Belum lama ini, diam-diam gue sibuk ‘menilai’ kehidupan beberapa orang di sekitar gue. Meski hanya berdasarkan pengetahuan terbatas gue tentang mereka, entah kenapa, gue bisa dengan jelas melihat bahwa mereka sedang melakukan kesalahan besar dalam hidup mereka. Memang belum pasti benar terjadi, tapi gue benar-benar yakin bahwa mereka hanya sedang pelan-pelan merusak masa depan mereka sendiri, baik itu dalam hal karier atau kehidupan pribadi.
Tidak lama kemudian, gantian gue yang berada dalam posisi sebaliknya. Beberapa orang menilai gue hanya sedang mengulang satu kesalahan yang sama. Gue berkeras bahwa mereka hanya berburuk sangka dan bahwa kali ini, keadaannya akan berbeda. Lalu apa yang terjadi? Orang-orang itu memang benar, gue hanya sedang melakukan kesalahan yang sama.
Saat itulah gue menyadari… pemikiran keluarga dan saudara gue itu sebetulnya sangat-sangat sederhana. Tidak sulit untuk gue memahami sudut pandang mereka. What they said has really made a perfect sense. Tapi kenapa gue tetap berkeras dengan pendapat gue sendiri? Bisa macam-macam alasannya; beda orang bisa punya alasan yang berbeda. Tapi dalam kasus gue ini, satu-satunya hal yang seolah membutakan gue justru tidak lain harapan yang masih tersisa dalam hati gue ini.
Ada orang yang bertahan dengan pilihan mereka karena harapan, karena rasa takut, rasa cinta, dan hal-hal lain yang justru tampak salah di mata orang lain. Gue bukan tipe orang yang selalu mendengar semua perkataan orang lain, tapi kali ini gue menyadari, ada kalanya, tidak ada yang salah dari menilai diri kita, dan keputusan-keputusan yang kita buat, dari kacamata orang lain. Jika bertahan dengan keputusan yang gue ambil tidak kunjung mendatangkan hasil yang positif, maka sudah waktunya untuk gue menilai kembali keputusan gue itu. Dan dalam hal ini, sudut pandang orang yang gue percaya bisa jadi salah satu masukan.
Kenapa?
Karena pendapat orang lain, terutama mereka yang sangat mengenal kita dengan baik, tidak tercampur aduk dengan perasaan pribadi. Mereka bisa melihat dengan lebih jernih, dengan sudut pandang yang lebih bijaksana dari diri kita sendiri. Gue harus ingat bahwa bisa jadi, terlalu lama tenggelam dalam kekeraskepalaan hanya akan membuat gue semakin jauh dari masa depan yang lebih baik untuk diri gue sendiri.
Life is too short to be reckless. Be wise and make the most of our own life.