India Versus Jawa

Hari ini, ada satu lagi kejadian dodol yang gue alami.

Ceritanya hari ini gue, Mbak Del, Kak Monyk, dan Alex balik lagi ke klien kita yang di Cibitung. Lalu tadi, sementara gue, Del, dan Monyk lagi bikin working paper di lantai satu, si Alex ditugasin buat nagih data ke ruangan manajer dan asisten manajer di lantai dua.

Belasan menit sudah berlalu tapi Alex belum juga balik dari lantai dua. Tiba-tiba, dia malah nelepon Mbak Del pake hp-nya. Tapi entah kenapa, Mbak Del kelihatan bingung sama omongannya Alex. Akhirnya, karena dia enggak ngerti si Alex ngomong apaan, Mbak Del minta gue buat gantian ngomong sama si Alex.

“Hallo, Lex, ada apa?”

“Bla bla bla… rampung iki?”

Lho, si Alex kenapa ngomong pake bahasa Jawa. “Lex… ini Riffa, kenapa lo ngomong pake bahasa Jawa?”

“Iya, tau… bla bla bla…” dia ngomong Jawa lagi.

“Hei, I don’t understand you. What’s wrong?”

Bukannya jawab, Alex malah ngomong entah apa dan akhirnya telepon itu dia tutup begitu aja.

Lalu kata Monyk, mungkin si Djong pengen nyampein sesuatu yang rahasia sehingga terpaksa ngomong bahasa Jawa. Soalnya, kalo ngomong pake bahasa Inggris atau bahasa Indonesia takutnya kedengeran sama dua klien kita yang dua-duanya orang India asli itu. Akhirnya, gue pun diminta naik ke lantai 2 buat menemui Alex.

Pas sampe di atas…

“Lex, elo tadi kenapa sih?” tanya gue begitu Alex keluar dari ruangan si orang India.

Si Alex malah ketawa-tawa. “Tadi tuh gue sengaja ngomong Jawa. Abisnya gue sebel, dari tadi mereka berdua ngomong pake bahasa India melulu! Jadi ya gue bales aja ngomong sama elo pake bahasa Jawa biar gantian mereka yang bingung, hahahaha…”

Fuh… beginilah akibatnya kalo punya temen sekantor yang super aneh, hehe…

Les English Ala Gue, Enam Tahun Yang Lalu…

Tiba-tiba aja, gue kepingin nulis sesuatu tentang masa SMA gue. Bukan soal cowok, gue udah bosen ngebahas soal cowok-cowok itu… Toh kenangan masa remaja itu enggak melulu soal cowok kan?

Memori ini muncul kembali gara-gara ada temen sekelas 2-1 yang kirim comment begini ke Facebook gue, “Riffa… kita les Bahasa Inggris lagi yuk!”

Jadi sekitar enam tahun yang lalu, gue pernah bikin belajar Bahasa Inggris bareng seminggu sekali di rumah gue. Nah, dari acara belajar bareng itu, setidaknya ada 3 hal yang masih gue ingat sampai sekarang…

Kenangan Pertama

Sore itu gue lagi ngoreksi hasil pekerjaan teman-teman gue. Jadi ceritanya, gue bacakan sebuah kalimat dalam Bahasa Indonesia, kemudian mereka harus langsung menulis terjemahannya di dalam buku masing-masing. Awalnya, beberapa orang dari mereka masih menjawab benar. Begini kira-kira jawaban mereka waktu itu…

This is my house.

I have three sisters.

There is one student.

Lalu ada jawaban yang bikin gue bingung, tulisannya begini…

There are four tails chickens.

Nah, gue jadi bingung… Emang sejak kapan ayam punya buntut? Perasaan gue nggak ada bikin pertanyaan tentang buntut deh… Lalu pas gue cek lagi, ya ampun… ternyata dia bermaksud untuk nerjemahin: ada empat EKOR ayam!

Seisi ruangan pun jadi ketawa gara-gara kejadian itu.

Kenangan Ke Dua

Setelah acara belajar selesai, salah satu teman dengan inisial WR langsung duduk di atas bangku teras rumah gue buat pake sepatu. Lalu pas dia bangun, anak-anak yang lain pada heboh, “WR… itu rok belakang elo kena apaan?”

Awalnya gue pikir, paling juga dia dapet M terus tembus… Tapi nggak taunya… “Ya ampun WR… elo ngedudukin tai kotok!”

Oh my God… sumpah gue malu banget bisa-bisanya ada pup ayam di bangku teras rumah gue! Sejak itu gue ngotot bilang sama nyokap buat motong atau jual semua ayam yang dipelihara di pekarangan rumah. Awalnya nyokap menolak, tapi waktu flu burung mulai ngetren akhirnya nyokap gue menyingkirkan ayam-ayam itu tanpa perlu diminta lagi. Fiuh… lega…

Kenangan Ke Tiga

Waktu itu kita lagi belajar perbendaharaan kata sifat. Gue pun meminta mereka untuk menulis sifat dari teman-teman di ruangan itu. Dan tau nggak sih… hampir dari mereka semua menggambarkan gue dengan sifat VAIN alias doyan ngaca! Haha… nggak sangka ada banyak orang yang merhatiin kalo gue suka ngaca di dalam kelas, hehe.

See? Kenangan indah yang bisa bikin senyum-senyum sendiri itu enggak melulu soal gebetan lho. Hmm, jadi kepengen nulis lebih banyak tentang temen-temen SMA gue! Nanti ah gue mau buka diary jaman SMA sama diary kenangan yang ditulis temen-temen gue (tau kan… buku diary yang diedarkan untuk diisi-isi sama orang lain?). Nanti bakalan gue sharing di blog ini tulisan apa aja yang gue temukan dalam buku-buku itu!

Ok, nantikan tulisan gue selanjutnya 🙂

Emansipasi Salah Kaprah

I am an independent girl, but I am NOT a feminist. Karena tidak seperti kaum feminis pada umumnya, gue masih senang diperlakukan sebagai perempuan. Senang rasanya saat ada cowok yang bersedia memberikan tempat duduknya buat gue di dalam busway, atau saat ada teman cowok yang menawarkan diri untuk membawa kardus-kardus berat yang harus gue pindahkan. Selain itu, gue juga masih sangat menyukai hal-hal yang berbau romantis (ingat ya, romantis, bukan gombal!). Dan yang paling penting, gue tidak menyetujui pandangan kaum feminis bahwa kedudukan pria dan wanita harus setara dalam SEGALA hal.

Memang benar bahwa perempuan harus memperoleh kesempatan yang sama dalam mengeluarkan pendapat, menuntut ilmu, berkarier serta memperoleh hak yang setara dengan pria (misalnya, udah nggak jaman tuh perusahaan hanya memberikan asuransi kesehatan untuk karyawan laki-lakinya saja). Akan tetapi, dalam kehidupan berumah tangga, kedudukan seorang suami harus tetap lebih tinggi daripada kedudukan istrinya. Kenapa? Karena ibarat sebuah kapal, hanya akan ada satu orang yang menahkodainya. Artinya, kepala keluarga hanya tetap berjumlah satu dan sudah menjadi kodrat laki-laki untuk mengepalai sebuah keluarga.

Jadi salah besar kalau ada yang mengira gue ini tipe feminis tulen yang merasa bisa survive hidup seorang diri. Faktanya, gue justru suka bingung sama perempuan yang merasa bisa hidup tanpa laki-laki seumur hidupnya, apalagi penganut feminis yang sampe mutusin buat jadi lesbian! Ih, enggak banget deh… Memang benar pendapat mereka bahwa tanpa laki-laki pun kita sudah bisa menghidupi diri kita sendiri. But woman will always be a woman. We were born for having a guy to complete our life.

Singkatnya menurut gue, gerakan feminisme yang berlebihan adalah suatu bentuk emansipasi yang salah kaprah. Karena pada dasarnya, emansipasi hanya bicara soal kesetaraan hak untuk perempuan dalam menjalani kehidupannya. Dulu, Ibu Kartini hanya memperjuangkan hak perempuan untuk mengenyam pendidikan dan bukan mengajarkan bagaimana caranya hidup tanpa laki-laki, iya kan?

Maka dalam versi yang lebih modern, emansipasi berarti:

  1. Menyekolahkan anak-anak serta memberi fasilitas secara adil tanpa membedakan jenis kelaminnya;
  2. Memberikan kebebasan kepada istri untuk tetap meniti karier;
  3. Merekrut karyawan berdasarkan kualifikasi, dan bukan berdasarkan gender;
  4. Memberikan promosi berdasarkan prestasi. Walaupun dia itu perempuan yang sudah menikah, tapi kalau dia punya prestasi yang cemerlang, kenapa tidak?
  5. Memberikan benefit yang setara antara karyawan perempuan dengan karyawan laki-laki;
  6. Menaruh hormat kepada atasan, meskipun dia itu seorang perempuan;
  7. Memberikan hak yang setara kepada perempuan untuk mengeluarkan pendapat;
  8. Menghargai dan mendukung perempuan dengan cita-cita setinggi langit dan bukan malah menghindari apalagi mencibir karena sirik.

Bentuk emansipasi salah kaprah lainnya seringkali datang dari para kaum lelaki. Berhubung sudah jaman emansipasi, mereka (cowok-cowok jaman sekarang) cuek aja duduk manis di dalam bis ketimbang ngasih tempat duduknya buat ibu-ibu bahkan nenek-nenek yang berdiri di depan mereka. Gue pernah lho, naik bis penuh sesak dalam keadaan sakit dan terpaksa berdiri, lalu cowok di depan gue bukannya iba ngelihat muka pucat plus batuk-batuk gue, eh, dia malah enak-enakan tidur di tempat duduknya itu! Dalam hati gue gemes banget; dia itu laki apa bukan sih???

Sekali lagi gue tekankan bahwa emansipasi hanya bicara soal kesetaraan hak dan bukan suatu upaya pembuktian bahwa perempuan itu pasti lebih hebat daripada laki-laki dalam segala hal di dunia ini. Gimanapun secara fisik, laki-laki diciptakan lebih kuat daripada perempuan. Jadi syukurilah anugerah itu dengan tetap bersikap gentle. Enggak perlu lah bukain pintu atau narikin kursi, secara buka pintu dan narik kursi toh bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Tapi soal ngangkat barang-barang berat, jemput si pacar lewat tengah malam, kasih tempat duduk buat manula, ibu hamil, dan orang sakit itu HARUS dilakukan selama kalian para cowok masih mampu untuk melakukannya. Kalian masih pengen dihormati dan diakui kejantanannya toh? Jadi cobalah belajar how to be a gentle man dan bersedia berusaha lebih keras untuk memperlakukan perempuan dengan baik.

Tulisan ini akan gue akhiri dengan tambahan tips buat sisi cewek maupun tips buat sisi cewek.

Buat teman-teman cowok, cobalah pahami keingin kami (para cewek-cewek masa kini:) untuk meraih cita-cita kami dalam hidup ini. Kami juga punya mimpi, kami juga bekerja keras untuk mewujudkannya, tapi kenapa seringkali semua itu harus kandas atas nama cinta? Rasanya miris banget setiap kali ngelihat cewek yang dipaksa untuk memlih antara karier atau pernikahan… Padahal cita-cita itu tidak hanya bicara soal uang, tapi juga aktualisasi diri, kehidupan sosial, kepuasan dan kebanggaan dalam berprestasi. Jadi daripada merasa terancam, kenapa kita tidak saling bahu membahu saja dalam mengejar mimpi kita bersama?

Buat teman-teman cewek akan gue bagi menjadi dua golongan tips.

Yang pertama tips buat perempuan dengan pola pikir yang masih konvensional. Gue tidak akan menganggap enteng pilihan seseorang untuk menjadi ibu rumah trangga yang seutuhnya. Ngurus rumah dengan segala tetek bengeknya adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Meski demikian, jangan lantas bermulut nyinyir kepada perempuan yang sibuk mengejar karier di luar sana. Jangan berusaha membuat hidup orang lain menderita dengan mengatai dia terlalu ambisius apalagi mengatai dia bakal jadi perawan tua yang hidupnya tidak bahagia! Sungguh ironis fakta bahwa hidup perempuan seringkali menjadi lebih sulit karena keberadaan perempuan lain dalam lingkungannya.

Lalu buat para perempuan mandiri masa kini, please berhenti membohongi diri bahwa kita pasti bisa hidup bahagia seorang diri. Ok saat ini kita bahagia, tapi sampai kapan? Sanggupkah kita menjalani masa tua kita seorang diri? Berpasangan memang pasti mendatangkan begitu banyak masalah baru, tapi tetap saja jutaan orang di dunia ini lebih memilih untuk hidup sampai tua bersama pasangannya, iya kan? Jangan lupa bahwa bagaimanapun, manusia dilahirkan berpasang-pasangan… Tips lainnya, cobalah untuk sesekali mengurangi kadar kemandirian kita dalam kehidupan sehari-hari. Biarkan si pacar menggandeng lengan kita saat akan menyeberang jalan, berikan senyuman tulus dan ucapkan terima kasih saat pasangan memberikan kejutan, dan jangan pernah mengatakan pada orang yang kita cintai bahwa hidup kita akan baik-baik saja meski tanpa kehadirannya.

Jujur sampe sekarang gue sendiri masih mengalami dilema ala perempuan Indonesia. Gue pengen banget kuliah lagi, tapi gue takut nanti malah jadi perawan tua. Gue juga punya ambisi karier setinggi langit, tapi lagi-lagi, gue takut nanti malah jadi perawan tua! Maka besar harapan gue, tulisan ini akan memberi kontribusi berupa pola pikir yang lebih bijaksana soal konsep emansipasi.

Untuk gue sendiri, gue lebih memilih untuk tetap mengejar apa yang gue cita-citakan dalam hidup ini. Konon katanya, kelak kita akan lebih banyak menyesali hal-hal yang tidak kita lakukan selagi muda daripada menyesali kegagalan yang pernah kita lakukan di waktu yang lalu. Dan pastinya, gue tidak ingin menghabiskan masa tua gue dengan tenggelam dalam penyesalan. Soal jodoh, gue percaya bahwa itu semua sudah ada yang mengatur. Gue nggak ngerasa perlu takut sama cowok yang membatasi kehidupan karier pasangannya karena toh secara otomatis gue emang enggak respek sama cowok seperti itu.

Lalu kalo soal pilih-pilih cowok sih, jawaban gue simpel aja: kita harus teliti sebelum membeli kan, hehe… Lagipula sebetulnya gue enggak segitu pemilihnya kok. Emang dasar aja gue belum beruntung buat urusan asmara… Tapi emang sih, pada dasarnya gue bukan tipe orang yang bersedia pacaran sama siapa aja asalkan dia suka sama gue. I need someone who treats me as a person, and in the same time, he has a quality to make me have a will to put my faith and respect in him. Dan pastinya, cowok itu tidak boleh memiliki pemahaman yang salah kaprah soal emansipasi, hehe…

Akhir kata, selamat hari Kartini! Mari kita rayakan dengan penuh syukur karena setidaknya, pada jaman ini diskriminasi gender telah berkurang sedikit demi sedikit. Let us keep the good work ok!

Where Rainbows End

Gue baru aja selesai baca novel yang berjudul Where Rainbows End. Novel ini bercerita tentang Alex dan Rosie, dua orang yang sudah bersahabat sejak umur 5 tahun, tetapi baru menyatu sebagai sepasang kekasih saat sudah berusia 50 tahun! Setelah sekian banyak rintangan, cobaan, dan gangguan, akhirnya mereka bisa leluasa mengutarakan cinta…

Seperti biasa, gue penggemar berat kisah cinta platonik alias kisah cinta antar sahabat, dan Where Rainbows End baru aja bergabung dalam daftar novel favorit gue.

Kenapa novel ini diberi judul Where Raibows End? Karena ada satu adegan yang menyebutkan, si Rosie ini ibarat seseorang yang tidak pernah letih mencari tempat di mana pelangi akan berakhir. Lalu meski tidak disebutkan di akhir cerita, gue ingin menyimpulkan bahwa pelangi itu dimulai dari hati kita lalu berakhir di dalam hati orang yang kita cintai.

Novel ini seperti hendak menyampaikan bahwa kita tidak selalu mendapatkan apa saja yang kita inginkan dalam hidup ini. Seringkali, kita harus terlebih dahulu melewati begitu banyak jalan berliku nan terjal sebelum sampai di tempat tujuan. Sama seperti Rosie dan Alex yang harus menunggu 45 tahun untuk mengabadikan cinta mereka berdua…

Meski begitu, jujur gue pribadi tidak menginginkan hal seperti itu terjadi dalam hidup gue nanti. Nunggu orang yang gue cintai selama 45 tahun? Yang bener aja! Masa’ gue dan dia baru bersatu saat sudah mulai berkeriput, sudah mulai sakit-sakitan, dan sudah tidak lagi memiliki jiwa muda yang menggelora?

I want to spend a lot of time with someone whom I love. I want to have two or three children and watch them growing up together with my beloved one. I want to have him in every important moment of my life. So why should I wait for 45 years if I already found the person when I was young?

Intinya, gue cuma mau bilang, kebahagiaan dalam hal mencintai dan dicintai itu seringkali harus dicari. Kalo kata film Prime: love is work. Lalu kalo kata film My Best Friend’s Wedding: if you love somebody, say it, or the moment will pass you by.

Cinta memang jatuh dari atas langit; dia datang sendiri tanpa pernah kita minta kehadirannya di dalam hati. Akan tetapi, memperoleh kebahagiaan bersama orang yang kita cintai tidak turun begitu saja dari atas langit! Butuh perjuangan, pengorbanan, bahkan luka dan air mata untuk membuat cinta itu menjadi abadi.

Well, sebut gue sok tahu, karena gue terus aja berteori kayak gini meskipun gue sendiri belum menemukan seseorang yang gue cari, hehe… Tapi, kalo nanti gue udah ketemu sama orangnya, I will have my rainbow ends inside his heart (tanpa perlu menunggu jadi nenek-nenek terlebih dahulu, hehe…).

Happy hunting for your rainbow!

 

When I Hate Something Inside of Me…

Terkadang gue ngerasa enggak comfort sama diri gue sendiri. Orang bilang punya sifat skeptis, instingtif, dan analitis itu hal yang bagus banget. Tapi belakangan ini, gue justru ngerasa enggak nyaman sama tiga sifat gue tersebut.

Contohnya begini…

Gue bisa menebak atau memahami sesuatu hanya dengan petunjuk yang sedikit.

Misalnya, gue bisa nebak siapa suka sama siapa hanya dengan petunjuk berupa hal-hal yang sangat kecil. Mau bukti? Gue kasih tipsnya…

  1. Tentukan target;
  2. Buka Facebook-nya;
  3. Pertama-tama buka koleksi fotonya;
  4. Cari foto yang berisi banyak orang;
  5. Perhatikan urutan tag-nya. Orang yang pertama kali dia tag dalam foto tersebut, kemungkinan besar orang yang paling dekat dengan dia atau orang yang paling sering dia pikirkan;
  6. Apabila orang tersebut seringkali di-tag dalam urutan pertama dalam foto-foto dia yang lainnya, percaya deh, kemungkinan besar dia suka sama orang yang di-tag itu (dengan catatan orang itu pastinya lawan jenis target elo itu dong ya…);
  7. Lakukan hal yang sama dengan notes. Perhatikan siapa lawan jenis yang paling sering dia tag.

Ini baru satu cara. Gue punya seribu satu cara lainnya untuk menebak hal-hal yang terjadi di lingkungan gue. Mungkin kedengarannya hal seperti itu mengasyikan. Malah senior gue juga bilang salah satu kelebihan gue adalah gue bisa memahami suatu pekerjaan hanya dengan instruksi yang sedikit. Tapi enggak enaknya, terlalu mudah menebak sesuatu sering membuat gue ngerasa sedih. Kenapa? Karena dengan kemampuan itu, gue juga jadi bisa nebak siapa-siapa aja yang enggak suka sama keberadaan gue, atau siapa aja teman yang tiba-tiba enggak ngerasa nyaman dengan kehadiran gue.

Percaya deh, isi hati manusia adalah sesuatu yang paling tidak ingin kita dengar secara keseluruhan. Pastilah suatu malapetaka kalau kita punya kemampuan supranatural untuk membaca pikiran orang lain kayak si Edward Cullen itu. Kenapa bisa begitu? Karena kita semua punya sisi kejam, punya kata-kata pedas yang hanya tersimpan di dalam hati. Jadi memang benar bahwa pada dasarnya, tidak ada manusia yang 100% jujur dalam kesehariannya.

Gue tidak akan menyalahkan orang lain yang tidak menyukai gue tanpa dasar. Toh kita semua pernah membenci orang lain hanya karena tampilan luarnya saja kan? Lagipula hidup itu relaistis aja lah… Enggak mungkin juga SEMUA orang di dunia ini bisa suka sama kita, iya kan?

Yang gue sayangkan adalah orang-orang terdekat (keluarga besar, teman, sahabat, rekan kerja dsb…) yang terlalu jauh antara mulut dengan hatinya. Enggak perlu terlalu jujur, tapi enggak perlu juga memakai topeng yang kelewat tebal. Masalahnya adalah, meskipun mereka berusaha menyembunyikan, seringkali gue bisa dengan mudah menemukan apa yang mereka sembunyikan itu dengan sendirinya…

Kejujuran memang tidak selamanya menyenangkan. Tapi menemukan kejujuran yang disembunyikan jauh lebih tidak menyenangkan lagi. Itulah alasannya kenapa gue sebal dengan kemampuan gue yang bisa dengan mudah menebak begitu banyak hal di sekitar gue. Kesannya tuh kayak gue jadi orang yang super sensitif, suka mendramatisir, membesar-besarkan masalah dsb… Padahal intinya mereka enggak tahu bahwa gue udah tahu hal apa saja yang mereka sembunyikan dari gue. Dan kalo sampe gue udah mengambil tindakan, baisanya tuduhan itu udah bukan modal insting doang. Gue juga punya fakta-fakta yang menguatkan tuduhan gue tersebut. Tapi tetep aja, meskipun udah tahu, gue lebih memilih untuk diam sehingga akhirnya malah gue sendiri yang makan hati.

Kadang gue iri sama teman-teman yang masih saja bersifat naif meskipun sudah berusia dewasa. Mereka enggak sensitif sehingga enggak perlu ambil pusing sama something wrong yang terjadi di sekitar mereka. Gue juga iri sama orang-orang  yang bisa cuek aja meskipun tau dia sering jadi bahan omongan orang karena sikapnya yang suka teriak-teriak depan umum, yang suka kelewat lebay, bossy, yang super aneh, yang super pelit, dsb… Katanya sih, kalau kita ingin kebal seperti mereka, kita harus belajar jadi orang yang cuek. Bahkan sadisnya, ada pula yang bilang kita harus mematikan peranan hati dan perasaan kita. Maksudnya, jangan suka main perasaan dan serahkan semuanya kepada logika.

Gue kenal beberapa orang yang punya prinsip trust nobody. Ada pula orang yang enggak percaya sama persahabatan. Ada juga orang yang lebih memilih hidup sendiri ketimbang tinggal satu atap dengan orang lain yang ujung-ujungnya hanya membawa malapetaka.

Duh, gue enggak bisa, bener-bener enggak bisa hidup seperti itu. Gue enggak mau sampe kehilangan hati nurani, gue enggak mau membatasi kedekatan gue dengan orang lain… Gue masih ingin percaya bahwa pada dasarnya, setiap orang itu punya sisi baik dalam diri mereka… Dan yang paling utama, gue enggak mau hidup sendirian!

Biar kata tante-tante gue hobi banget ngomel-ngomel dan ngomongin orang, tapi tanpa mereka hidup gue terasa kurang ramai.

Biar kata temen-temen sekantor gue punya sikap ajaib yang terkadang bikin hati panas, tapi pekerjaan gue akan terasa membosankan tanpa mereka.

Biar kata sahabat-sahabat gue suka moody dan bersikap sesuka hati, tapi tanpa mereka gue ngerasa ada yang kurang dari kehidupan gue.

Biar kata adek-adek dan orang tua gue suka bikin gue sebel setengah mati, tapi apa jadinya hidup gue tanpa mereka?

Jadi sekali ini, apapun temuan yang gue dapatkan dengan kemampuan ajaib itu, gue masih mencoba percaya bahwa mereka masih punya itikad baik dalam dirinya. Gue masih ingin percaya bahwa di dunia ini, masih ada orang-orang yang memang terlahir untuk menemani kehidupan gue.

Makanya, buat semua temen-temen gue, atau siapapun yang mengenal gue, kalau ada masalah apa-apa ya bilang aja. Karena seringkali, apa yang kalian simpan itu hanya sebuah prasangka belaka. Kritik memang tidak menyenangkan, tapi kritik masih jauh lebih baik daripada memendam semua permasalahan itu seorang diri. Please trust me that I’m not someone who’s willing to hurt you or something. I’m not an angel, but I’m not an evil, okay?

Notes: Setelah dipikir-pikir lagi, masih lebih baik kalo kita dengan mudah menebak siapa saja orang yang tidak menyukai kita ketimbang orang yang tidak tahu bahwa lingkungannya sangat-sangat membenci dia. Kenapa? Karena biasanya orang seperti itu jadi merasa tidak perlu memperbaiki dirinya… Let us trying to be a new person together🙂

I’m Sick Today

Selama ini gue meyakini bahwa apabila gue sampe enggak masuk sekolah/kuliah/kerja bisa dipastikan hanya karena satu dari dua macam penyakit berikut ini:

  1. Radang tenggorokan, penyakit yang paling sering gue derita dengan level terparah gue sampe berhalusinasi ngelihat Lingmoco masuk ke kamar gue sambil membawa baskom berisi kompresan! Tau kan… Lingmoco si kakak seperguruannya Bibi Lung di serial Yoko bertahun-tahun yang lalu itu?
  2. Infeksi lambung. Seumur hidup baru pernah menderita penyakit ini dua kali dan dua-duanya terjadi persis pada saat gue sedang berusaha untuk menaikkan berat badan… See? Badan kurus itu bukan maunya gue!

Nah, selama seminggu ini, gue ngerasain gejala yang tidak mirip dengan gejala khas radang tenggorokan dan gejala khas infeksi lambung.

Gejala pertama: Sejak dua minggu yang lalu badan gue pegel-pegel melulu. Setiap nginjek lantai sehabis bangun tidur tuh rasanya kaki gue agak-agak gimana gitu. Kemudian level pegelnya badan gue nambah parah gara-gara gue sok-sok-an nge-gym diikuti dengan olahraga renang selama setengah jam.

Gejala ke dua: Pusing dan sakit kepala yang juga termasuk penyakit langganan gue itu kumat lagi. Tapi so far rasa sakitnya masih bisa ditahan sehingga gue enggak pernah ngerasa sampe harus bolos cuma gara-gara pusing atau sakit kepala.

Gejala ke tiga: Pegel-pegel mulai berubah jadi rasa sakit. Pertamanya sakit di siku tangan kiri. Rasanya tuh kayak nyeri-nyeri yang kalo dipaksakan bawa yang berat-berat, maka akan terasa nyeri yang menjalar sampe ke punggung.

Gejala ke empat: Gantian kaki kiri (mulai dari telapak kaki sampe betis) gue yang terasa sakit. Rasa sakit itu awalnya hanya terasa setiap kali berubah posisi dari duduk diam menjadi berjalan. Tapi tadi malam… alamaaak… kaki gue serasa dipuntir dari dalam!

Gejala ke lima: Cepet capek dan cepet kehabisan napas yang berpengaruh terhadap rusaknya konsentrasi. Kemaren pagi, setelah setor muka di lantai 5, gue naik tangga ke ruang locker di lantai 6. Sampai lantai enam, gue langsung ngos-ngosan karena capek. Lalu begitu gue masukkin kunci ke pintu locker, aduuuh… kenapa kuncinya nggak mau masuk sih? Pas gue lihat lagi… oh la la… ternyata gue salah ngeluarin kunci! Yang gue keluarin itu ternyata kunci gembok rumah tante gue!

Gejala ke enam: Perut serasa enggak enak (tapi gue pikir bisa jadi karena lapar dan/atau karena PMS).

Gejala ke tujuh: Tadi pagi, begitu mendengar alarm berbunyi, gue langsung bangkit dari tempat tidur, tapi… ouch! Kepala gue berat banget! Ok, gue berbaring lagi… sampe tau-tau tante gue masuk ke kamar lalu bertanya, “Kamu nggak kerja?”

Gue ambil hp lalu melihat jam yang tertera di layar… What??? Udah jam 8 pagi?!? Mencoba bangun lagi… ternyata kepala gue masih sakit, badan gue juga pegel-pegel setengah mati.

Tante gue langsung mebghampiri, “Sakit ya?”

Gue enggak menjawab dan berusaha mengumpulkan nyawa.

Si Tante meraba jidat gue… “Yee, badannya panas nih! Udah enggak usah kerja.”

Dan jadilah hari ini gue enggak pergi kerja. Ah… ternyata bukan cuma radang tenggorokan dan infeksi lambung yang berhasil bikin gue membolos! Eh, tapi masa’ gue dikira pura-pura sakit karena ada interview di perusahaan lain lho. Jadi ceritanya, pas gue ijin sakit, senior gue di EY bales begini via SMS:

Yasud nga apa2,istirahat dl aja riff n salam buat dokter wawannya ya.he3

Padahal gue beneran lagi sakit lhooo, suer, hehe… Hhhh… perut gue masih aja mual nih! Payah deh.

 

Impian, Yang Tertunda…

Badan terasa lengket… pegal-pegal… kepengen mandi dan pergi tidur. Tapi dari tadi gue masih ngotot ingin menulis sesuatu untuk blog ini. Ketik… hapus… ketik lagi… hapus lagi… Bingung mencari kata-kata, merangkai kalimat, tapi rasanya kok ya hati ini resah dan gelisah kalo belum menyampaikan uneg-uneg yang bahkan udah sampe kebawa mimpi ini…

Ok, jadi masalahnya adalah: gue sedang mengalami dilema soal karier, cita-cita, dan masa depan gue. Gue udah kehilangan soul untuk mempertahankan pekerjaan gue sebagai auditor. Gue ngerasa gue enggak bekerja cukup baik untuk EY. Dateng telat, lebih memilih baca e-mail lucu daripada nyelesain pekerjaan, nunda ini nunda itu sampe akhirnya bener-bener kelupaan, niat dateng ke kantor cuma buat ngeceng doang…

Gue jadi ngerasa malu sama diri gue sendiri. Gue ngerasa nggak pantas dengan segala macam pujian yang pernah gue terima di kantor ini. Gue ngerasa ilmu pengetahuan gue enggak banyak berkontribusi, gue ngerasa tingkat ketelitian gue menurun tajam, ah, pokoknya gue kangen banget dengan Riffa yang masih bekerja untuk Accurate.

Dulu di kantor yang lama, gue rela lembur tanpa dibayar. Enggak ada yang nyuruh lembur, tapi gue kepengen lembur, untuk menyempurnakan pekerjaan gue. Prinsip gue saat itu, gue enggak mau ninggalin klien dengan database yang belum sempurna. Tapi sekarang? Pulang tango serasa anugerah! Duduk gelisah, pikiran kacau, setiap kali malam datang menjelang sedangkan gue masih aja berpakaian rapi, di depan laptop, di kantor klien.

Dulu gue rela hari ini klien di Tangerang besoknya klien di Cikarang. Gue rela bangun Subuh kalo si kantor klien letaknya jauh dari rumah, rela bersusah payah untuk mencapai kantor klien yang terletak di berbagai penjuru kota, bahkan gue rela untuk membantu klien di hari Sabtu maupun Minggu. Tapi kalo sekarang? Abis shalat Subuh gue tidur lagi sampe jam 7. Kalo bisa enggak usahlah bolak-balik ke kantor klien melulu. Males banget disuruh balik ke kantor klien yang di Cibitung itu… Kerja Sabtu-Minggu? Please deh, kapan gue punya waktu untuk bersenang-senang?!?

Aduh, Tuhan… gue yang pemalas ini mirip banget dengan gue waktu jaman-jaman baru jadi anak SMA! Gue pengen kerja yang rajin, kerja yang cepat, selesai tepat waktu… Tapi gimana ya, gue enggak cinta sama kerjaan gue… I have no soul for working on it! Malah mungkin, sisi iblis dalam diri gue membisiki gue seperti ini, “Udah… enggak usah terlalu diniatin… toh sebentar lagi elo mau cabut dari sini kan?” Padahal sampe sekarang gue masih aja nyangkut di sini…

Sebenernya siapapun juga bisa aja resign terus cari kerja di tempat yang lain. Tapi gue enggak mau mengulangi kesalahan yang sama: meninggalkan pekerjaan lama untuk pekerjaan baru yang belum tentu cocok untuk gue lakoni. Intinya, gue enggak boleh lagi terburu-buru seperti dulu.

Sejujurnya gue punya satu pekerjaan impian, tapi untuk mencapainya, gue harus bersabar. Masih banyak yang harus gue upgrade dalam diri gue ini supaya bisa diterima di profesi impian tersebut. Sekarang gue sedang mencari perusahaan yang setidaknya menawarkan profesi yang mirip-mirip dengan profesi impian gue. Anggap saja sebagai batu loncatan menuju impian yang sebenarnya itu. Dan selama gue belum menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, gue jelas harus tetap bertahan di EY, iya kan?

Makanya, karena bertekad untuk resign tidak pernah berhasil membuat gue benar-benar resign, sekarang gentian sisi malaikat dalam diri gue yang seolah berkata, “Kerja harus yang niat… suka nggak suka, kamu kan digaji sama EY untuk menyelesaikan pekerjaan itu!”

Yeah, kali aja dengan begitu, gue bakalan nemu pekerjaan sesuai keinginan sehingga akhirnya bisa resign dengan terencana;) Wish me luck yaa, hehe…