Hello Kitty Cafe in Seoul

It might sounds funny, tapi salah satu most wanted place gue di Seoul adalah Hello Kitty Café. Gue sampe nyiapin satu baju warna pink buat dateng ke sini 😀 Gue suka banget sama warna pink, dan suka banget pula sama Hello Kitty. No wonder kalo gue pengen banget dateng ke tempat ini. Dan benar saja… gue enggak kecewa menyempatkan diri datang ke café ini!

Interior-nya serba pink, serba Hello Kitty, dan serba cute! Bukan cuma dekorasi ruangannya, bahkan makanan dan minumannya pun bernuansa Hello Kitty. Asyiknya lagi, makanan dan minuman itu bukan cuma enak dilihat, tetapi terasa enak juga di lidah. Wafel yang gue pesan rasanya enak, manisnya pas, dan sandwich yang dipesan sama teman gue Tiara juga nggak kalah enaknya! Aaah, jadi pengen makan lagi 😀

Selain menjual makanan, Hello Kitty Café juga menjual cukup banyak pernak-pernik Hello Kitty. Di sana, gue beli satu strap buat kamera gue, dan satu tumbler yang sampe sekarang masih suka gue bawa ke kantor. Kayak anak kecil? Well, emang agak kontradiktif sama kepribadian gue yang cenderung serius dan suka sok tua, tapi buat gue, Hello Kitty itu penyeimbang dalam diri gue, biar nggak cepet tua gitu, hehehehe.

Tapi bicara seriusnya sih, alasan kenapa gue masih suka Hello Kitty meskipun umur sudah 26, karena tokoh ini udah jadi teman bermain gue sejak kecil. Waktu kecil, gue pernah bercita-cita kayak gini, “Kalo nanti aku udah punya banyak uang, aku mau beli Hello Kitty yang banyak!” Jadi jelas, dateng ke tempat yang serba Hello Kitty kayak café ini serasa a dream comes true 😀

Hello Kitty Café Seoul terletak di kawasan Hongik/Hongdae University. Peta yang ada di official website-nya cukup jelas, atau kalau tidak jago baca peta, begitu keluar dari stasiun Hongik, tinggal tanya-tanya saja sama orang-orang yang jualan di sana. Lokasinya memang agak tersembunyi, but once I found it, the little girl inside me screamed, “Hoooray… I found it I found it!”

Jadi, jangan sebut gue norak kalo gue foto di berbagai pelosok Hello Kitty Café, bahkan sampe ke toiletnya juga, hehehehe.

Gyeongbokgung Palace

Sebetulnya, gue bukan tipe orang yang menyukai wisata sejarah. Gue enggak gitu tertarik buat dateng ke tempat-tempat peninggalan sejarah. It always looks old and boring for me. Akan tetapi, anehnya, gue tetep memilih untuk datang ke Gyeongbokgung Palace, salah satu istana yang masih tersisa di tengah kote Seoul. And you know what… gue tertarik datang ke sana hanya karena foto sebuah danau yang tampak cantik dengan warna-warni daunnya. Tapi saat gue datang ke sana… yang ada cuma warna hijauh di mana-mana… Tapi tetep aja, gue ngerasa lumayan excited saat berhasil menemukan danau yang gue cari itu. Memang enggak secantik yang gue kira, tapi gue tetap suka!

Yang namanya istana, ya nggak banyak yang bisa gue ceritakan sebenarnya. Tapi sebetulnya, yang istimewa dari kunjungan ini, sebetulnya kita bisa lho, pinjam hanbok secara cuma-cuma dan kita diperbolehkan berkeliling istana mengenakan hanbok itu! Kebayang nggak sih… berfoto pakai hanbok berlatarbelakang kerajaan Korea asli? Sayangnya… karena keterbatasan waktu, gue dan teman-teman tidak sempat meminjam hanbok gratisan itu 😦

 

 

 

 

 

 

 

Ada satu hal unik yang gue temukan di stasiun kereta Gyeongbok. Di dekat pintu keluar stasiun, ada satu gerbang yang namanya “Gerbang Panjang Umur”. Katanya, kalau kita sekali melintasi gerbang itu, maka kita akan panjang umur. Nah, karena saat berfoto di gerbang itu gue jadi 2 kali ngelewatin gerbang, maka setelah foto, gue lewat sekali lagi, supaya tetap panjang umur, hehehehe.

Pada akhirnya menurut gue, suka nggak suka sama wisata sejarah dan budaya, datang ke Geyongbokgung tetap wajib hukumnya. Kayaknya belum sampe Korea kalo belum dateng ke salah satu istananya gitu. Tempatnya masih terpelihara dengan baik, begitu pula dengan originalitass dan kebersihan lingkungannya. So I think you won’t regret visiting this place. Dan kalau berminat, kita bisa sewa semacam alat pemandu berbentuk mirip MP3 player. Tinggal sentuhkan ujung alat ke salah satu tempat dalam peta, maka alat itu akan bercerita tentang sejarah tempat yang kita sentuh nomornya itu. Dan pastinya… kalau datang ke Gyeongbokgung, jangan lupa befoto pakai hanbok ok! Ini juga akan jadi to do list gue kalo someday balik lagi ke Korsel 🙂

P.s.: Ada traveler lain yang bilang pertunjukan pergantian pengawal penjaga gerbang di istana ini menarik untuk turis, tapi kalo menurut gue sih biasa-biasa aja.

Cooking Nanta VS Jump Show

Salah satu pemicu gue beli tiket berlibur ke Korsel adalah film Hello Stranger, yang bercerita tentang gadis asal Thailand yang berlibur ke Korsel sendirian. Dalam film itu, ceritanya dia nonton live show bernama ‘Jump’ dan dia sangat tergila-gila sama show itu. Jadi sudah pasti, saat gue berkunjung ke Seoul pun, gue tidak boleh melewatkan live show yang satu itu.

Kemudian saat persiapan liburan, gue menemukan satu live show lain yang tidak kalah populernya di Korea Selatan, namanya Cooking Nanta.

Jump dan Cooking Nanta menyajikan 2 jalan cerita yang berbeda. Jump menceritakan kehidupan sebuah keluarga yang jago taekwondo, sedangkan Nanta bercerita tentang kehidupan para koki di dalam dapur sebuah restoran. Perbedaan lainnya, Jump itu semacam pertunjukan bisu, berbeda dengan Nanta yang masih memperdengarkan beberapa baris kalimat, campuran antara bahasa Inggris dengan bahasa Korea.

Yang pertama gue tonton adalah Jump. Pertunjukan dibuka dengan kemunculan seorang kakek di tengah-tengah penonton. Usaha si kakek untuk naik ke atas panggung sudah cukup efektif memancing tawa para penonton. Overall ceritanya lucu, ada unsur cinta-cintaannya juga, tapi sempat terasa membosankan saat bagian mengejar maling yang masuk ke dalam rumah. Untuk pertunjukan taekwondo-nya lumayan memukau, tapi masih bisa dibikin lebih keren lagi kalo menurut gue.

Di hari lainnya, gue nonton Nanta Show. Pertunjukan musiknya terkadang rasanya terlalu lama, tetapi atraksi-atraksinya, misalnya saat atraksi memotong sayuran dengan cepat dan atraksi lempar-tangkap piring-piring yang bertumpuk, buat gue terasa lebih mengesankan daripada martial arts ala Jump. Selain itu ada juga beberapa adegan lucu yang berhasil bikin gue ketawa sampe sakit perut… Hanya saja sayangnya, menurut gue dan teman gue… pusar si koki cewek itu bisa bikin penonton jadi distracted, hehehehe. Oh ya, satu kekurangan lain dari Nanta Show adalah pengucapan kata dalam bahasa Inggris yang tidak tepat. Misanya cabbage yang harusnya dibaca ‘kebej’ malah dibaca ‘kebiji’ sama si koki cowok. Tapi ternyata kesalahan pronunciation itu jatuhnya malah bikin gue jadi cekikikan juga sih. Rasanya malah kayak extra entertainment, hehehehe.

Jika dibandingkan mana yang lebih bagus antara Jump dengan Nanta… gue pribadi lebih memilih Nanta. Alasannya, gue tertawa lebih kencang saat nonton live show ini. Pertunjukan memasaknya yang akrobatis itu juga terlihat baru buat gue ketimbang pertunjukan berantem yang sudah sering gue lihat di acara televisi. Akan tetapi, bagus tidak bagus itu tergantung selera masing-masing. Berbeda dengan gue, kelima teman seperjalanan gue lebih menyukai Jump daripada Nanta. Jadi kalo saran gue sih… lebih baik nonton aja dua-duanya, hehehehe.

Everland South Korea

Udah pernah ngunjungin Disneyland Hongkong dan Universal Studio Singapore bikin gue ngerasa wahana di Everland Korsel itu biasa-biasa aja. Tapi kalo buat gue, seharusnya amusement park itu enggak pernah bisa jadi biasa-biasa aja. Sekitar 2 bulan sebelum mengunjungi Everland, gue dateng ke Trans Studio Bandung sama temen-temen kantor. Cuma Trans Studio yang cupu banget kalo menurut gue, tapi tetep aja, that was one of the best trip I’ve ever had. Gue selalu suka saat-saat ngantri yang diisi dengan tukeran gosip, cekikikan, dan ngobrol ngalor ngidul, kemudian  ketawa-ketawa, atau bahkan teriak heboh saat naik wahana, dan saling komentar, “Gilaaa ya, gila!” saat baru aja turun dari wahana yang mendebarkan. I expected to have those moments in Everlandhanya saja sayangnya, bukan itu yang gue rasakan. But never mindI’ve got bunch of beautiful pictures instead!

Yup, Everland ini bener-bener amusement park paling cantik yang pernah gue kunjungi. Disneyland cantik dengan Sleeping Beauty Castle-nya, tapi Everland lebih cantik dengan beberapa taman bunga dan kolam air mancurnya.

This slideshow requires JavaScript.

Hal yang sangat menarik perhatian gue saat mengunjungi Everland adalah ternyata cowok Korea itu enggak sungkan ikutan pake bando-bando lucu di kepala mereka! Hal yang sama belum pernah gue temukan di amusement park lainnya. Dan gue juga nggak mau kalah dong… Gue juga beli satu bando pita pinky buat gue pake selama main di Everland 😀

Salah satu cowok berbando lucu 😀

Untuk wahana, terus terang enggak banyak yang sempat gue coba. Antrian yang super panjang bikin teman-teman gue malas untuk coba naik. Mereka juga kepengen cepet balik ke Seoul untuk acara belanja kosmetik. Jadi enggak ada banyak hal yang bisa gue tulis dari wahana ala Everland. Ada satu yang paling berkesan, wahana rotating house. Keren aja gitu… rasanya atas jadi bawah, dan bawah jadi atas. Untuk wahana lainnya mirip-mirip sama yang ada di Dufan atau Trans Studio. Untuk wahana 3D Pororo-nya juga biasa aja, tapi ternyata cukup menyenangkan juga ngelihat anak-anak balita sebegitu excited-nya sama si Pororo itu.

That cute little fox^^

Selain berbagai jenis wahana, di Everland ada juga kebun binatangnya. Tadinya gue berharap ngelihat jerapah, tapi tidak kesampaian. Polar bear-nya kelihatan kurus dan bulunya tipis. Untunglah di sana ada bayi singa dan yang paling lucu, gue ngelihat rubah berwarna beige yang imut banget! Saking sukanya sama si rubah, gue nggak ketinggalan beli boneka rubah untuk dibawa pulang ke Indonesia. I really hope to see the same species in Indonesian zoo. A very cute fox!

Hal lain yang cukup menyenangkan dari Everland adalah toko souvenir-nya. Lagi-lagi, gue kalap belanja sama seperti gue kalap belanja di Disneyland. Suka banget deh, sama pernak-pernik Everbear yang dijual di sana… Untuk pertama kalinya, gue beli oleh-oleh tapi bertanya-tanya dalam hati, “Gue ikhlas nggak yah, ngejadiin semua ini oleh-oleh? Mending buat gue aja, hehehehe.”

Kesimpulannya… Everland was fine, but it supposed to be much more fun than that. Gue malah sempat berpikir, “Gue malah lebih hepi waktu pergi ke si Trans Studio yang biasa banget itu…” Bukan salah Everland-nya sih… it’s just the matter of taste. If you wish to have fun in an amusement park, then you’d better go with the people who also love it as much as you do. Di luar itu, Everland termasuk top 3 dalam the best tourist attraction in Seoul versi gue. If you love amusement park, then this place is a must visit in South Korea.

N Seoul Tower

N Seoul Tower ini terkenal karena dua hal: museum Teddy Bear dan lokasi pemasangan gembok cinta. Meski begitu, anehnya, gue malah tidak sempat mampir ke 2 tempat itu saat berkunjung ke N Seoul Tower. Temen-temen gue berubah pikiran, mereka merasa sudah cukup berkunjung ke museum Teddy Bear yang di Jeju, jadi sudahlah… waktunya juga sudah agak mepet waktu itu. Kemudian untuk lokasi gembok cinta… gue juga enggak sempet mampir gara-gara takut ketinggalan kereta gantung terakhir. Ini juga ya sudahlah… nggak lucu juga kalo dateng ke si gembok cinta kalo cuma sendirian… Nggak punya gembok yang mau gue pasang pula, hehehehe. Jadilah gue dan teman-teman cuma naik ke observation deck dan juga belanja-belanja di dalam tower.

Tadinya gue pikir, observation deck di menara ini sifatnya outdoor terrace seperti Victoria Peak di Hongkong. Tapi ternyata cuma ruangan indoor yang meyediakan banyak teleskop jarak jauh. Dengan salah satu teleskop di sana, temen gue bilang dia bisa lihat simbol hotel JW Marriott di Kuningan lho. Jadi untuk mempermudah pengunjung menemukan negaranya masing-masing, sudah tersedia tulisan berapa jarak dari N Seoul Tower ke negara ybs.

Jakarta was 5,268.18 from here

Sebetulnya ada 2 aktivitas yang bisa jadi cukup menyenangkan untuk dilakukan di NSeoul Tower: kirim postcard dari kantor pos paling tinggi di Korea itu, dan menulis di atas balok kayu, yang kemudian balok kecil tersebut ditempelkan ke dinding yang memang khusus disediakan untuk menampung balok-balok yang sudah ditulisi. Di sana, gue sempat menemukan sebuah balok bertuliskan bahasa Indonesia. Isi tulisannya:

“Ini pertama kalinya kita ke Seoul, kita happy banget di sini. We love Korea!”

For a while, I envied those kids… Seems like they enjoyed Seoul much more than I did.

Malam itu, gue lihat salah satu teman seperjalanan gue menulis begini saat check-in via Twitter-nya, “I wish you were here…” yang pasti dia tujukan untuk suaminya.

Dan gue pikir benar juga… N Seoul is a romantic place for couples. Jadi ingat sama adegan favorit gue di Boys Before Flower… Itu lho, yang Jun Pyo dan Jan Di terperangkap di menara dan terpaksa tidur di dalam kereta gantung itu. Kemudian di tengah malam, Jun Pyo menulis begini di dinding kereta, “Jun Pyo loves Jan Di.” Tapi sepertinya tulisan itu sudah dihapus dari kereta gantung yang emang betulan ada di sana. Padahal lucu juga kalo gue bisa ambil foto tulisan si ganteng Jun Pyo itu 😀

Oh ya, ada satu lagi hal yang menurut gue cukup unik dari N Seoul Tower. Jadi saat kita naik lift, kita akan diminta melihat ke bagian atas lift. Di sana ada video 3 dimensi yang menggambarkan seolah-olah kita sedang meluncur naik dengan kecepatan tinggi. Kemudian di dalam, ada pula lantai yang jika kita injak,  maka monitor di lantai itu akan menampilkan gambar seolah-olah lantai itu retak dan berjatuhan ke bawah. Dengan sentuhan teknologi yang lebih mutakhir, gue yakin ide itu bisa jadi sesuatu yang keren banget di mata para pengunjung.

Kesimpulannya… gue cuma bisa bilang… N Seoul Tower masih bisa lebih berkesan daripada itu. Yaah, maybe later, in the next trip gue dateng ke sana lagi sekalian buat nge-date, hehehehe.

 

P.s.: Jangan kaget kalau lihat antrian lift naiknya itu bisa panjaaang banget. Saat mau turun ke bawah juga ngatri lagi. Dan pas mau naik kereta gantung pun, kita masih harus ngantri lagi! Fufufufu.

Korean Folk Village

Korean Folk Village merupakan sebuah theme park yang menyajikan replika pedesaan Korea Selatan di masa yang lampau. Rumah-rumah tradisional, mulai dari rumah sederhana sampai rumah saudagar kaya, pasar tradisional, gedung-gedung pemerintahan, dan masih banyak lagi. Yang gue rasa cukup menyenangkan adalah replika gedung pengadilan Korea jaman dulu. Di sana, gue dan teman-teman sempat berfoto menggunakan alat yang dulu dipakai untuk ‘mengikat’ pada narapidana. Ceritanya saat berfoto, ada yang bertugas jadi pengawal, ada pula yang berakting jadi sang napi!

Untuk membuat suasana pedesaan semakin tampak nyata, seluruh pegawai di sana, mulai dari penjaga pintu sampai penjaja makanan, mengenakan pakaian tradisional Korea. Ada pula orang-orang yang terlihat sedang ‘bekerja’ di pasar tradisional, atau ‘bekerja’ di replika semacam tukang pandai besi gitu. Belum lagi beberapa cowok ganteng dan cewek cantik yang berkeliaran mengenakan hanbok yang lebih mewah. Yang bikin gue senang, gue sempat berfoto dikelilingi 3 pengawal yang unyu-unyu. Kesannya kok, kayak tuan puteri yang lagi dikelilingi sama pengawalnya, hehehehe.

The princess and 3 warriors;)

Selain menyajikan suasana Korea tempo dulu, tempat ini juga terkenal dengan beberapa pertunjukan rutinnya. Gue sempat lihat 3 show: pernikahan tradisional, pertunjukan taekwondo, dan satu pertunjukan street dance. Untuk pernikahan tradisional sebetulnya cuma begitu-begitu aja, tapi lucu juga kalo ngelihat sepasang pemeran pengantin yang kelihatan malu-malu betulan. Padahal ternyata, sepertinya sih mereka itu cuma dua orang tamu yang aslinya udah punya anak balita! Yang unik dari pernikahan tradisional Korea, kalo di sini ada budaya melepas sepasang burung merpati, maka kalo di sana, ada tradisi melepas dua ekor ayam! Apesnya, salah satu ayam itu sempat mendarat di punggung gue dengan manisnya… Setelah upacara pernikahan, pasangan pengantin itu diarak keliling kampung yang juga diiringi oleh para penonton.

Untuk pertunjukan taekwondo, yang bikin gue ngerasa takjub adalah pertunjukan itu dilakukan oleh anak-anak usia SD! Hebat aja gitu masih kecil udah bisa beratraksi sekeren itu… Sempet ada satu anak yang gagal menendang balok sampai patah, tapi anak itu tetap kelihatan tenang dan meneruskan penampilannya dengan baik.

Yang terakhir street dance… ini dia yang menuwut gue paling biasa banget. Gue pernah ngelihat street dance yang jauh lebih keren di Universal Studio Singapore. Bosan nonton street dance yang cuma gitu-gitu aja, gue dan Tiara kembali keliling untuk cari tempat yang menarik untuk berfoto. Tadinya kita sempat pengen coba diramal garis tangan, just for fun, tapi sayang, ternyata harus bayar dengan harga lumayan mahal. Waktu itu pikir gue, belum tentu si peramal bisa ngomong bahasa Inggris… Jadi sudahlah, toh gue juga sama sekali enggak pernah percaya sama ramalan.

Setelah makan siang, gue dan teman-teman langsung menunggu bis untuk mengantar kita kembali ke pusat kota. Gue pribadi ngerasa kecewa hari itu… enggak sempat melihat pertunjukan Man on the Rope. Soalnya dari beberapa blog yang pernah gue baca, justru pertunjukan itulah yang paling meninggalkan kesan dari kunjungan ke Korean Folk Village. Tapi sudahlah… there might be another time to watch the show.

Overall, Korean Folk Village was not bad for me, tapi nggak juga meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Beda banget sama beberapa blogger lain yang sampe betah main seharian di tempat itu. Jadi gue rasa sih, bagus atau enggak itu sifatnya relatif lah ya. Temen gue malah ada yang kelihatan sangat tidak menikmati kunjungannya ke sana. However, buat penggemar drama Korea, tempat ini termasuk must visit. Ada cukup banyak serial tv yang mengambil gambar di tempat ini. Misalnya saja, Jewel in The Palace favorit gue itu! Dan pastinya, kalau kamu berkunjung ke tempat ini, jangan lewatkan rangkaian live show-nya! Kemudian jangan malu-malu buat minta foto bareng cowok-cowok ganteng di tempat itu oke 😉

Petite France & Nami Island

Beda sama Nami Island yang sudah sejak awal nangkring di itinerary, Petite France baru mulai masuk jadi agenda perjalanan gara-gara idenya Luzy. Dia bilang, dia kepengen dateng ke tempat yang merupakan lokasi syuting Secret Graden, serial Korea yang sedang sangat dia gemari waktu itu. Setelah gue Google, ternyata tempatnya emang lucu. Kita pun agree datang ke sana, yang ternyata, berada tidak jauh dari Nami Island. Semakin mantap lah niat gue buat datang ke sana. Bahkan untuk lebih menghayati kunjungan ke Petite France, gue sampe sengaja beli DVD Secret Garden segala lho, hehehehe.

Hari ke dua di Seoul (yang mana hari pertama cuma habis di perjalanan Jakarta-Malasyia-Korsel), gue dan teman-teman langsung berangkat menuju Nami Island. Tadinya kita berencana pergi ke sana naik MRT, tapi kemudian sempat berubah rencana jadi naik shuttle bus menuju Nami. Ternyata oh ternyataa, lokasi pemberhentian shuttle bus to Nami Island itu susah banget dicarinya! Ujung-ujungnya, gue dan teman-teman kembali lagi ke rencana awal: pergi ke Nami dan Petite France naik MRT disambung taksi.

Berhubung hari sudah beranjak siang dan kita takut malah baru dateng ke Petite France setelah tempatnya tutup, kita sepakat buat menukar agenda: Petite France dulu baru Nami Island. Kita pun menempuh perjalanan panjang menuju Petite France… Rasa-rasanya dari semua tempat yang kita datangi selama di Seoul dan sekitarnya, perjalanan ke Petite France dan Nami Island inilah yang jarak tempuhnya paling jauh.

Untuk sampai ke Petitte France, setelah keluar dari stasiun Cheongpyeong, kita langsung naik taksi selama sekitar 15 menit melewati jalan menikung dan naik-turun khas daerah pegunungan. Pokoknya si Petite France itu bener-bener jauh ke mana-mana deh. Gue nggak yakin tempat ini bisa populer di kalangan turis kalo bukan karena drama Korea yang mengambil gambar di pusat kebudayaan Prancis itu. Soalnya bisa dibilang, nyaris tidak ada aktivitas apapun yang bisa kita lakukan di Petitte France kecuali foto-foto. Meski begitu, gue tidak menyesal datang ke sana. Gue belum tentu bisa berfoto di tempat lain dengan background yang sama uniknya. Arsitekturnya tampak cantik, dengan permainan warna bangunan yang eye catching.

Di Petitte France gue juga menemukan kandang besar berisi beberapa ekor kucing yang lucu-lucu. Tapi anehnya, nggak lama kemudian datang bapak-bapak yang sangat ditakuti oleh kucing-kucing itu. Ternyata… si bapak datang untuk masukin kucing-kucing itu ke dalama karung! Si kucing jelas meronta sambil mengeong dengan kencangnya. Gue pun jadi kepikiran… itu kucing mau diapain? Mau dibawa ke mana???

Di depan kandang kucing, terdapat sebuah bangunan bertingkat yang berisi banyak sekali lukisan dinding. Di lantai paling atas, gue menemukan dinding yang dipenuhi oleh coretan. Jika dilihat dari dekat, dinding itu bertuliskan pesan-pesan cinta yang ditinggalkan oleh para pengunjung. Sepertinya orang-orang Korea emang percaya banget ya, sama mitos-mitos romantis seperti itu…

Setelah makan siang di dalam area Petite France, gue dan teman-teman minta tolong dipesankan taksi oleh si ibu penjual tiket, dan kita pun harus menunggu taksi itu datang sekitar setengah jam lamanya. Sebetulnya saat hendak minta dipesankan taksi, gue sempat lihat selembar kertas yang mencantumkan jadwal bis yang bisa mengangkut pengunjung Petite France menuju Nami Island. Hanya saja sayangnya, jadwalnya tidak pas dengan kunjungan kita saat itu. Jadi sudahlah… kita tetap lebih memilih naik taksi untuk tiba di Nami Island, 30 menit kemudian.

Sesuai namanya, Nami ini memang sebuah pulau yang terpisah, letaknya di tengah-tengah danau. Itulah sebabnya tiket masuk Nami Island sudah otomatis satu paket dengan tiket ferry round trip. Kita tidak perlu mengantri terlalu lama untuk naik ferry, dan tidak pula perlu menunggu lama untuk sampai di pulau tujuan. Oh ya, saat tiba di depan pintu masuk menuju port, jangan kaget saat melihat tulisan “Immigration Office.” Immigration Office itu maksudnya ticketing office, jadi sama sekali bukan kantor imigrasi betulan. Karena ceritanya, si Nami Island ini merupakan ‘negara pura-pura’ yang bernama Naminara Republic.

Lalu apa yang bisa kita lakukan di Nami Island? Apalagi kalau bukan bersepeda mengelilingi pulau! Bersepeda jadi sangat populer di pulau ini karena hal yang sama juga dilakukan oleh tokoh utama di serial Winter Sonata. Kemudian di tengah-tengah pulau, kita akan menemukan patung first kiss Winter Sonata yang selalu menjadi photo spot favorit turis-turis yang datang ke sana.

Sebetulnya gue sama sekali enggak pernah nonton Winter Sonata, dan menurut gue pun, pemandangan di Nami Island juga enggak bagus-bagus amat. Tapi tetap saja… gue suka banget bersepeda di pulau itu! Hembusan anginnya terasa menyenangkan, pantulan air danau dari kejauhan, pohon-pohon besar yang menjulang di sepanjang jalan, dan jalan berdebu yang sesekali naik dan turun, udah berhasil bikin gue ngerasa gembira hanya dengan mengayuh sepeda di pulau itu. Oh ya, meskipun bukan tempat paling indah yang pernah gue datangi, Nami Island ini tetap terlihat sangat fotogenik. Take a look at the pictures below!

Overall, gue menikmati acara jalan-jalan pertama gue di Korea Selatan itu. Tempatnya memang jauh dari pusat kota, but both of Petite France and Nami Island are worth to visit. Oh ya, buat kamu yang nggak bisa mengendarai sepeda… nggak usah khawatir! Selain menyewakan sepeda, pengelola pulau itu juga menyewakan mobil mini dan juga otoped elektrik. Jangan ragu untuk menyewa salah satu kendaraan itu, and enjoy the rides 🙂

P.s.: Untuk pulang dari Nami Island ke Seoul, jalan kaki sedikit menuju taxi stopper di dekat Seven Eleven, antri untuk dapat taksi, dan bilang sama supirnya kamu kepengen pergi ke stasiun Gapyeong. Dari situ, kamu bisa ambil kereta menuju Seoul.

My ‘Career’ Journey… Since I was a Kid

Tiba-tiba aja, gue kepingin cerita tentang sumber penghasilan gue dari jaman dulu sampai sekarang. Ngelihat perjalanan ‘karier’ ala gue ini bikin gue jadi ngerasa sangat-sangat bersyukur dengan apa yang gue miliki saat ini. Gue emang bukan orang paling kaya dari semua orang yang gue kenal, tapi gue bersyukur udah bisa meningkatkan taraf hidup gue sendiri, perlahan tapi pasti, hingga akhirnya gue tiba di hari ini.

Waktu Masih SD

Yup, gue udah mulai dagang kecil-kecilan dari jamannya masih pake seragam putih-merah. Apa aja barang dagangan gue?

  1. Baju Barbie jahitan tangan sendiri… Modalnya cuma kain perca (a.k.a kain sisa jahitan nyokap), dan benang plus jarum jahit punya nyokap juga. Bisnis yang nggak ngeluarin modal sepeser pun, hehehehe;
  2. Gantungan kunci handmade. Waktu itu lagi ngetren gantungan kunci kertas bertuliskan nama yang kemudian di-laminating. Sayangnya bisnis yang ini enggak terlalu laku. Gue emang nggak bakat gambar sepertinya; dan
  3. Jualan oleh-oleh. Setiap kali pergi ke luar kota, gue selalu dikasih uang saku sama ortu atau om tante gue buat belanja oleh-oleh. Begitu sampe rumah… oleh-oleh itu gue jual lagi ke teman-teman sekolah. Ini juga bisnis yang nggak pake modal, hehehehe.

Pada masa itu, gue jualan cuma supaya gue bisa beli camilan yang gue mau. Seneng aja rasanya bisa beli makanan apapun yang gue pengen 😀 Oh ya, waktu kelas 6 SD, pengen ngoleksi kertas file bergambar juga jadi motivasi gue buat jualan kecil-kecilan. Abisnya kalo kata nyokap, beliin kertas file itu cuma buang-buang duit! Jadi ya udah, gue cari sendiri aja duit buat koleksi kertas file gue…

SMP

Selain masih suka jualan oleh-oleh, berikut ini bisnis gue yang lumayan nguntungin waktu SMP dulu:

  1. Jualan kertas file koleksi gue. Saat kelas 3 SMP, gue mulai bosan sama koleksi kertas file. Akhirnya, tumpukan kertas file itupun gue jual ke teman-teman sekolah. Kertas file yang tadinya gue beli seharga 50 perak (harga sebelum krismon), gue jual seharga 100 sampe 500 perak (harga setelah krismon… makin lucu kertasnya, gue jual makin mahal!).

Saat itu motivasi gue jualan adalah buat beli komik dan majalah remaja yang gue pengen. Bisa aja minta sama ortu, tapi nggak bakalan dikasih beli komik sampe sebanyak yang gue mau, hehehehe.

SMA

Bisnis gue jaman SMA udah mulai lebih keren. Gue udah nggak pernah lagi jualan oleh-oleh di rentang usia ini.

  1. Ngajar les privat bahasa Inggris. Murid-muridnya anak-anak di lingkungan rumah gue. Cuma dapet sekitar 500ribu dalam sebulan, tapi waktu itu rasanya lumayan banget buat gue beli ini-itu;
  2. Ikutan bazaar di pensi sekolah, modalnya dari ‘lembar saham’ yang gue jual ke temen-temen sekelas. Keren kan gue, masih ABG udah ngerti sistem profit sharing, hehehehe. Waktu itu gue nyari barang buat dijual sampe ke pasar Jatinegara segala loh. Gue juga jual kue-kue yang dimasak nyokap. Bazaar pertama sukses besar, return per ‘saham’ sampe lebih dari 50%, tapi bazaar yang ke dua cuma untung dikit gara-gara salah pilih lokasi jualan; dan
  3. Di akhir kelas 3 SMA, gue mulai ikutan MLM. Waktu itu gue jualan Avon dan lagi-lagi, untungnya lumayan besar buat ukuran gue saat itu. Sekitar 20% atau 30% dari harga katalog kalo nggak salah.

Saat SMA, alokasi duit udah mulai lebih centil. Buat beli fashion items, make-up, dan tentunya, komik, majalah dan novel juga.

Kuliah

  1. MLM Oriflame. Avon Indonesia bangkrut saat gue kuliah, dan gue pun beralih ke Oriflame. Target pasar keluarga besar dan teman-teman gue sendiri;
  2. Ngajar les privat akuntansi. Hasil ngajar bener-bener lumayan banget. Bisa mencapai jutaan rupiah per semester. Asyiknya lagi, ngajar privat secara nggak sadar justru bikin gue jadi makin pinter. Murid gue nggak jauh-jauh dari temen sekelas atau adik kelas atau temennya temen gue. Benar-benar pekerjaan yang menyenangkan 😀
  3. Sumber penghasilan lainnya: beasiswa dari Binus yang dikasih buat mahasiswa berprestasi 🙂 Jumlahnya sekitar 5jutaan… dan semua duitnya gue pake buat belanja, hehehehe.

Saat kuliah, biaya hidup gue meningkat cukup drastis. Mulai suka beli-beli barang dengan harga lebih mahal, ngoleksi sepatu dan tas, dan mulai hobi nonton film juga. Selain buat mengakomodasi semua itu, gue mempertahankan tradisi ngajar les privat sampe semester 7 juga karena rasanya senang saat tahu nilai murid-murid jadi membaik setelah les sama gue. Besides, berkat ngajar les, gue jadi dapet temen dan sahabat baru 🙂

Mulai kerja kantoran

Gue mulai kerja kantoran saat masih UAS semester 7. Pekerjaan pertama gue hasilnya udah termasuk lumayan buat ukuran anak yang masih bikin skripsi. Sistem honornya per proyek gitu, dan kalo gue lagi hoki, gue bisa dapet sekitar empat jutaan tiap bulannya. Gue kerja di kantor yang pertama cuma sekitar 8 bulan. Dua hari setelah resign, gue langsung mulai kerja di perusahaan berikutnya.

Setelah itu gue kerja di EY, nggak lama setelah lulus sidang skripsi. It was a good company for me…  Gue mulai mewujudkan impian buat traveling abroad saat kerja di EY. Kalo gue kerja cuma untuk cari duit, gue pasti akan tetap stay di sana. Sayangnya gue bener-bener ngerasa bosen sama kerjaannya, so there I left the Firm early in 2011.

Setelah itu gue kerja di Niro, sampai hari ini. Tadinya gue takut setelah keluar dari EY, karier dan penghasilan gue bakalan stuck. Tapi Alhamdulillah, sampe hari ini, bukan itu yang terjadi sama gue. Gue banyak menerima jenis pekerjaan baru di sini, yang bikin gue juga jadi belajar lebih banyak. Dan dari segi financial pun, I believe this is the best I can have at least for this year.

Kalo gue buat ringkasannya, awalnya gue cari uang hanya untuk memuaskan keinginan gue buat beli ini-itu. Gue tipe orang yang sangat menyukai financial independence, bahkan sejak usia gue belum sampai 2 digit. Tapi kemudian, gue mulai bekerja karena gue suka bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Dan sekarang, lebih dari itu, gue bekerja karena challenge at work sudah menjadi kesenangan tersendiri buat gue. Rasa senang dan bangga saat berhasil mengatasi rintangan dengan baik bener-bener bikin gue ketagihan! Dan kalo bukan karena pekerjaan gue, gue enggak akan pernah kenal dengan beberapa teman terbaik dalam hidup gue.

Again… thank God for blessing me this much 🙂