Critical Eleven – Movie Review

Berawal dari rekomendasi beberapa orang teman, gue jadi kepingin nonton film ini. Tipe film yang bisa menguras air mata katanya. It sounds perfect for my current mood! 

Jadilah gue memisahkan diri dari keluarga setelah acara buka bareng dan langsung beranjak sendirian ke bioskop hanya untuk nonton Critical Eleven. 

Berikut ini serangkaian isi pikiran gue dari awal hingga akhir film. Berhenti baca sampai di sini jika tidak ingin dapat bocoran soal jalan cerita film ini!

Hal pertama yang terlintas di benak gue: aktingnya kok agak kaku ya? Dialognya kurang menggigit. Kenapa dua orang itu cekikikan atas sesuatu yang enggak ada lucu-lucunya? Hmm… Bisa jadi maksudnya, orang yang lagi pdkt emang suka kayak begitu kali ya? Ngetawain hal-hal yang enggak lucu-lucu amat…

Begitu menginjak adegan Ale mengenalkan Anya ke seluruh anggota keluarganya… hati gue mulai meleleh. Tipe adegan yang bikin gue jadi berpikir, “Kalo gue enggak cepat-cepat move on, gue akan semakin lama untuk bisa mendapatkan hidup yang seperti itu.”

Semakin lama, semakin gue menilai dua tokoh utama dalam film ini punya kemampuan akting yang mumpuni. Chemistry-nya dapet banget! Pasangan suami-isteri betulan aja belum tentu bisa menunjukan chemistry sekuat itu! Adegan saat mereka harus berpisah sementara (si Ale ceritanya kerja di tambang minyak laut lepas), lumayan bikin gue jadi berpikir, “Bisa nggak ya, gue menjalani rumah tangga yang seperti itu?”

Konflik rumah tangga mulai bermunculan perlahan. Ale mulai terlihat sebagai sosok suami yang termasuk posesif. Sifat yang sebetulnya sangat tidak cocok untuk dipasangkan dengan karakter Anya yang juga termasuk keras. The conflict looks real and somewhat it feels relatable to myself.

Konflik yang awalnya bisa diatasi dengan cara Anya yang terpaksa mengalah saja, akhirnya mulai terasa terlalu berat saat bayi mereka lahir dalam keadaan meninggal. Akting para pemainnya betulan keren banget! Air mata gue sampai sedikit menetes saat nonton adegan yang satu ini. Enggak terbayang kalau sampai harus melewati cobaan seperti itu!

Pasca meninggalnya anak Ale dan Anya, konflik antara mereka semakin meruncing hingga puncaknya, Ale mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya dia ucapkan. Kalimat yang membuat Anya kehilangan gairah untuk mempertahankan rumah tangganya. Dan lagi-lagi, gue merasa terhubung dengan adegan itu. Gue kenal satu cowok yang sifatnya persis seperti Ale: tidak bisa mengendalikan kata-katanya di saat sedang marah. Gue sampai berpikiran, “Pasti seperti itu rasanya kalau sampai gue betulan married dengan cowok ini.”

Sampai sini, sempat ada beberapa adegan yang agak terlalu lebay. Anya terpikir untuk bunuh diri? Orang dengan karakter kuat seperti Anya semestinya tidak punya mental lemah seperti itu. Kemudian saat adegan Ale mengalami kecelakaan mobil… gue malah menghela napas. Pikir gue, “Really? An accident? It’s so typical Indinesian novel story!”

Dan tentu saja, Ale dan Anya akhirnya berbaikan setelah kecelakaan mobil tersebut! Rasa kecewa karena kisah klise itu akhirnya tertutupi dengan adegan penutup film ini. Kehangatan keluarga dan persahabatan di akhir film, membuat gue kembali berbisik pada diri gue sendiri, “Right… At the end of the day, that’s the life I want for my future.”

Find Someone Who Loves You as Much as You Do

Beberapa waktu yang lalu, gue nonton video pendek yang dibagikan oleh Bride Story via Instagram. Video itu menampilkan sepasang manula yang sudah puluhan tahun menikah, mereka mulai pacaran sejak umurnya belum menginjak 17 tahun.

Suami dalam video ini bercerita bahwa saat itu, rumah dia dan rumah istrinya (yang dulu masih jadi pacarnya) berjarak sekitar 13 KM. Meski demikian, si suami rela menempuh jarak itu dengan berjalan kaki hanya demi menemui istrinya seminggu sekali. Melihat pengorbanan itu, ayah dari si suami suatu hari bertanya pada anaknya, “Do you think that girl loves you as much as you love her?”

Kemudian suatu hari, si suami sakit keras, dan tiba-tiba saja, gantian si istri yang rela berjalan kaki 13KM, sendirian, hanya untuk menemui pacarnya itu! Saat itulah si suami menemukan jawaban atas pertanyaan ayahnya, “She loved me as much as I did.”

Meski gue tidak mengenal pasangan ini secara langsung, gue percaya bahwa memang benar mereka tetap saling mencintai meski sudah menikah puluhan tahun lamanya. Tetap mesra, dan tetap  bahagia. Tipe pasangan yang persis seperti ini lah yang bisa bikin gue ngerasa kagum! Gue lebih “iri” melihat pasangan kakek-nenek yang masih terlihat romantis ketimbang a newly wed yang masih tampak mabuk kebayang.

Kenapa?

Karena pasangan yang baru menikah, sudah hampir pasti semuanya masih tampak tergila-gila, masih mesra, dan harmonis satu sama lainnya. Lain halnya dengan orang yang sudah sampai puluhan tahun menikah. Berhasil melewati satu hari tanpa saling meneriaki satu sama lainnya saja sudah bisa dianggap bagus banget!

Berangkat dari video ini, gue jadi berkesimpulan:

  1. Yang paling penting bukan hanya sekedar menemukan pasangan lalu menikah; yang penting adalah menikah dengan orang yang sangat kita cintai, yang juga sangat-sangat mencintai kita; dan
  2. Setelah menikah, yang paling penting bukan hanya sekedar tetap menikah dan tidak bercerai; yang penting adalah tetap menikah dan tetap bahagia. Tetap saling mencintai.

Video ini juga menyadarkan gue bahwa kemungkinan besar, menjalani hubungan yang berat sebelah akan terasa luar biasa menyiksa untuk pihak yang berada dalam posisi “lebih mencintai”. Harus selalu mengalah, harus selalu berkorban, repot sendiri, capek sendiri, stres sendiri, sedih sendiri…. Balik ke poin dua di atas, kalaupun nantinya berlanjut sampai ke jenjang pernikahan, pertanyaannya, “Bisa tahan sampai berapa lama?”

Pemikiran seperti ini pada akhirnya membantu gue banget buat bisa move-on. Kesadaran bahwa gue harus dapat orang yang mencintai gue sama besarnya dengan gue mencintai dia membuat gue memutuskan bahwa gue tidak boleh buang-buang waktu. If he doesn’t feel it after all these times, then he will just never feel it for the entire times. And that’s the end of the story.

My Appreciation to Gojek

Entah kenapa, dua minggu belakangan ini gue sedang malas-malasnya pergi keluar rumah. Badan gue rasanya luar biasa pegal dan capek banget! Belum pernah tempat tidur gue terasa sampai sebegitu nyamannya. Bantal terasa lebih empuk, selimut lebih lembut, sampai AC yang temperaturnya tidak bisa diatur itu mendadak terasa pas untuk menemani gue tetap tidur di akhir pekan. 

Masalahnya cuma satu: gue kehabisan bedak padat. Sudah 2 weekends plus 1 hari libur nasional terlewati, gue masih saja belum menyempatkan diri pergi ke Grand Indonesia; mall terdekat yang menjual bedak gue itu. 

Gue mulai bingung. Hari Rabu minggu ini gue berangkat ke Vietnam untuk urusan pekerjaan. Apa jadinya gue pergi tanpa bedak? Tapi tetap saja, pikiran harus meninggalkan kasur hanya untuk pergi beli bedak terasa bukan ide yang menyenangkan. Pikir gue, “Minggu ini akan bikin capek banget! Harus submit beberapa reports sebelum pergi ke Vietnam dan selama di sana, pagi sampai sore ikut summit, lalu malamnya pasti harus kerja di hotel untuk handle urusan di Jakarta sini. Pulang dari Vietnam hari Minggu sore dan besoknya harus kerja lagi!”

Lihat kan? Lebih baik gue tetap tidur di rumah saja! Lalu bagaimana dengan bedak gue? Ah… Beli pakai aplikasi Gojek saja!

Awalnya gue ragu-ragu mau beli bedak pakai fitur Go-Shop. Cash di dompet hanya ada dua ratus ribu sedangkan harga bedak gue bisa lebih dari lima ratus ribu. Bisa pakai Go-Pay, tapi masalahnya, jarang ada driver yang mau ambil order Go-Pay dengan nilai sampai setinggi itu. Tapi ya gue coba saja dulu. Sambil tunggu aplikasi Gojek cari driver-nya, sambil gue menyusun back-up plan jika sampai tidak ada driver yang bersedia ambil order gue. Tapi ternyataa, tidak butuh waktu lama sampai ada driver yang ambil order gue!

Gue sempat khawatir si driver ini akan cancel order gue. Udah lima menit lebih tidak ada SMS atau telepon dari si driver. Jadi ya sudah. Gue SMS dia duluan untuk menjelaskan lokasi toko kosmetiknya. Nggak lama si driver telepon dan meminta gue untuk konfirmasi warna bedak langsung ke SPG-nya. Tidak sampai setengah jam kemudian, bedak gue sudah tiba di kosan! Persis sesuai pesanan yang gue tulis di aplikasinya.

Beres urusan bedak seperti mengingatkan gue betapa gue mulai sangat tergantung dengan aplikasi ini. Jalanan macet dan malas naik taksi, gue tinggal pesan Go-Ride. Malas ke salon untuk potong rambut, gue pesan Go-Glam. Shampo yang baru gue beli ketinggalan di rumah nyokap, gue ambil pakai Go-Send. Dan yang paling sering, malas keluar cari makan, gue pesan pakai Go-Food saja! Berkat Go-Food, gue jadi lebih banyak makan daripada sebelumnya! Banyak pilihan yang bisa gue coba setiap harinya! Walau anehnya, badan gue tetap saja kurus seperti biasanya sih. 😐

Selain fitur yang sudah pernah gue coba, gue masih pengen coba Go-Massage. Pengen cobain hot stone massage-nya. Lalu kapan-kapan mau coba make-up plus hijab styling-nya juga! Trus nanti pas Lebaran, mau coba pesan Go-Clean juga. Gojek sudah sangat lengkap buat gue, kecuali untuk urusan alis; masih belum ada jasa eyebrow wax atau threading di menu Go-Glam-nya. Gojek, please hear me out!

Saking terkesannya sama Gojek, gue iseng-iseng Googling si Nadiem Makarim dan berakhir di Instagram-nya. Cuma sedikit foto, entah benar punya dia atau bukan, yang sudah dihujani komentar dari unhappy customers dan bahkan, banyak juga komentar dari unhappy drivers!

Emang sih, gue enggak kerja di Gojek. Tapi gue bisa memahami sulitnya menjalankan online business skala besar. Semakin banyak transaksinya, semakin canggih fitur yang ditawarkan, semakin tinggi pula potensi terjadinya system error. Not an excuse, but understandable. Gue percaya Gojek tidak berniat menelan dana Go-Pay nasabah yang gagal top-up, gue yakin itu hanya system glitch saja. Perusahaan tempat gue bekerja juga terkadang bisa terlambat melakukan refund, tapi hal itu betul-betul bukan sesuatu yang disengaja, bukan pula dilakukan untuk cari untung dengan mengambil dana milik customers. It’s not easy to run an e-commerce, but it’s fun!

Balik ke Gojek, gue senang dan merasa sangat terbantu dengan aplikasi ini. Tarifnya juga bersahabat, sangat bersahabat, sehingga kadang gue penasaran, “Kalau tarifnya terus serendah ini, gimana kalau suatu saat nanti Gojek sudah tidak lagi mendapatkan suntikan dana? Bagaimana cara mereka bisa survive? Oh, well… I guess that is Gojek’s homework! 😉

Berkat Gojek, hari ini gue bisa santai-santai seharian. Makan, tidur, makan lagi. Nonton TV kabel, ketawa-tawa sendirian, sambil makan lagi 😀 Ada banyak definisi hari yang menyenangkan, dan hari ini salah satunya. And I thank Gojek for this! Hehehehe.

Great job, Gojek! Keep it up!

When Was the Last Time I Cried?

Last night, I had a headache when I still had to work on something in the office. I decided to take a rest on the couch for a while. Right when I closed my eyes, in between of asleep and awake, I asked myself, “When was the last time I cried?”

I couldn’t find the answer. It’s been a day and I still can’t seem to remember the right answer. It must have been so long time ago and somehow, that surprises me!

I’ve just gone through what I call as the hardest months of my life and I didn’t shed the tears, not even once!

My best friend betrayed me and so did some other people I relied on. Someone whom I thought I had something with surprisingly told me that I was wrong and that he only admired me as a person. Endless long nights in the office and many other real life dramas I never thought would ever happen to me.

As I started to see the light at the end of the tunnel, I wondered and I asked myself, “How could I be so strong?”

I can’t really find just one good answer to that question.

Maybe, it’s because I’m happier with my life so that I refuse to let anything take the happiness away from me.

Maybe, I’ve come to learn a lot about life, about people, and about myself. I know that just because I made mistakes, it doesn’t mean I deserved all the disappointments. I don’t need to be too hard on myself.

Maybe, it’s also because all these events have helped me to find out who really matters in my life. It helped me to distinguish the best friends and the enemies. It even helped me to build a stronger bond with the people who trully care about me.

Or maybe, it’s only because I realize, and I’ve accepted, that my life will never ever be perfect. I have so many things to be thankful. I’m living a life I always wanted for myself. And I’ve worked so hard, so damn hard, to be who I am right now. I’m not perfect, my life is not perfect, but that’s okay.

So maybe, just maybe, all the reasons above have made feel like I didn’t have any reason to cry. I will cry when I lose my real friends and families, but the people who didn’t even care about how I feel? Are they worth crying for? Well, I don’t think so!

Some people I know are too scared of growing old. But me? I enjoyed being a 30’s! At the end of the day, it’s the life experience that teaches me how to survive and to stay happy all along. And it took times until I got it right! I’m glad that I’m no longer a young lady crying alone in an empty office in the middle of the night! I’m glad that not only I’m getting older, but also that I’m growing as a person.

Pick your problems. Pick your reasons to cry. And you’ll be just fine. Insyaallah.

The Next Big Thing: My Dream Life!

I’m grateful with all I have. Really. It’s just that at this point, it feels like I’ve reached the end. If God permits, I do have chances for some more promotions at work. I will still travel the world; one new place in a time. I will still do what I’ve been doing since the past years, but that’s that. I’ve spent too many times in between of my office walls, the same walls, day and night, over and over.

But don’t get me wrong. It’s not about my job. It’s my life in general. I really need to do the things I never did before. I want to pursue all those forgotten dreams. I want to start a new life, a new challenge, a new set of stories to tell! I know that I’m living my dream but I want to start a new dream!

What do I want precisely? How do I describe the next dream life of mine?

I want to travel to work. Go somewhere and make business out of it. I want to expand my business meetings from the high rise building walls to somewhere out there. A business meeting by the beach? That would be lovely!

I want to make a living from something that I really love, inside out! I want to do the things I’m always passionate to do! I want to have not only a dream job, but also a dream career!

I want to wake up in many beautiful places on earth. In some days, I only want to sit with a laptop on my lap, writing my novel until late at night. I can picture myself sitting on a deck with a mountain view right in front of me!

I want to have enough times to pursue my study. I’m craving to learn. To compete with who I was yesterday!

I want to meet a bunch of new people. Expand my networks and hear more varieties of life stories. A lot more than just a corporate drama!

I want to have enough times to pamper myself. To be who I really want to be. I want to make sure that I’ll have it all done before I die!

Does it sound too good to be true? I don’t think so… And I hope it’s not too good to be true! This time, just one time in my life, I want to challenge myself to do the impossible. And I hope, this time too, God will bless my path along the way. Like He always does. Hope He always will.

My new dream life: here I come!

The Digital Era, Is It Good or Bad?

Semakin ke sini, gue semakin sering menemukan meme yang menyindir budaya digital masa kini. Masalah orang-orang yang tetap main hp saat sedang berkumpul dengan teman-teman dan keluarga. Soal posting foto makanan, liburan, OOTD, dan lain sebagainya. Belum lagi budaya belanja yang sudah banyak tergantikan dengan belanja online. Dan satu lagi: soal anak-anak balita yang sudah jago main iPad!

The question: is it a good thing or is a bad thing?

Gue tipe orang yang meyakini bahwa teknologi itu sesuatu yang baik untuk hidup gue ini. Tidak terbayangkan jika gue harus hidup tanpa smart phone dan sinyal internet!

Contohnya?

Gue tidak terbayang harus berpergian tanpa hp. Duduk bosan menunggu kemacetan Jakarta yang hanya reda saat Lebaran saja.

Tidak terbayang hidup tanpa Whatsapp… Biaya silaturahmi dengan keluarga dan teman-teman akan jadi jauh lebih mahal! Ingat berapa banyak pulsa yang harus kita habiskan untuk SMS dan telepon di jaman dulu itu?

Tidak terbayang hidup tanpa social media… Gue pasti sudah putus kontak dengan begitu banyak teman SMA (kesibukan kerja tidak memungkinkan gue untuk rajin bertukar kabar dengan semua orang!). Mungkin gue tidak akan pernah tahu kabar mereka, sudah punya anak berapa, kerja di mana dan lain sebagainya!

Tidak terbayang hidup tanpa online stores… Berkat online stores, gue tidak perlu pergi keliling mall hanya untuk mencari barang yang gue butuhkan. Gue bahkan bisa belanja lebih hemat karena bisa dengan mudah membandingkan harga antar toko sebelum pembelian!

Tidak terbayang hidup tanpa Gojek. Mau pesan makan harus repot-repot angkat telepon, berlama-lama mengeja alamat dan menyebutkan pesanan… Belum lagi, tidak semua restoran menyediakan layanan pesan antar!

Tidak terbayang hidup tanpa digital books… Kamar gue pasti sudah penuh dengan tumpukan buku dan majalah yang berdebu. Lihat saja koleksi manga gue di rumah ortu gue itu! Rak buku gue sampai melengkung karena kelebihan beban…

Sama halnya dengan digital music and movie… Sudah tidak usah pusing dengan pita kaset yang kusut atau permukaan disc yang lecet, tidak usah pula berlama-lama berdiri di toko hanya untuk mendengarkan musik yang ingin gue beli.

Tidak terbayang pula kalau gue tidak punya camera phone. Gue tipe orang yang senang mengabadikan suatu momen dalam gambar. Repot banget kalo cuma hangout bareng teman-teman sekantor saja mesti bawa SLR!

Belum lagi sederet aplikasi lain yang sangat bermanfaat di hp dan laptop gue! Aplikasi untuk menghilangkan orang asing yang berdiri di photo background gue hanya dalam hitungan detik, bermacam aplikasi untuk jadi reminder gue yang pelupa ini (mulai dari shopping list sampai pengingat waktu tidur), dan masih banyak lagi!

Lihat kan? Teknologi itu tidak selalu buruk. Ada plus-minusnya, tapi gue tetap merasa jauh lebih banyak manfaatnya. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya. Yang gue sebutkan di atas hanya sebatas kehidupan pribadi lho ya, isi daftar gue akan jauh lebih panjang lagi jika sudah menyangkut urusan pekerjaan! Sudah tidak terhitung berapa banyak teknologi telah mempermudah pekerjaan gue. Mulai dari sekedar Excel, ERP, database query, sampai dengan berbagai automation lainnya! Menurut pendapat gue, jaman sekarang ini akan sulit untuk berkompetisi dalam dunia kerja jika kita masih saja gagap teknologi!

Manfaatkan teknologi, dan bukan sebaliknya! Dan tetap benar juga, jangan sampai terlalu asyik dengan dunia maya sampai malah jadi lupa dengan dunia nyata. Lalu yang paling penting: jadilah pengguna teknologi yang bertanggung jawab! Ambil manfaatnya, tapi jangan berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan, sebaik apapun itu, tetap tidak akan baik untuk diri kita ini.

Selamat hari Senin dan selamat menikmati teknologi masa kini!

Just Because He Was in the Past, It Doesn’t Mean He Was a Mistake

A friend used to tell me, “You should really get rid of him. He’s gone, he’s in the past, and he’s not worth the wait! You deserve way better than him.”

It was actually nice that I had a friend who looked out for me and I can really understand her point of view. With that being said, it doesn’t mean I entirely agree with her. Just because he was in the past, it doesn’t mean he was a mistake.

Why?

Because if I said that he was a mistake, it also suggested that I was making a mistake. That I was a mistake myself. And I refuse to think of me that way. I refuse to think of him that way.

There was a reason why I fell for him in the first place. I saw his very best back then. I saw a quality that he probably didn’t even realize. I saw something in him, and I really liked what I saw. Even when he turned to break my heart, I was still holding on just because I knew that the bright side of him was surely still there; right inside of him. And when I finally gave up, it was not because I gave up my faith on him; it was merely because I realized that his very best just unfortunately not belong to me.

So again, he was not a mistake. He was just a lesson that I can’t always get what I want to have. Just because I can see the very best of him, it doesn’t mean he can also see the very best of me. So there I learn how to have a big heart and get moved on with my life. And that’s that.

Kenapa Orang Jujur itu Sulit Ditemukan?

Beberapa waktu yang lalu, gue pernah dengar salah satu kenalan yang bilang begini, “Di Indonesia ini, banyak orang taat agama. Rajin ibadahnya. Banyak amalnya. Tapi enggak tahu kenapa, enggak banyak orang yang jujur sifatnya.”

Semakin ke sini, semakin gue membenarkan teori teman gue itu. Orang yang sangat takut dengan dosa pun, entah kenapa, bisa-bisanya tidak merasa takut untuk berbohong. Saking banyaknya orang yang suka berbohong, gue sampai nyaris tidak lagi menganggap suka berbohong sebagai kekurangan dalam sifat orang lain.

Lalu bagaimana dengan teman gue itu sendiri? Termasuk orang jujur kah? Well… enggak usah jauh-jauh menilai orang lain. Diri gue sendiri pun, harus gue akui, tidak benar-benar 100% jujur.

Ada kalanya, gue sedikit berbohong untuk menyelamatkan orang lain. Berbohong untuk mendamaikan dua kubu yang sedang bertengkar, atau setidaknya, supaya keadaan di antara mereka tidak semakin buruk. Atau sedikit berbohong dalam rangka “damage control“.

Kadang, gue merasa tidak ada yang salah dari white lies gue itu. Tapi lebih seringnya, gue menyesal dan balik mempertanyakan diri gue sendiri. Apakah memang benar ada yang namanya berbohong untuk kebaikan? Jika iya, demi kebaikan siapa persisnya?

Jika dibilang untuk kebaikan diri gue sendiri, khawatirnya, lama-kelamaan gue jadi kebiasaan. Satu kebohongan kecil bertumbuh menjadi besar. Sampai lama-lama, satu kebohongan harus selalu ditambal dengan kebohongan lainnya. Itukah jenis “kebaikan” yang gue inginkan untuk diri gue ini?

Coba kita pikirkan kembali. Kenapa kita berbohong?

Saat berbohong di kantor misalnya. Apa benar demi kebaikan tim, atau hanya demi melindungi karier kita semata? Hanya karena takut kena marah bos, atau yang lebih buruk, takut kena SP, misalnya?

Atau saat kita mengarang cerita. Apa benar hanya sekedar seru-seruan, atau sebetulnya, ada kah masalah serius di balik kebohongan yang kita ucapkan itu? Bukankah mengarang cerita seru sama artinya kita tidak punya cukup banyak hal dalam hidup yang bisa kita banggakan? Bukankah itu artinya kita harus bekerja lebih keras untuk membahagiakan dan membanggakan diri kita sendiri?

Dalam kasus gue, berbohong untuk damage control. Oh God, this is really the worst! Ini yang gue maksud bisa berujung menutupi satu kebohongan dengan kebohongan lainnya! Meskipun niatnya mulia, rasanya benar-benar tidak mengenakkan deh!

Jangan biasakan berbohong. Mulai kendalikan diri dari ucapan-ucapan bohong, mulai dari hal yang paling kecil sekecil-kecilnya. Jangan sampai hal-hal baik dalam diri kita di kemudian hari tertutup begitu saja hanya karena satu kebohongan yang terbongkar di depan orang lain.

Tips terakhir dari gue: belajar jadi orang yang pemberani. Banyak kebohongan yang lahir dari rasa takut. Jadilah pemberani. Berani mengutarakan isi pikiran, berani melakukan hal yang benar, berani mengakui kesalahan, berani mengakui ketidaksempurnaan, dan berani meminta maaf ketimbang mangarang alasan yang hanya akan buat orang lain tambah kesal!

Why should we lie if we have a truth to tell? Be brave enough to tell the truth, and only the truth.

My Kind of Make-up of the Day!

img_4598Gue bukan tipe orang yang senang pakai make-up tebal. Gue enggak mau sampai terlihat asing hanya karena make-up yang gue pakai di wajah gue ini. Dan sesekali, gue ingin menulis make-up of the day ala gue! Semoga bermanfaat!

Liquid Foundation: Lancome Mat Miracle no. 03

Wajah berminyak seperti gue jelas tidak cocok dengan dewy look make-up ala artis Korea. Itu sebabnya gue lebih memilih matte make-up untuk wajah dan bibir gue ini! Pori-pori wajah tertutup dengan baik dan bebas kilap juga!

Oh ya, untuk hasil make-up yang lebih sempurna, jangan lupa pakai Beauty Blender yang sudah dibasahkan. Pemakaian Beauty Blender emang boros foundation banget sih, tapi hasilnya worth it kok. Bedak jadi terlihat merata, lebih halus, dan tidak cakey.

Untuk hasil foto di blog gue ini, gue pakai foundation sampai 4 kali pump untuk satu putaran (sampai ke wajah hanya setengahnya karena terserap ke dalam Beauty Blender). Gue pakai foundation 2 putaran untuk hasil yang lebih sempurna.

Cara pakainya, taruh langsung 4 pump di punggung tangan, lalu ambil foundation menggunakan Beauty Blender yang sudah dibasahkan dan diperas sampai habis airnya, baru kemudian tepuk-tepuk Beauty Blender di wajah dan ratakan sampai ke sudut-sudut wajah. Gunakan ujung runcing Beauty Blender untuk daerah yang menyempit seperti ujung mata dan lekuk bibir. Ulangi satu kali lagi sampai habis semua foundation di tangan kita itu.

Concealer: Too Faced Perfect Nude

Setelah foundation, gue pakai sedikit concealer untuk menutupi dua noda bekas jerawat di pipi kiri gue. Ambil sedikit dengan ujung jari telunjuk lalu tepuk-tepuk di atas kulit yang bernoda. Jika masih tampak kurang, ambil bedak padat menggunakan ujung cotton bud dan baurkan bedak padat itu hanya ke noda yang membandel. Jika masih kurang juga, ulangi aplikasi concealer, ulangi aplikasi bedak padat, terus diulangi sampai mendapatkan coverage yang diinginkan.

Setelah selesai, ambil cotton bud yang masih bersih untuk meratakan warna kulit di sekitar noda yang baru saja jika tutupi. Jangan sampai terlihat jelas ada bedak yang menumpuk di satu area wajah tersebut.

Pressed powder: MAC Lightful

Pastikan kita sudah memberi jeda waktu minimal 5 menit setelah aplikasi foundation sebelum melanjutkan dengan bedak padat. Ambil bedak padat secukupnya saja, tepuk-tepuk ke wajah, atau boleh juga diusap menggunakan spons asalkan jangan ditarik terlalu jauh (misalnya, jangan mengusap spons dari hidung langsung ke ujung wajah dekat telinga). Perhatikan daerah sekitar mulut dan hidung untuk memastikan tidak ada bedak yang tampak cakey. Baurkan sedikit bedak dengan lembut untuk memperbaiki area yang tampak cakey itu (jika ada).

Eyeshadow: MAC dark brown

Gue paling suka pakai eyeshadow warna cokelat tua. Tipe warna yang membuat mata gue tampak lebih bersinar tapi tetap tampak natural. Biasanya, gue pakai eyeshadow sekitar 5-10 kali ambil. Semakin tebal bedak yang gue pakai, semakin tebal juga eyeshadow-nya. Biasanya, gue pakai eyeshadow dua putaran. Pertama untuk mengisi bagian dalam kelopak mata, ke dua untuk meratakan dan merapikan baurannya. Pastikan eyeshadow kita ini perlahan menipis ke bagian luar kelopak mata. Gunakan bantuan cotton bud untuk merapikan bagian pinggir agar tampak membingkai mata secara sempurna.

Oh ya, setelah selesai pakai eyeshadow, coba melangkah ke bawah sinar matahari dan pastikan tidak ada bubur eyeshadow yang berceceran di wajah kita. Jika ada, bersihkan pakai cotton buds, caranya cukup diambil secara perlahan saja. Setelah bersih, tepuk-tepuk wajah kita dengan bedak padat supaya wajah kita tidak terlihat belang.

Eyeliner: L’oreal Super Liner black

Eyeliner berbentuk spidol ini bukan hanya mudah digunakan, tapi juga memberikan hasil akhir yang memuaskan! Ketebalannya bisa disesuaikan dengan keinginan, bisa tipis, bisa juga sangat tebal tanpa terlihat menumpuk dan menggumpal.

Tips menggunakan eyeliner supaya tidak berantakan? Belajar menahan kedip! Eyeliner paling baik jika digunakan dalam satu tarikan dari ujung ke ujung (dan bukan tarikan pendek yang putus-putus secara berulang). Bentuk dulu garis bagian luar, supaya jika garisnya berantakan, jumlah eyeliner yang harus dibersihkan (pakai cotton bud yang sudah dicelup ke dalam eye make-up remover) masih tidak terlalu banyak. Setelah garis luar sudah beres, mengisi bagian dalam bisa selesai dengan jauh lebih cepat dan mudah (pastikan tidak ada satu titik pun yang tertinggal ya!). Pastikan juga ketebalan dan bentuk garis antara mata kanan dan mata kiri sudah sama tebal dan sama simetrisnya!

Satu tips lagi, spidol bekas eyeliner lama yang sudah mengering bisa digunakan sebagai alat bantu untuk merapihkan eyeliner yang baru saja jika poleskan. Gunakan spidol bekas ini untuk merapihkan garis luar eyeliner yang masih basah secara perlahan.

Mascara: Lancome Doll Eyes black

Jangan lupa gunakan penjepit bulu mata sebelum mengaplikasikan maskara. Tahan penjepit selama kurang lebih 10 detik kemudian langsung aplikasikan maskara secara perlahan. Pastikan sikat maskara kita sudah terbebas dari gumpalan (bisa coba dibersihkan dengan menepuk-nepuk gumpalan tissue ke permukaan sikat maskara). Gunakan maskara dari ujung ke ujung dengan ketebalan yang sama rata. Pisahkan bulu mata yang menempel (jika ada) dengan sisir khusus bulu mata.

Eyebrow definer: NYX black

Gue bukan tipe orang yang senang mewarnai alis sampai sangat tebal. Lagi-lagi, gue lebih suka yang natural saja. Cara pakainya mudah; tarik satu garis dari ujung ke ujung lalu ratakan dengan sikat khusus alis. Makin ke ujung, bentuknya harus makin meruncing. Rapihkan menggunakan cotton bud yang ditaburi bedak badat untuk merapihkan garis yang meleset atau untuk menghapus riasan alis yang dianggap terlalu tebal.

Lipstick: Clinique Chubby Stick Baby Tint no. 02 & YSL Rouge Pur Couture

Gue pakai Chubby Stick sebagai pelembab bibir, pilih warna yang nyaris transparan supaya tidak merusak warna lipstik yang akan gue gunakan setelahnya. Tips memakai lipstik; pastikan baurannya merata sampai ke bagian sudut bibir dan juga bibir bagian dalam. Pastikan pinggiran putih bibir tidak lagi tampak, dan coba bercermin sambil tersenyum lebar (senyum yang menampakkan gigi), lalu pastikan bahwa semua area bibir yang tampak di cermin dalam keadaan tersenyum lebar itu sudah tertutup lipstik dengan baik. Yang terakhir, jangan lupa untuk juga memastikan tidak ada lipstik yang menempel di gigi, hehehehe.

Your Make-up Looks Bad on Your Face? Here’s Why!

Emang sih, gue enggak pernah ikut sekolah kecantikan. Tapi belajar dari pengalaman pribadi, ini dia 5 hal yang dapat menyebabkan make-up kita (termasuk produk yang harganya sangat mahal itu) terlihat tidak membaur dengan baik di wajah kita ini.

Dry skin

Ada alasannya kenapa MUA selalu memakaikan pelembab sebelum mengoleskan primer dan alas bedak: make-up sulit menempel pada kulit yang kering, terutama jika keringnya sampai bersisik dan mengelupas! Harus rajin pakai pelembab jangan hanya saat hendak mengenakan make-up, tapi juga harus rutin pakai pelembab segera setelah kita mencuci wajah dengan sabun! Untuk tipe kulit yang sangat kering, pakai face spray yang mengandung pelembab di tengah hari bisa jadi solusi. Face spray juga bisa jadi penyelamat jika wajah terasa kering setelah bersentuhan dengan air wudhu misalnya.

Obat kulit

Pada umumnya, obat yang diberikan dokter untuk kulit wajah cenderung bekerja dengan cara mengelupas sel kulit di wajah kita ini. Akibatnya, wajah akan terlihat kering sehingga lagi-lagi, make-up akan sulit untuk menempel pada wajah. Bisa jadi masih acceptable untuk make-up harian, tapi jangan coba-coba jika sebentar lagi kamu akan ada big event seperti wedding misalnya. Diskusikan dengan dokter kulit yang bersangkutan untuk mencari win-win solution-nya!

Tidur tanpa membersihkan make-up

Tumpukan make-up yang dibawa tidur akan membuat wajah jadi kusam dan kasar di pagi harinya. Jangan heran jika bedak kita terlihat kurang membaur dengan wajah, pensil alis sulit diratakan, maskara cepat menggumpal, atau bubuk eye shadow malah berjatuhan ke wajah kita! Bersihkan wajah dengan sempurna sebelum tidur untuk pulasan make-up yang optimal!

Alat bantu make-up yang sudah usang

Spons bedak yang sudah kasar dan menghitam tidak akan bekerja sebaik spons bedak yang masih baru pertama kita pakai. Begitu pula dengan kuas eye shadow dan blush on yang biasa kita pakai! Kemampuan mereka menyerap make-up yang kita ambil dan membaurkannya kembali ke wajah tentu perlahan akan berkurang dengan sendirinya. Makanya, jangan lagi malas ganti spons dan kuas secara berkala!

Belum menemukan make-up yang sesuai

Atau bisa jadi, kita hanya belum menemukan make-up yang sesuai. Jika demikian, jangan malas dan ragu untuk bereksperimen! Coba ganti dengan jenis make-up yang berbeda. Ganti compact powder dengan liquid make-up misalnya. Cari terus sampai dapat produk yang tepat!