue malah jadi simpati sama pacarnya itu. Bagaimana tidak? Cewek itu sekarang berada dalam posisi yang juga pernah gue alami beberapa kali sebelumnya. Pengalaman buruk yang amit-amit jika sampai harus terulang kembali.
Dengan sehalus mungkin, singkatnya gue bilang begini sama teman gue itu, “Kalo menurut gue, masalahnya bukan dia, tapi elo. Elo ngerasa insecure. Elo nggak yakin bisa menyamai prestasi karier dia dalam waktu dekat. You’re just too afraid AND you put all the weight on her.”
Lalu apa saran gue buat teman gue ini? Singkat saja: selesaikan masalah yang sebenarnya, dan, si pacar jelas bukan masalah yang harus dia bereskan.
Sebagai cewek yang (alhamduillah) termasuk dilancarkan jalan karier-nya, hal seperti ini sudah sangat tidak asing untuk diri gue sendiri. Sudah tidak terhitung ada berapa banyak cowok yang batal pdkt setelah tahu title yang gue tulis di Linkedin, business card, dan e-mail signature. Being a VP at this age is actually a bless and a curse! Dan masih jauh lebih baik jika cowok-cowok itu memilih mundur di tahap awal daripada cowok yang coba-coba tapi toh akhirnya menyerah juga.
Mau tahu apa sudut pandang gue tiap kali berada dalam posisi seperti ini?
- Gue enggak ngerti kenapa cowok-cowok ini sampai sebegitu mindernya. Kalo gue sampe suka sama mereka, itu artinya gue meyakini potensi yang mereka miliki. Mungkin saat ini, penghasilan gue memang masih melebihi mereka, tapi gue toh bukan sekedar mencari short-term relationship dan gue yakin banget bahwa kelak, mereka bisa menjadi lebih dari gue yang sekarang ini! I’m not a stupid girl anyway, so they should really believe me when I say they definitely can be a lot more than who they are!
- Apa yang membuat mereka berpikir berbuat jahat supaya gue ilfil akan lebih baik buat gue ketimbang mengakui ketakutan mereka yang sebenarnya? Takut dibilang loser? Well, the way I see it, if they give me up just because of my career, then their reasons (whatever it is!) will never matter to me anyway. Tapi setidaknya, mengatakan yang sebenarnya akan membuat gue merasa lebih baik. Tidak membuat gue merasa rendah diri atau merasakan sakit hati yang tidak perlu, serta tidak pula membuat gue terus saja bertanya-tanya, “Emangnya gue salah apa? Kurang di mana?”
- Bagaimana jika pengakuan mereka (soal insecurity yang mereka rasakan) malah membuat gue tidak mau melepaskan mereka? Well, that’s not gonna be the case, at least not to me! Alasannya sederhana saja, gue tidak menginginkan orang yang tidak menginginkan gue. Relationship tidak seharusnya serumit itu! Gue berhak mendapatkan orang yang berusaha keras untuk jadi bagian dari hidup gue dan bukannya sedikit-sedikit berpikir untuk melarikan diri… Gue juga toh enggak mau selamanya capek sendirian! It always takes two to tango, remember?
- Jika terus dijalankan, apa jaminannya suatu saat gue tidak akan pernah mengungkit masalah financial gap saat situasi sedang sulit-sulitnya? Memang tidak ada jaminan, secara gue juga hanya manusia biasa yang bisa khilaf, TAPI, kalaupun bukan masalah finansial, bukankah masalah-masalah besar lainnya akan selalu ada? Dengan siapapun juga, keadaannya pasti akan tetap sama, yang berbeda hanya jenis masalahnya saja! Lagipula, jika selama ini gue selalu bisa menjaga perkataan gue, kenapa sih mereka mesti sampai berpikir paranoid sampai sejauh itu?
- Jujur, gue betulan sering merasa mereka put the weight on me. Tanpa mereka sadari, keputusan yang mereka pikir demi kebaikan gue sendiri itu justru membuat gue merasa ada yang salah dari diri gue ini. Salah kah jika gue berjuang keras untuk mewujudkan mimpi-mimpi gue? Berjuang keras untuk memenuhi harapan kedua orang tua gue? Salah kah jika gue ingin membahagiakan diri sendiri dengan karier yang bisa gue banggakan?
Kembali ke teman cowok yang gue sebut di awal tulisan, berkaca dari pengalaman gue sendiri, gue bilang begini sama dia, “Gue tau kenapa sekarang elo tiba-tiba mempermasalahkan soal karier… You’ve started to fall for her, haven’t you?”
Secara tidak langsung, teman gue itu membenarkan. Dan memang ini yang dulu sering gue rasakan…. Cowok-cowok itu sangat sering berubah sikapnya justru di saat gue dan mereka sedang dekat-dekatnya. Satu pola yang sudah gue hapal luar kepala.
Dulu, gue sampai pernah mengeluh begini ke salah satu sahabat gue, “Gue udah melakukan semua hal yang dinasehatkan orang lain ke gue soal cowok. Mengangkat ego mereka. Minta tolong saat sebetulnya gue enggak perlu pertolongan. Secara terbuka memuji kelebihan mereka… Tapi tetap saja. They never chose to stay anyway.”
Mendengar pengakuan teman cowok gue ini membuat gue pada akhirnya menyadari… it’s not me, it’s them. Jika masalah utamanya terletak dalam diri mereka sendiri, maka apapun yang gue lakukan tidak akan pernah cukup untuk mereka. Kesalahan kecil saja akan tampak besar di mata mereka. Kesalahan kecil yang di kemudian hari akan mereka jadikan excuse untuk melangkah pergi.
Sebetulnya, tidak mudah untuk gue menulis topik yang satu ini. Bukan untuk berniat menyindir siapa-siapa, melainkan untuk berbagi sudut pandang yang mungkin tidak diketahui atau tidak disadari oleh semua orang. Siapa tahu, bisa jadi “penyelamat” bagi relationships lain yang sedang nyaris kandas hanya karena permasalahan finansial.
Pesan gue cukup satu saja… Uang, karier, dan kekayaan akan selalu bisa dicari. Tapi orang yang tulus mencintai dan menerima kalian apa adanya tidak selalu dengan mudah bisa kalian dapatkan. Dan kalaupun ada, tetap tidak akan ada orang yang sama persis seperti mereka; orang-orang yang mungkin akan segera kalian tinggalkan.
Hidup memang selalu dibentuk oleh pilihan… Jika memang perempuan yang sangat sukses karier-nya tidak sesuai dengan idealisme kalian sebagai laki-laki, sebetulnya itu memang murni hak kalian sendiri untuk memilih. Tapi, jika gue boleh bertanya, kenapa harus memilih memperjuangkan karier seorang diri jika ada yang bersedia menemani? Dan kenapa harus menyakiti orang yang niatnya hanya ingin menyayangi?
Think twice before you give her up… at some point, she may never come back from her pain. And maybe, it will be your loss, not hers. Think… before you break her heart any deeper.
100% buat Mbak Riffa
Pengalaman gw sebelumnya malah lebih parah Mbak. mantan gw malah blg “perempuan tuh di rumah aja gak usah kerja”. Waktu dia ngomong kyk gitu pengen rasamya menyela dia, cm krn aku bkn org yg suka perpanjang mslh, aku diam aja. Pada akhrnya dia menyerah dan malah memutuskan hbgn sepihak. Menurutku laki2 yg takut karirnya tersaingi sama pasangannya kalo mau cr pasangan ya jgn yg pendidikan tinggi krn ketika seorang perempuan mengenyam pendidikan tinggi, mereka pengen dapat khdpn yg lbh baik dgn cr ya kerja totalitas shg dpt promosi. Perempuan yg bekerja cm pengen khdpn yg lbh baik jika berumah tangga bknnya mau sombong atau pamer sm kerjaan atau jabatannya.
Sukses ya buat Mbak Riffa dan smg di tahun yang baru ini, semua cita2nya diijabah oleh yg Kuasa 🙏🏻
Setuju… Perempuan juga boleh punya cita-cita. Sayangnya, hal ini malah bisa mengakibatkan masalah dalam romantic relationship 😦
Tetap semangat yaa! Sukses buat karier kamu juga! Have a nice weekend!
Aku ada teman cowok yang memang berprinsip istrinya harus di rumah dan nurut dengan dia, jadi dia menetapkan pangsanya adalah wanita berpendidikan rendan dan pekerja dengan posisi resepsionis dan sejenisnya, buruh pabrik, yang intinya bergaji UMR. Dia berargumen dengan wanita seperti itulah dia bisa menerapkan prinsipnya. Dan itu memang terbukti di kehidupan pernikahannya.
Aku ada temen cowok yang memang kecenderungannya ingin istrinya bekerja dan menjadi partner bagi dia (termasuk suamiku 🙂 ), jadi dia menetapkan pangsanya dengan wanita berpendidikan dan punya keseriusan dalam menjalankan pekerjaannya. Dan itu memang terbukti di kehidupan pernikahan.
Ada juga temen cowok yang fleksibel saja.
Jadi kalo aku pelajari setiap cowok memang ada preferensi masing-masing mengenai wanita pendamping / istri ideal, tinggal kita sebagai cewek kenali diri kita mau jadi seperti apa. Nanti tinggal mencari yang sesuai saja. Tapi mencari yang cocok dan mau sama kita pastinya butuh usaha berliku, Heheheheheheheeee
Hehe… Indeed! Cari cowok yang kategori ke dua itu somehow jauh lebih sulit. Harus sabar banget. Thanks for sharing! I guess that you are a lucky one!