Even if I Fail a Hundred Times…

Sejak kecil dulu, bokap sering bilang gue ini enggak jago matematika. Gue butuh waktu yang luar biasa lama hanya untuk menghapal perkalian 1 sampai 10. Nilai matematika gue sampe pernah dapet merah waktu SMA dulu. Gue juga gampang banget lupa sama segala sesuatu yang berhubungan dengan angka. Gue cuma ingat tanggal lahir gue sendiri, dan gue cuma hapal luar kepala nomor hp gue dan nomor hp bokap gue. Itupun nomor bokap pernah sengaja gue hapalkan buat keperluan future emergency aja.

Kelemahan gue terkait angka terus terbawa sampai gue mulai kerja. Gue bukan tipe accounting manager yang akan langsung ingat saat ditanya, “Tahun lalu PBT kita berapa ya?” Duh… jangankan net income tahun lalu… Net income bulan ini pun, bisa jadi gue udah lupa lagi. Nggak heran kalo gue jadi ketergantungan banget sama kalkulator dan Excel sheet. Makanya tiap kali meeting, bisa dipastikan gue masuk ke ruang meeting dengan membawa si laptop dalam pelukan, hehehe.

Awalnya, kelemahan gue yang satu ini sama sekali tidak gue anggap sebagai a big thing. At least, gue udah terbukti bisa more than survive kerja di bidang finance and accounting yang notabene sangat identik dengan angka-angka. Dengan modal jago Excel saja sudah cukup bikin gue ngerasa safe dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Everything was fine, until I found out that I need to obtain GMAT score if I wish to apply for MBA program. Right when I knew about this, I was dead inside. Masalahnya adalah: GMAT terkenal dengan tes matematika yang luar biasa susahnya 😦

Gue menghabiskan waktu lebih dari satu tahun lamanya hanya untuk apply for GMAT preparation class. Tidak pernah terbayang di benak gue bahwa someday gue harus ikutan ‘kursus matematika’. Dengan alasan sibuk dan sering lembur, gue menunda aplikasi gue itu. Gue terus menunda… sampai pada akhir tahun 2013, gue seperti mendapatkan ‘a wake-up call’. Dalam sekejap, gue langsung sadar… kalo gue bener-bener pengen kejar beasiswa MBA, maka suka nggak suka, gue harus bersedia menghadapi GMAT. Maka tanpa pikir panjang, gue langsung daftar kursusnya dan langsung bayar di muka keesokan harinya.

Sejak kemarin, ceritanya gue terpaksa ikut motivational training and annual sales meeting yang diselenggarakan selama 3 hari 2 malam di salah satu hotel di Jakarta. Padahal besok itu hari pertama gue kursus, eh gue malah harus nginep di hotel segala. Jadilah tadi malam gue lembur di kamar hotel hanya untuk belajar GMAT. Maksud gue at least, saat hari pertama kursus, gue udah punya bayangan lengkap GMAT itu seperti apa. Ibaratnya jaman kuliah dulu, gue harus baca bukunya dulu, minimal satu bab, sebelum kelasnya dimulai.

Tadi malam, dalam rangka belajar, gue download software simulasi GMAT yang disediakan MBA.com. Lalu tanpa pikir panjang, gue memulai simulation test perdana gue. Session pertama masih gampang, karena writing itu kan emang udah hobi gue banget. Tapi begitu gue mulai masuk ke sesi qualitative… baru soal pertama, gue langsung frustasi. Banyak soal yang saking susahnya, gue asal nge-klik aja salah satu pilihan yang ada. Badan langsung terasa capek, kepala panas, pusing, stres, pesimis dan putus asa…

Berbagai pikiran negatif langsung melintas di benak gue…

“Aduh… besok lusa di tempat kursus, udah pasti gue yang paling oon.”

“Aduh… jangan-jangan GMAT score gue di bawah rata-rata manusia pada umumnya.”

“Aduh… mana mungkin gue bisa dapet beasiswa MBA kalo perkalian 1 sampe 10 pun gue udah ada yang lupa-lupa inget.”

“Apa mendingan gue apply beasiswa tahun depan aja ya? Tahun ini udah nggak keburu kayaknya… GMAT gue pasti masih jeblok gini nilainya…”

Sampai akhirnya… “Aduh sudahlah… gue kerja jadi Accountant seumur hidup juga nggak papa lah. Mungkin, gue cuma belum menemukan accounting job yang tepat?

Dalam keadaan putus asa, gue tekan “Pause Exam” di layar laptop gue. Gue hentikan sejenak simulasi GMAT gue itu. Gue langsung beranjak ke kamar mandi, bersihin make-up, cuci muka, dan ganti baju tidur. Saat itulah, tiba-tiba gue teringat dengan video yang diputar di motivational training kemarin pagi. Pernah dengar Nick Vujicic? Pria asal Australia yang terlahir tanpa lengan dan kaki…

Di video itu, Nick memperagakan dirinya tengah terjatuh. Dan dalam keadaan tengkurap, dia berkata kepada audience-nya, “I’m down here. Face down. And I have no arms, no legs. It should be impossible for me to get back up. But it’s not. You see, I’ll try 100 times to get up.  And if I fail 100 times… if I fail and I give up, do you think I’m ever going to get up? No. But if I fail, I try again, and again, and again.”

Setelah mengingat video itu, gue bilang sama diri gue sendiri, “Even if I fail a hundred times, I will try again a hundred times. Again, and again, and again.”

Waktu di Binus dulu, gue pernah terpaksa mengikuti mata kuliah matematika bisnis. It was a nightmare for me… but you know what? Gue bukan cuma berhasil lulus dari mata kuliah itu, tapi juga bisa bawa pulang angka 90 di transkip nilai gue. Gimana caranya? Gue belajar dari 0; belajar dari buku matematika anak SMP (atau SD?) yang membahas soal aljabar dasar. Satu buku matematika bisnis pun gue lalap habis dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Gue lalu berpikir… jika waktu kuliah dulu gue bisa dapat nilai 90, kenapa sekarang tidak?

GMAT memang jauh lebih sulit daripada matematika bisnis, tapi jika tidak dicoba dulu, bagaimana gue bisa tahu berapa nilai yang akan gue bawa pulang? Kalaupun nantinya gue gagal mendapatkan skor yang gue inginkan, bukankah gue masih bisa mencoba lagi?

Gue pun bertekad… gue akan mengikuti kursus gue dengan baik. Apapun yang terjadi, gue akan selalu berusaha datang tepat waktu. Gue akan memanfaatkan waktu luang yang gue punya untuk berlatih lagi dan lagi. Kemudian daripada bengong, lebih baik gue melatih otak gue untuk berhitung tanpa bantuan kalkulator. Gue juga bertekad akan kembali mencari buku-buku matematika anak sekolah untuk mengingat kembali rumus-rumus luas dan volume.

Besok, gue akan memulai hari pertama gue kursus GMAT. Kursus memang tidak jaminan gue akan dapat skor bagus. Sudah dapat skor bagus pun, tidak jaminan gue berhasil mendapatkan beasiswa. Bahkan dengan gelar MBA di tangan pun, belum tentu gue bakal diterima kerja di perusahaan impian… Tapi apapun yang terjadi nanti, malam ini gue kembali merasakan satu hal: rasa bahagia karena gue tahu gue sedang mengejar sesuatu yang berarti dalam hidup gue ini.

Malam ini gue sibuk berceloteh soal kursus GMAT gue ke teman-teman kantor. Soal essay yang sudah gue tulis sejak satu tahun yang lalu, soal masih bingung mau minta referensi sama siapa, soal beasiwa dan cita-cita besar gue… Hanya dengan bercerita, sudah bikin gue ngerasa bahagia.

So here I go again… I tell myself again that I will never ever give up my big dreams. Even if I fail a hundred times, I will try again a hundred times.

Please pray for me yaa, guys. Wish me luck!

Plus-Minus Traveling Sendirian

Pertengahan tahun 2013 yang lalu, for the first time ever, gue merasakan yang namanya traveling sendirian. Cuma ke Bangkok, tapi ternyata membutuhkan keberanian yang cukup besar secara gue belum pernah berkunjung ke kota itu sebelumnya. Lalu gimana rasanya traveling sendirian? Berikut ini plus-minus berdasarkan pengalaman pribadi gue itu.

MINUS

  • Nggak punya temen untuk gantian ngantri sesuatu. Contohnya pada saat gue ngantri check-in di bandara Soetta… mendadak aja gue kepingin pergi ke toilet! Masalahnya, antrian check-in panjang banget, proses check-in lelet, dan pesawat gue udah mau boarding! Akhirnya terpaksa gue tahan-tahan sampe selesai urusan check-in and drop baggage;
  • Nggak ada yang bisa minjemin duit. Ini berasa buat gue justru waktu masih di Indonesia. Masih pada saat ngantri check-in, pas udah hampir sampe depan, gue menyadari… duit Rupiah gue ilang! Padahal gue yakin udah nyiapin 2 lembar seratus ribuan di dalam tas. Dalam keadaan panik, gue nekad minjem duit sama cowok di belakang gue… tapii, dia ngakunya nggak punya duit rupiah juga! Tapi ternyata duit Rupiah gue cuma keselip di balik passport, hehehehe. P.s.: kejadian ini membuat gue menyadari… ternyata gue ini eggak sebegitu cakepnya… buktinya itu cowok di belakang gue enggak tergerak minjemin gue duit, hehehehe;
  • Nggak ada yang bisa dititipin tas. Mau ke toilet di pesawat? Tas harus dibawa. Mau ngambil makanan di buffet restaurant? Tas juga harus dibawa. Sekedar mau ngambil sedotan di restoran fast food pun, tas itu harus dibawa-bawa… Agak repot aja gitu;
  • Nggak ada yang nemenin gue waktu jalan sendirian, tengah malem, di kolong jembatan Bangkok yang udah sepi banget… Sebenernya bukan kolong jembatan juga sih. Karena di Bangkok itu main public transport-nya berupa sky train, wajar aja kalo di sana jadi ada banyak ‘kolong jembatan’;
  • Nggak ada temen haha-hihi. Saat ada hal lucu, gue ketawa sendirian… Dan tiba-tiba gue jadi teringat sama masa-masa ketawa bareng sampe sakit perut waktu traveling bareng temen-temen gue… Yang bagian ini… rasanya emang rada-rada sedih, hehehe;
  • Penderitaan nomor satu kalo traveling sendirian: nggak ada yang fotoin gue 😦 Masalahnya gue bukan tipe orang yang super supel yang bisa dengan mudahnya minta tolong orang asing buat fotoin gue. Belum lagi pikiran parno seperti, “Gimana kalo nanti kamera gue malah dibawa lari???”

PLUS

  • Gue bisa bikin itinerary sesuai keinginan. Cuma di solo trip ini aja gue bisa bebas menghabiskan waktu berjam-jam hanya buat keliling 6 mall di Bangkok. Enaknya lagi, enggak ada orang yang protes waktu gue lebih memilih tiket Madame Tussauds gue hangus demi mendapatkan extra hours buat acara belanja 😀
  • Gue juga bisa bikin budget sesuai keinginan. Mau nonton live show di bangku VIP? Nggak ada yang complain kemahalan. Mau naik pesawat murah juga nggak ada yang comment takut pesawatnya jatuh… Mau gaya-gayaan nginep di hotel bintang 5 juga nggak ada yang ngelarang. Asyik lah kalo buat urusan budget
  • Gue bisa makan di restoran manapun gue yang gue pengen. Mau mahal atau murah, mau jenis apapun makanannya, pokoknya terserah gue aja. Kadang kalo traveling in group, gue jadi suka telat makan cuma gara-gara lama berdebat mau makan di mana. Efeknya? Magh gue kumat!
  • Gue bisa bangun jam berapapun yang gue inginkan. Harus bangun subuh-subuh? Nggak ada temen yang ngedumel. Kepengen tidur bablas sampe jam 8 pagi? Nggak ada pula yang ngoceh nyeramahin gue supaya cepet bangun;
  • Zero conflict along the way. Nggak ada temen yang cuma mau terima beres, temen yang suka ngilangin berbagai macam benda penting, temen yang kelamaan mandi + dandan, temen yang terlalu lama foto-foto, temen yang berubah jadi galak tiap kali nyasar di jalan, temen yang nggak kuat jalan kaki terlalu lama, temen yang cuma mentingin diri mereka sendiri… This is one of the best parts of traveling alone for me;
  • The best part of traveling alone: it makes me realize that even though I’m all alone, everything will be just fine. Berhasil melalui banyak rintangan yang gue sebutkan di bagian ‘minus’ di atas bikin gue jadi bangga banget sama diri gue sendiri. Gue jadi lebih pede dan lebih berani dalam menjalani keseharian gue. Kemudian fakta bahwa gue masih bisa bersenang-senang meskipun cuma sendirian juga bikin gue jadi tau bahwa gue bukan tipe orang yang menggantungkan kebahagiaan gue sama orang lain, hohoho;
  • Solo trip ke Bangkok itu, nggak disangka-sangka, udah jadi starting point buat gue menemukan jati diri gue sendiri. Gue jadi tahu kapasitas diri sendiri, kelebihan dan kekurangan gue, serta jadi lebih memahami hal-hal yang paling gue inginkan dalam hidup ini. Proses pencarian jati diri gue selama bertahun-tahun ini seperti mulai menemukan titik terang. Jadi mungkin memang benar… a solo trip will help you to find you;
  • Finallytraveling alone makes me appreciate my past traveling partners. Gue jadi sadar bahwa best memories dari traveling itu enggak selalu soal foto-foto keren dan oleh-oleh yang lucu tapi murah, tapi juga soal kenangan yang gue lewati bersama teman-teman. Ada banyak kebodohan bareng mereka yang pada saat itu bikin gue jengkel, tapi kalo diinget-inget sekarang, yang ada gue malah senyum-senyum sendiri… Dan tentunya, harus gue akui… foto liburan gue yang keren-keren itu adalah berkat jasa teman-teman seperjalanan gue. Beda banget sama foto-foto solo trip yang kebanyakan fokus di muka gue doang, hehehehe.

Jadi kesimpulannya… kapok nggak gue traveling sendirian? I’m proudly to say no. Gue senang waktu itu tetap memutuskan untuk jalan meskipun 2 orang teman seperjalanan memutuskan untuk cancel. Gue jadi punya me time, new bold experience, dan itu tadi: gue jadi lebih berani serta lebih percaya dengan diri gue sendiri. Those are the things I will never get if I go traveling in group. Gue juga nggak bakal puas belanja gila-gilaan kayak kemaren kalo bukan karena gue pergi sendirian… Secara jarang ada orang yang punya kemampuan buat keliling mall sampe segila itu 🙂

Someday, gue bakal traveling sendirian lagi, dan tetap akan traveling rame-rame lagi juga. Buat gue sekarang, yang penting bukan pergi sendiri atau beramai-ramai, karena yang paling penting adalah kenangan yang gue bawa pulang setelahnya. Happy traveling for everyone!

Terminal 21 Shopping Mall

Awalnya, Terminal 21 ini enggak termasuk di itinerary gue. Tapi gara-gara baca review positif dari turis-turis lain di Trip Advisor, gue jadi pengen ke sana! Gue nggak bilang Terminal 21 ini tempat yang oke buat belanja-belanja lho ya. Karena emang bukan itu kelebihannya mall ini. Satu hal yang paling menarik dari Terminal 21 itu interior design-nya! Jadi tiap lantai di mall ini punya tema yang berbeda-beda. Ada tema kota London, Paris, Turki, Tokyo, dsb dsb. Jadi tujuan gue ke sini… apalagi kalo bukan buat foto-foto, hehehehe.

This slideshow requires JavaScript.

Satu hal yang agak unik dari tempat ini adalah kebiasaan turis untuk foto-foto di rest room-nya. So don’t call me stupid, karena bukan cuma gue doang turis yang sengaja mampir ke rest room tiap lantai cuma buat foto-foto doang 😀 Trus toilet di sini terkenal canggih. Dan ternyata emang bener canggih lho, ada banyak fiturnya gitu. Tapi pas udah pulang ke Indo, gue baru tau kalo Niro (kantor gue saat ini) juga jualan toilet yang nggak kalah canggihnya, hehehehe. Serius lho, pilihan fiturnya bener-bener mirip! Merk kantor gue itu Orin anyway, sekalian promosi, hahahaha.

Di Terminal 21 ini gue enggak banyak belanja. Gue cuma mampir ke Takenoi Land (gue tertarik ke toko ini gara-gara nonton filmnya) sama mampir ke toko bunga yang koleksinya cantik-cantik banget! Tadinya gue pengen beli yang banyak, tapi kalo bunga dalam vas gitu, repot bawa pulangnya! Jadilah gue cuma beli satu bunga kecil dalam pot dan 2 magnet bunga yang nggak kalah cantiknya.

Barang-barang di Terminal 21 sebenernya lumayan lucu-lucu sih, tapi karena udah puas banget sama Platinum, rasa-rasanya kok barang di sana jadi nggak ada apa-apanya gitu. Trus sebetulnya di sana ada juga toko dari merk favorit gue kayak Guess dan CK, tapii, harga di Indonesia malah lebih murah tuh. Jadi sudahlah, kalo mau belanja CK sih, di Johor Premium Outlet udah paling murah.

Hari itu gue juga menyempatkan makan siang di food court Temrinal 21, tapi sayangnya, kalo di mall ini enggak ada gerai yang mencantumkan label halal. Kalopun ada berarti enggak banyak yah, soalnya gue nggak berhasil nemuin tuh. Selain itu kalo siang hari, food court mall ini penuh dengan pekerja kantoran. Jadi mesti berebut meja sama mereka yang sengaja naruh name tag mereka di atas meja makan sebagai tanda ‘booking’.

Akhirnya kalo menurut gue, misal ada waktu lebih di Bangkok, bolehlah mampir ke sini, terutama buat kamu yang banci foto. Tapi kalo cuma punya waktu yang terbatas, mending mampir ke Platinum, MBK, lalu Asiatique. Dan satu lagi, di Terminal 21 itu nggak bisa nawar dan range harganya relatif lebih mahal. However in my personal opinion, as a shopaholic, seeing a mall with such a unique concept like this is still a must, hehehehe.

The Amazing Siam Niramit Show

Ke manapun gue pergi liburan, yang namanya nonton live show sudah pasti wajib hukumnya. Untuk kunjungan ke Bangkok bulan lalu, gue menyempatkan diri nonton Siam Niramit. Gue bukan cuma nonton show-nya, gue juga ambil tiket nonton satu paket dengan buffet dinner-nya. Tadinya mau sekalian ambil paket yang udah sekaligus antar-jemput, tapi berhubung gue berniat nonton setelah acara belanja seharian penuh, maka lebih baik gue pergi sendiri. Soalnya antar jemput itu cuma terima meeting point dari hotel aja sih. Jadi ya sudah, gue pergi sendiri aja meskipun transportasinya agak ribet harus ganti kendaraan dari BTS (skytrain) ke MRT.

Setelah acara belanja yang menyenangkan di Platinum, dengan berat hati gue meninggalkan mall favorit gue itu untuk beranjak nonton Siam Niramit. Hasil tanya-tanya sama guest service officer di Platinum, gue bisa aja naik taksi langsung ke stasiun MRT terdekat. Ternyata oh ternyata… gue nggak berhasil nemuin satupun supir taksi yang tau bahwa di Bangkok itu juga ada stasiun MRT! Mereka taunya cuma ada BTS doang aja doong… hiiks.

Terpaksalah gue naik taksi ke stasiun BTS terdekat, bayar 40 something yang gue buletin jadi 50 baht. Gue naik skytrain, turun di Asok, dari situ langsung jalan kaki ke stasiun MRT. Untuk nemuin MRT-nya gampang banget kok. Tinggal ikutin aja papan petunjuk jalan yang ada di stasiun BTS. Jalan kakinya juga cuma sebentar banget. Sampe di stasiun MRT, gue ngantri sebentar buat beli one way ticket ke stasiun Thailand Cultural Center (Rabbit Card buat naik skytrain enggak bisa dipake buat naik MRT). Begitu melangkah keluar dari Exit 1 stasiun Thailand Cultural Center, gue langsung dengan mudah menemukan shuttle bus yang disediakan oleh Siam Niramit, for free.

Begitu gue masuk ke dalam shuttle bus… isinya rombongan bule-bule… dan cuma gue doang yang dateng sendiri dengan tentengan banyak banget shopping bags hasil keliling 6 jam non-stop di Platinum… Untunglah begitu sampe ticket booth Siam Niramit, gue ditawarkan penitipan barang sama salah satu petugasnya, ini juga for free. Thank God! Dan ternyata gue orang pertama yang pake jasa penitipan barang di hari itu, hehehehe.

Keluar dari tempat penitipan barang, gue disambut sama mbak-mbak yang dandan pake baju tradisional Thailand. Dia masang bunga cantik di baju gue, kemudian ngajak gue foto bareng. Hasil fotonya sudah tentu gue beli! Bukan cuma karena gue kelihatan cakep di foto itu, tapi lebih karena gue traveling cuma sendirian. Maklum, the biggest problem dari pergi sendirian itu adalah susah banget buat gue dapetin foto yang kelihatan bagus, hehehehe.

Selesai foto, gue diarahkan menuju ruang makan dan langsung disediakan tempat duduk untuk dua orang. Well, satu bangku buat gue, satu bangku buat handbag gue… itu wajib hukumnya, hohohoho. Nggak buang waktu lama, gue langsung keliling cari makanan. Gue nggak bisa bilang semua makanannya itu halal, tapi gue bener-bener enggak nemuin satupun makanan bertuliskan pork di hari ini. Atau kalo mau lebih yakin, mereka juga nyediain makanan khusus vegetarian dan makanan khas Timur Tengah yang dijamin halal. Jadi kalo menurut gue, Siam Niramit ini termasuk Moslem friendly, ditambah mereka juga nyediain ruang khusus buat shalat.

Selama menikmati makan malam yang lumayan enak dan lumayan banyak variasinya itu, kita enggak perlu takut ketinggalan show. Beberapa saat menjelang show dimulai, akan ada rombongan petugas yang mengumumkan bahwa show akan segera dimulai. Tapi hal itu enggak lantas bikin gue terus makan sampe waktunya show dimulai. Soalnya gue mau foto-foto dulu! Siam Niramit punya replika desa Thailand di jaman dahulu kala gitu. Lumayan cantik kalo menurut gue, dan emang cocok banget buat foto-foto narsis di sana 🙂 Awalnya gue rada takut terlambat masuk theater, tapi begitu gue lihat ada serombongan bule yang pake jasa tour guide, gue langsung dengan tenang nerusin acara foto-foto gue. Nggak mungkin si tour guide ngebiarin tamu-tamunya ketinggalan main show di tempat itu kaan?

Saat gue balik ke pintu masuk theater, antrian udah lumayan kosong. Gue buru-buru jalan, buru-buru taruh kamera digital ke tempat penitipan, dan syukurlah, pertunjukan masih belum dimulai. Gue lekas masuk dan duduk, persis di sebelah anak kecil yang bawel dan nggak pernah berhenti ngoceh. Cowok di depan gue sampe dengan kesal negur anak kecil itu… Gue bête sih, tapi kalo inget ponakan kecil di rumah yang juga sama bawelnya, gue jadi sabar-sabarin aja… Ya namanya juga anak kecil, ibunya udah usaha nyuruh diem, itu anak tetep aja sibuk nanya ini-itu sama nyokapnya.

Pertunjukan dimulai dengan narasi mengenai sejarah terbentuknya kerajaan Thailand. Narasi dibawakan dalam beberapa bahasa, salah satunya Bahasa Inggris. Layar lalu terbuka lebar, dan para penari mulai bermunculan…

Well, kalo dari segi koreografi… menurut gue biasa-biasa aja. Gue sering lihat tarian yang lebih keren di Got to Dance UK soalnya. Makanya pada saat gue disorodkan kuesioner, gue menulis bahwa mereka harus improve koregrafinya. Tambahkan lebih banyak jaw-dropping acrobat supaya show-nya jadi lebih keren! Yang udah ada juga sebenernya not bad, hanya kurang berkesan kalo buat gue.

Tapi tentunya, Siam Niramit ini terkenal karena sebuah alasan: panggungnya yang spektakuler. Padahal gue udah pernah nonton show dengan panggung yang enggak kalah spektakuler di Phuket Fantasea, tapi gue tetep terkagum-kagum sama panggungnya Siam Niramit. Panggung itu bisa berubah dari istana kerajaan lengkap dengan balkonnya menjadi pinggir pantai dilengkapi dengan kapal laut maha besar dalam sekejap. Dan yang paling gue suka waktu setting-nya menampilkan pemandangan bawah laut! Para penari terlihat seolah benar-benar sedang berenang di kedalaman laut. Gilaaa, cantiiik bangeet. Andai mereka menampilkan lebih banyak ikan, pasti akan kelihatan lebih memukau! Yang nggak kalah kerennya itu waktu tiba-tiba aja, panggung yang tadinya dijadikan pijakan untuk menari, saat layar berganti, jadi muncul sungai selebar 3 meter dari ujung sampai ujung! Gue pikir sungainya cetek, eeeh, ternyata salah satu cast-nya bisa berenang di dalam sungai itu lho. It was amazing!

Kemudian dari segi jalan cerita ya so-so lah ya. Show kayak gini biasanya emang enggak gitu mentingin jalan cerita. Tapi ada nih, satu scene yang bikin gue terharu. Jadi ceritanya di jaman dulu, suku Chinese masuk ke Thailand lewat jalur perdagangan. Pedagang dari Cina melakukan barter dengan pedagang setempat. Pada saat itu, diceritakan ada salah satu pedagang Cina yang jatuh hati sama perempuan di pesisir Thailand. Sayangnya, mereka harus berpisah saat kapal Cina itu harus melanjutkan perjalanan mereka… Tapi ternyata, saat kapal itu sudah melaju, cowok tadi melompat dari atas kapal, lengkap membawa ‘buntelan’ berisi pakaiannya, lalu berlari menghampiri gadis pujaannya… Itulah kisah awal mula munculnya blasteran Cina-Thailand di sana… Dan kalo menurut pengamatan gue, malah cowok-cewek balsteran Cina-Thailand yang biasanya lebih good-looking.

Selain kisah sejarah yang sifatnya serius, ada juga nih, satu scene yang berhasil mengundang tawa, dan juga, mengundang tepuk tangan paling keras dari para penonton. Kelucuannya rada susah gue ceritakan di sini, tapi yang jelas, ini tipe show yang melibatkan salah satu penonton. Dan ternyata, penonton yang jadi ‘korban’ adalah cowok yang duduk persis di depan gue itu! Itu lho… yang tadi gue bilang dia marahin anak kecil di sebelah gue. Selesai jadi ‘korban’ di atas panggung, cowok bitu dapet hadiah kain sutera Thailand yang cantik banget! Aaah, gue juga mau kok, jadi korbannya, hehehehe.

Waktu nonton Siam Niramit itu, gue sengaja pilih golden seats. Sedikit lebih mahal, tapi cukup worthy kalo menurut gue. Posisinya emang strategis banget, dan ada pula dua atau tiga tarian yang nggak bisa dilihat oleh barisan di depan Golden Seat. So… yes… duduk di barisan paling depan bukan berarti paling bagus.

Finally I would say… Siam Niramit is not a thing that you can be missed while visiting Bangkok. It’s a must watch! Sekarang ada juga Siam Niramit di Phuket, tapi gue nggak tau juga apakah panggung di sana sama bagusnya dengan panggung di Bangkok. Karena dari segala aspek dalam show ini, tetap panggungnya Siam Niramit yang terasa paling berkesan buat gue. See it and you’ll be amazed.

Platinum Shopping Mall, Bangkok

Awalnya, gue ragu-ragu mampir belanja ke Platinum. Masalahnya:

  1. Barang-barang di sana terkenal murah-murah banget… dan gue bukan big fan baju-baju dan aksesoris yang terlalu murah. Biasanya, barang yang kelewat murah itu nggak awet dan nggak kelihatan mewah;
  2. Lokasi Platinum agak jauh dari stasiun BTS (sky train) terdekat. Turun dari BTS, kita masih harus naik taksi. Dan masalahnya… taksi Bangkok itu terkenal banyak scam-nya!
  3. Di Bangkok itu ada banyak banget mall yang gue mau datengin… jadi emang harus ada beberapa mall yang gue korbankan.

Tapi akhirnya, karena faktor penasaran, gue tetep aja pergi ke Platinum. Thank God gue dapet taksi yang terpercaya (yang warnanya kuning-hijau), no scam, pasang argo tanpa diminta, dan nggak bawa gue muter-muter kota hanya demi mendongkrak angka argo.

Dress favorit gue, harganya nggak sampe seratus ribu rupiah!

Dress favorit gue, harganya nggak sampe seratus ribu rupiah!

Begitu gue melangkah masuk ke dalam Platinum… oh… my… God… gue langsung suka! Gue sempet bengong saat ngelihat working dress yang harganya cuma 250 baht! Gue cepet-cepet berhitung dalam kepala… 250 baht???? Cuma 70ribuan??? Soalnya yah… bajunya kelihatan baguuss. Sama sekali enggak kelihatan kayak barang murahan! Gue pun langsung heboh menyusuri HAMPIR semua lorong di Platinum!

Tiga jam berlalu… gue mulai capek. Gue pun beralih ke food court buat cari makan siang. Di food court ini sistemnya pake kartu gitu. Jadi kita beli dulu kartunya sejumlah yang kita mau, kemudian kita pake kartunya buat bayar makanan dan minuman. Kalo udah selesai, kita balikin kartunya dan sisa uang yang ada di situ akan dikembalikan.

Soal makanan di Platinum, di sini ada beberapa counter makanan yang berlogo halal. Dan yang nggak ketinggalan, jangan lupa pesan mango sticky rice! Tetep lebih enak mango sticky rice yang di MBK sih, tapi yang di Platinum ini juga nggak kalah enaknya kok.

Selesai makan, gue kembali menghabiskan 3 jam berikutnya untuk acara belanja. Mayoritas barang yang dijual udah pasti pakaian wanita, kemudian ada satu lantai yang khusus menjual aksesoris wanita juga. Konsepnya sih, satu lantai untuk satu jenis barang, tapi kenyataannya, ada juga yang campur-campur gitu. Misalnya, gue nemu baju bayi yang lucuuu banget, ada buntut di bagian belakangnya, justru di lantai yang harusnya khusus menjual pakaian wanita. Ada juga satu lantai khusus baby clothes, tapi gue nggak berani mampir… Begitu sampe di lantai itu, gue buru-buru jalan cepat ke arah eskalator tanpa lirik kanan-kiri. Masalahnya… gue udah kebanyakan beli baju buat ponakan, malah lebih banyak daripada baju buat gue sendiri, hehehehe.

1001774_10201476933305001_546431518_n

Hasil borong di Platinum.

Akhirnya, ini dia daftar hasil belanja gue di Platinum:

  1. Kaos oblong yang ada tulisan ‘Thailand’ atau ‘I Love Bangkok’ buat temen-temen dan keluarga gue yang cowok. Harganya beberapa puluh baht lebih mahal daripada kaos oblong yang gue temuin di MBK, tapi bedanya, kualitas kaos yang gue beli di Platinum ini jauh lebih bagus. Bahannya lebih adem dan sablonannya juga kelihatan lebih mewah;
  2. Ladies t-shirt yang lucu-lucu bangeet… Ini juga harganya nggak semurah yang di MBK, tapi bahannya bagus, gambarnya juga nggak pasaran. Sayangnya ternyata, ukuran kaosya kecil-kecil banget. Gue beli size M buat temen-temen yang sebenernya pesen size S, tapi ternyataaa… M-nya mereka malah lebih kecil daripada size S di Indonesia. Gue lupa persisnya toko ini ada di lantai berapa, yang jelas posisinya di pojok banget, tokonya kecil dan di dalamnya ada rak tinggi tempat dia simpen boks-boks plastik berisi beragam koleksi t-shirt. Jadi kemasan kaosnya emang ditaruh di dalam boks kecil gitu. Oh ya, di sini gue juga beli satu set kaos yang tulisannya “Dad”, “Mom”, “Son”. They looked cute!
  3. Dress dress dress! Gue borong 4 dress cantik di Platinum. Bener-bener shocking harga satuannya hanya 250 baht saja. Bicara soal kualitas, untuk dress dalam foto di atas itu, kualitasnya termasuk oke. Warnanya nggak pudar saat dicuci, jahitannya sempurna, kualitas bahan juga bagus. Meski begitu, ada satu dress dari toko lain yang rada-rada mengecewakan. Bahan luarnya sih bagus, tapi kain pelapis di dalamnya ternyata rapuh banget. Dan yang paling mengesalkan… ternyata potongannya nggak simetris! Hiiks… Tapi sudahlah, cuma 250 baht juga, hehehehe.
  4. Kalung dan cincin. Ada banyak aksesoris yang modelnya pasaran banget, tapi ada juga yang modelnya langka. Gue suka banget sama kalung yang gue beli di sana, udah pernah gue pake beberapa kali. Tapi sayangnya, kalung itu baru aja copot batunya. Gue pikir bisa dipasang lagi, tapi batunya pecah dua dan pecahan kecilnya enggak berhasil gue temukan 😦 Gue juga beli satu cincin yang harganya agak mahal, lebih dari 100ribu, tapi kualitasnya emang bener bagus! Yang jual juga bilang, ini cincin agak mahal tapi dijamin awet dan tahan air. I love it!

Sebenernya waktu itu gue masih pengen banget belanja lebih lama di Platinum, tapi sayangnya malam itu, gue udah terlanjur beli tiket buat nonton Siam Niramit. Jadi sudahlah, gue terpaksa mengakhir acara belanja gue di Platinum. Bener-bener nggak nyangka… mall yang paling nggak pengen gue datengin itu akhirnya malah jadi mall yang bikin gue pengen cepet-cepet balik lag ike Bangkok! Seriously, I want to back to this mall like… immediately, hehehehe.

The Climb

Kemarin pagi, dalam perjalanan menuju kantor, tiba-tiba gue teringat lagu The Climb yang sempat gue nyanyikan berdua dengan seorang teman di acara karaoke dalam rangka ultah gue beberapa minggu yang lalu. Waktu itu, teman gue bilang, “Liriknya keren yaa.”

When I started singing the lyrics on my head… it felt like the song really speaks my mind. Sesampainya di kantor, gue langsung buka laptop dan googling lirik lengkap lagu The Climb by Miley Cyrus itu. Dan benar saja… gue terkesima banget dengan lirik yang gue baca. Semua yang gue rasakan akhir-akhir ini seperti terangkum dalam satu lagu. I really really like the lyrics! Saking sukanya, gue sampe kepengen berbagi isi lirik yang sangat inspiring itu.

So here we go… The Climb by Miley Cyrus.

I can almost see it
That dream I am dreaming
But there’s a voice inside my head saying
You’ll never reach it

Every step I’m taking
Every move I make feels
Lost with no direction
My faith is shaking

But I gotta keep trying
Gotta keep my head held high

There’s always gonna be another mountain
I’m always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Sometimes I’m gonna have to lose

Ain’t about how fast I get there
Ain’t about what’s waiting on the other side
It’s the climb

The struggles I’m facing
The chances I’m taking
Sometimes might knock me down
But no, I’m not breaking

I may not know it
But these are the moments that
I’m gonna remember most, yeah
Just gotta keep going

And I, I got to be strong
Just keep pushing on

Keep on moving, keep climbing
Keep the faith, baby
It’s all about, it’s all about the climb
Keep the faith, keep your faith, oh oh oh whoa

Berbekal lirik lagu ini… berbekal doa dan keyakinan dalam hati, gue pun mulai kembali mengejar mimpi. Bismillahirahmanirrahim 🙂

New Year, New Hopes

Di tahun 2013, ada begitu banyak hal yang harus gue lewati. Many angers, pains, disappointments, and wasted efforts. Meski begitu, anehnya… justru rentetan kejadian itulah yang kemudian membuat gue pada akhirnya, berhasil menemukan jati diri gue sendiri. And it really feels good to finally find me. Gue jadi lebih mantap menjalani hidup, lebih mudah mengambil keputusan, dan tentunya, gue jadi lebih nyaman dengan diri gue sendiri.

Di tahun 2013, gue juga merasakan titik tertinggi dari rasa syukur di dalam hati gue. Waktu kecil dulu, keinginan gue sederhana saja: ingin tumbuh dewasa jadi gadis yang cantik, sukses karier-nya, punya baju bagus, tas bagus, dan teman-teman yang luar biasa. Dan pada tahun 2013 itu… gue menyadari… gue sudah tumbuh menjadi wanita dewasa persis seperti yang gue inginkan dulu 🙂

Di tahun 2013 ini pula, gue paling menikmati kebersamaan dengan orang-orang terdekat. Berbaikan dengan sahabat lama, mempererat persahabatan dengan sahabat baru, dan gue juga semakin menikmati betapa menyenangkannya punya keponakan yang lucu dan menggemaskan itu.

Selama tahun 2013, terlepas dari segala up and down, pada akhirnya gue menyadari bahwa gue punya tim kerja yang cukup solid. Teman-teman satu tim yang dengan ikhlas membantu gue menyelesaikan pekerjaan, dan juga si bos yang bikin gue sesekali berpikiran, “I think… he is the best boss I’ve ever had.” Selain mereka, ada pula rekan kerja dari Malaysian office yang tanpa disangka-sangka, bilang begini sama gue, “You know… your boss is lucky to have you.” It had really made my year 🙂

Meski begitu, anehnya, dengan segala hal positif yang gue rasakan itu… gue tetap menganggap tahun 2013 bukan tahun yang membahagiakan buat gue. Sepanjang tahun 2013, gue lebih jarang tersenyum, lebih jarang tertawa, lebih jarang dalam hati berbisik, “God… I’m really happy  with life! Thank you!”

Seringkali, sepanjang tahun ini, gue bertanya-tanya sama diri gue sendiri… kenapa? Bukannya gue nggak bersyukur… malah seperti yang gue tulis di atas, tahun 2013 justru merupakan tahun gue paling merasa bersyukur atas segala hal dalam hidup gue. Tapi kenapa gue malah enggak ngerasa happy seperti tahun-tahun sebelumnya?

Gue terus bertanya-tanya, sampai beberapa saat menjelang pergantian tahun, gue seperti mendapatkan ‘a wake-up call’. Ada serangkaian kejadian sepele yang tiba-tiba bikin gue bertanya-tanya, “Why am I still here? What am I doing? What have I done to pursue my big dreams this year?”             

Gue lalu teringat dengan teori ‘ugly duckling’-nya gue. Jadi ceritanya, gue menilai sampai usia ABG, gue itu ibarat si itik buruk rupa. Pake baju asal-asalan, sekolah asal-asalan, berteman hanya untuk sekedar punya teman buat makan bareng dan pulang bareng, nggak punya cita-cita, nggak neko-neko, hidup hanya sekedar mengikuti air mengalir aja…

If I look back into my past, my ugly duckling era was really the most boring stage of my life. I kept being an ugly duckling, until one day, a guy came into my life and made me realize how precious I could be. He made me feel pretty, he made me believe that I was smart, and he made me learn how to dream, believe, and make it happen. It was just a puppy love, but it has changed my life ever since. Right after I know how to dream, I started to know how to be happy.

Jadi menurut gue, di situlah letak permasalahannya. Mungkin dari luar, gue udah bukan lagi si itik buruk rupa, tapi dari dalam… gue seperti kembali menjadi gue yang dulu. Kesibukan yang semakin menggila membuat gue berhenti mengejar mimpi-mimpi besar gue, sehingga gue mulai merasa stuck, tidak berkembang, dan takut tertinggal dari teman-teman lainnya. Ada pula beberapa hal yang membuat gue ngerasa berkecil hati, ngerasa not good enough, ngerasa selalu ada yang salah dalam diri gue… All of those negative thought about myself have made me feel like an ugly duckling… and I’m not happy with that.

Tahun-tahun sebelumnya, gue selalu mengawali tahun baru dengan begitu banyak resolusi. Tapi tahun 2014 ini, resolusi gue hanya satu: I want to take my smiles back by making this year as another year of the pursuit of dreams.

Gue tidak bilang bahwa semua orang harus sebegitu ambisiusnya hanya untuk bisa merasa bahagia.  Setidaknya untuk diri gue sendiri, gue tahu bahwa upaya mengejar mimpi lah yang selalu bikin hidup gue terasa lebih berarti. Tidak peduli gagal atau berhasil, setidaknya dengan berusaha, gue sudah mengambil satu langkah lebih maju. Gue bahkan lebih suka melihat gue gagal daripada melihat diri gue hanya diam dan tidak melakukan apa-apa. Itulah sebabnya, tahun di mana gue mengalami kegagalan justru terasa lebih membahagiakan ketimbang tahun 2013 yang serba datar-datar saja itu…

For me, new year means new hopes. Tahun 2014 ini, gue bukan hanya ingin mengejar segala hal yang bisa membuat gue merasa bahagia, tapi gue juga ingin memberanikan diri untuk meninggalkan hal-hal yang tidak lagi membawa kebahagiaan. Meski sulit, meski banyak rintangannya, gue harus tetap mencoba! Sebagai bukti nyata dari tekad itu, beberapa hari menjelang pergantian tahun, demi kembali mengejar beasiswa MBA, gue nekad mendaftarkan diri untuk ikut GMAT preparation class. Nggak peduli di kantor sedang sibuk-sibuknya, nggak peduli tempat kursusnya jauh dari rumah dan kantor, yang penting, gue sudah daftar dan sudah bayar. Tidak putus gue berdoa… semoga hal ini akan menjadi langkah awal yang baik untuk mengejar cita-cita gue itu.

Finally, happy new year 2014 for my blog reader. Hope this year will bring us new hopes to pursue, new chances to take, and new battles to win. Thank you for reading my blog during the past year and hope you’ll never get bored to read my blog. Have a great year!