Jeju Ripley’s Believe It or Not Museum

Museum Ripley’s Believe It or Not berisi berbagai foto, lukisan, video, atau patung replika tentang hal-hal yang unik tapi nyata di seluruh penjuru dunia. Museum ini tersebar di beberapa negara di berbagai penjuru dunia, salah satunya yang gue kunjungi bulan lalu di pulau Jeju, Korea Selatan. Museum Ripley’s Jeju berlokasi di dalam kawasan Jungmun Resort, persis berseberangan dengan Teddy Bear Museum.

Di dalam museum ini, ada beberapa exhibit yang sudah pernah gue lihat sebelumnya, tapi banyak pula hal-hal baru yang bikin gue berpikir, “Ya ampun… kasihan banget orang-orang ini.”

Ada 2 hal yang menurut gue paling menarik dari museum ini:

  1. Hasil rekaman CCTV yang bisa di rollback. Di sana ada beberapa photo spot yang memang khusus disediakan untuk turis berfoto, salah satunya berfoto di samping patung Indian. Gue dan teman-teman pun enggak ketinggalan ikut berfoto di tempat itu. Dan ternyata, tidak jauh dari tempat itu, ada kamera CCTV yang menyorot persis ke arah patung Indian itu. Nah, kalau kita naik kita ke lantai 2, ada sebuah ruangan kecil yang menyediakan monitor dan sebuah tuas supaya kita bisa lihat hasil rekaman CCTV sampai beberapa menit yang lalu! Kalau kita cepat, kita bisa melihat diri kita di layar monitor CCTV saat sedang berpose dengan sang Indian! It was fun for me; dan
  2. Exhibits tentang ‘hukuman mati’ di berbagai penjuru dunia. Pada horror section ini, salah satunya ada semacam alat di mana sang objek digantung dikelilingi berbagai macam alat penyiksaan. Sang eksekutor tinggal memencet tombol untuk memilih cara menyiksa yang diinginkan. Ada pula exhibit yang menunjukan hukuman mati menggunakan kursi setrum. Kalau kita pencet tombol merah di depannya, kursi itu akan mulai menyetrum patung yang duduk di atasnya, dan si patung akan berteriak kesakitan! Trus dari situ juga gue baru tau bahwa dulu di Cina, pernah ada hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup untuk setiap orang yang ketahuan berbohong. Hmm, nggak heran kalau sampai sekarang pun, koruptor masih suka dihukum mati oleh pemerintah RRC.

Meskipun sebenarnya museum ini terbuka untuk semua kalangan usia, tetap saja menurut gue, bagian horor dalam museum berpotensi bikin anak-anak jadi takut dan bertanya-tanya. Kenapa ada tengkorak digantung? Cowok yang cuma pake underwear dibakar hidup-hidup? Cowok yang kepalanya ditutup karung kecil disetrum pakai bangku? Malah gue sempat lihat anak kecil yang menangis ketakutan saat ortunya memencet tombol merah untuk mengaktifkan kursi setrum… Jadi kalo menurut gue, misalkan pergi ke sana bawa anak, cukup dilewatkan saja lah, bagian yang satu ini.

Overall, menurut gue museum ini not bad and still worth to visit. Bukan salah satu favorit gue, tapi gue cukup menikmati kok. Malah ada salah satu teman seperjalanan gue yang suka banget sama tempat ini. Hampir semua exhibit dilihat dan dibaca history-nya satu per satu. Jadi tentu saja, bagus atau enggak bagus, itu sifatnya relatif. Tapi sepertinya sih, orang yang suka nonton show Ripley’s di televisi juga akan menyukai kunjungan ke museum ini. So just give it a try!

Jeju Teddy Bear Museum

One of my dream destinations in South Korea is the Teddy Bear Museum. Gue emang bukan kolektor Teddy, tapi berpose di tempat yang penuh dengan boneka lucu pasti akan menghasilkan sekumpulan foto yang imut-imut 😀 Lalu bagaimana kesan yang gue dapatkan setelah berkunjung ke sana?

Fyi, di Korsel terdapat 4 museum Teddy Bear yang tersebar di 4 kota. Pada kesempatan yang lalu, gue hanya mengunjungi museum Teddy Bear terbesar di Korsel, yang berlokasi di Jungmun Resort di Jeju island. Jadi… review ini hanya berlaku untuk museum Teddy Bear di Jeju saja yaa.

Begitu baru masuk menuju exhibition hall, kita langsung disambut sama sepasang boneka Teddy seukuran manusia yang berpakaian ala pengantin barat, lengkap sama tudung pengantinnya. Kemudian di dalam, kita akan menemukan banyak Teddy Bear dalam berbagai tema. Ada Teddy Bear yang menyerupai artis dan tokoh internasional legendaris, tema film seperti Princess Hour dan Titanic, ada pula yang bertemakan sejarah nasional maupun internasional. Yang tifak kalah menarik; boneka Teddy bertahta berlian, dan boneka Teddy yang pake LV fashion items!

 

 

 

 

 

 

Selain exhibition indoor, ada pula lokasi outdoor-nya. Di taman ini jelas enggak mungkin ada banyak boneka Teddy asli, hampir semua cuma patungnya saja… tapi ada beberapa setting yang lucu banget buat dijadikan tempat foto. So don’t miss it! Buat nemuin taman ini, cari café di dalam museum dan keluar lewat pintu yang ada di café tersebut. Setelah itu turun tangga, then you will see the Teddy Park.

 

 

 

 

 

 

Mengenai mana yang lebih bagus antara Teddy Bear Museum Jeju atau Seoul, sayangnya gue nggak jadi mampir ke museum Teddy di NSeoul Tower sehingga enggak bisa kasih pendapat tentang hal ini. Tapi menurut cerita yang didapatkan salah satu teman seperjalanan gue dari teman sekantornya, museum di Jeju lebih besar, tetapi museum di Seoul lebih bagus dan baru sehingga bonekanya pun masih terlihat baru. However, gue enggak lantas ngerasa boneka di Jeju udah pada dekil seperti yang dibilang sama temennya temen gue itu sih… Toh sebagian besar bonekanya tersimpan dalam etalase kaca, sehingga tidak mungkin bisa disentuh oleh pengunjung.

Oh ya, perbedaan lainnya antara museum Teddy Bear Jeju versus Teddy Bear Seoul adalah soal keragaman tema. Berbeda dengan museum Jeju yang menampilkan banyak banget tema, museum di Seoul lebih mengedepankan perjalanan bangsa Korsel dari masa ke masa, mulai dari masa penjajahan sampai masa modern sekarang ini. Atau kalau masih bingung… yaah, dateng aja ke dua-duanya, hehehehe.

Karakter Golongan Darah “O”

Berawal dari foto yang di-share salah satu teman, gue jadi nemuin Facebook page yang menarik, namanya Blood Type Comics. Isinya berbagai macam komik yang menggambarkan perbedaan karakter 4 golongan darah. Yang bikin gue kaget adalah… it’s absolutely true! Berikut ini gue rangkum sifat dasar si golongan darah O (yup, I’m an O) berdasarkan kumpulan komik di Facebook page ini:

Anger Management

“Talk to a third party to vent. They can de-stress, but people around them will be exhausted.”

Gue langsung nyengir baca bagian ini. Gue emang terkenal sebagai orang yang suka curhat. Gue membagi teman curhat gue berdasarkan topiknya. Si A buat dengerin curhat gue soal kerjaan, si B khusus denger soal masalah keluarga, si C dan D buat dengerin curhat gue soal cowok (soal ini masih terbagi lagi… si C khusus denger curhatan gue tentang si E, dan si D khusus denger soal kisah gue sama si F). Cuma ada ada dua sahabat lama yang sudah sangat-sangat dekat dengan gue yang pernah mendengar hampir semua cerita penting dalam hidup gue.

Kenapa gue membagi-bagi curhatan gue? Karena topik yang gue ceritakan itu belum tentu dianggap menarik oleh semua orang. Kemudian belakangan ini, untuk urusan gebetan, gue lebih memilih untuk curhat sama teman yang tidak mengenal cowok itu. Selain itu… yaaah, gue juga enggak mau temen-temen gue sampe exhausted cuma gara-gara dengerin semua kisah hidup gue, hehehehehe.

Inside Their Hearts

Inquisitive, likes to win…

Selalu ingin tahu? Menyukai kemenangan? Yeah, well… that’s me.

Gue tipe orang yang gampang banget penasaran. Ada satu teman di EY, dan satu lagi teman di Niro, yang dua-duanya seneng banget sengaja bikin gue jadi penasaran. Mereka tau banget gue ini bisa jadi cacing kepanasan kalo lagi penasaran.

Kemudian soal menyukai kemenangan… pada dasarnya siapa sih, yang mau mengalami kekalahan? Cuma bedanya, gue emang tipe orang yang berusaha lebih keras untuk memenangkan hal-hal yang gue anggap penting dalam hidup gue. The euphoria of a glory is pretty addictive to me. Gue rasa sifat ini justru bisa jadi sifat positif, selama gue tidak lantas menghalalkan berbagai macam cara.

Smart Phone

“For type O, the smartphone is the mean of expressing their own character. They become the number one devotee of their own phone, and start spreading rumors about it.”

O is likely saying, “Yo! I got the latest smartphone!” or “Did you try this application? It is the best!” or “Trust me! This is the right phone!”

Gue nyengir paling lebar saat baca komik bertema Smart Phone ini. Coba klik blog gue yang ini dan yang ini. Nah, see? I’m definitely an O, hehehehehe.

Gue bukan tipe orang yang ganti hp setahun dua kali. Setahun sekali aja belum tentu gue ganti. Tapi sekalinya ganti, gue pengen hp yang canggih. Itulah alasannya gue ngotot mempertahankan Android dan selalu menolak buat ganti BB. Walaupun akhirnya gue pake BB, si Android tetap jadi andalan karena BB gue itu khusus buat CDMA aja. Tapi kalo kata beberapa orang teman gue, “Yaah… apapun alasannya, akhirnya elo pake BB juga, hahahahaha,” atau, “Gue masih takjub akhirnya elo beli BB, hahahahaha.”

Yeaaah, whatever.

P.s.: Kayaknya gue sedang mempertimbangkan bikin review di blog tentang BB CDMA gue, hehehehehe.

Reaction when given a bowl of marshmallows

“Due to their strong survival instincts, they stash the marshmallows away for future needs. But also they tend to forget where they left them.”

Pada komik soal marshmallow ini, si O digambarkan menyimpan mangkuknya di dalam kulkas, supaya awet dan akan dimakan saat dibutuhkan. Tapi setelah itu, si O malah lupa… di mana dia menyimpan mangkuk marshmallow-nya?

Gue juga sering mengalami hal kayak gitu lho. Gue suka sok-sok menyimpan sesuatu di tempat yang aman, tapi akhirnya gue malah lupa… kemaren gue simpan di mana??? Makin brilian ide yang gue punya, semakin besar pula potensi gue buat lupa, hehehehe.

Type O Overview

  1. Have the strongest need for survival;
  2. Have great motivation when there’s a goal, but promptly lose their will once the goal is blurred. Kalo gue, butuh waktu agak lama untuk bangkit kembali. Dan biasanya, keberadaan orang-orang yang mendukung gue adalah salah satu faktor terpenting yang membuat gue jadi pantang menyerah;
  3. Are both an idealist… and a realist. Ini bener banget loh. Meskipun gue tipe orang yang idealis, gue tetap orang yang realistis. Bukan berarti nggak punya pendirian… gue hanya berpikir, kadang-kadang hal terbaik yang bisa terjadi sama kita itu belum tentu hal yang 100% mirip dengan idealisme kita. Bersikap realistis membuat hidup gue jadi lebih mudah, tetapi mempertahankan idealisme juga tetap penting untuk memastikan setidaknya, my life is still on the right track;
  4. Used to forming cliques and high wary of those outside cliques. Yup… dari jaman sekolah sampai kerja, gue tetap tipe orang yang suka nge-gank. Gue benar-benar membedakan perlakuan gue terhadap teman yang gue anggap dekat dengan teman yang gue anggap biasa-biasa aja;
  5. Tends to focus on a single thing, thus more people in professional line of work;
  6. Honest and opinionated, thus more people who lives with principles and ideals; and
  7. Emotional, but will not back-stab others.

Dari 7 point di atas, yap… memang itulah garis besar kepribadian gue. Gue sampe bingung… ini cuma kebetulan atau semua orang yang punya golongan darah O mempunya kepribadian yang serupa?

Well, gue bakal iseng-iseng cari orang dengan golongan darah O… untuk kemudian gue observasi apakah mereka punya kesamaan dengan gue dalam hal-hal di atas? Just curious 😀

Kenapa Traveling Saat Remaja Justru Terasa Lebih Mudah?

Hari ini gue dan Nitya, teman baik gue di bangku SMA, flash back tentang beberapa perjalanan yang dulu pernah kita lakukan bersama-sama.

Selintas gue bertanya sama Nitya, “Kenapa ya… traveling di usia yang sekarang ini rasanya jadi lebih ribet? Sekarang ini gue jadi ngerasa harus selektif banget pilih teman seperjalanan, dan jadi punya prinsip untuk enggak pergi dengan jumlah orang terlalu banyak. Padahal dulu waktu SMA, pergi sama siapapun asyik-asyik aja, dan waktu pergi belasan orang pun, rasanya tetap asyik-asyik aja.”

Adik ipar gue menimpali, “Mungkin karena waktu jaman dulu itu kalo liburan tinggal terima beres… Jadi semuanya udah lancar.”

Nitya langsung bereaksi, “Enggak juga… liburan kita dulu nggak begitu.”

Dan cerita-cerita itu pun kembali meluncur dari mulut gue…

Tentang liburan naik bis umum dari Kampung Rambutan.

Naik bis antar kota yang penuh sesak sampai tidak semua orang kebagian tempat duduk.

Numpang duduk di kantor polisi, selama berjam-jam, sambil nunggu teman yang akan datang menjemput.

Sewa kopaja untuk sampai ke Anyer, dan di tengah jalan tol, eeeh… si Kopaja malah mogok!

Kemudian begitu tiba di Anyer, cuaca super panaaas… Kita pun terpaksa tidur dengan semua jendela dan pintu terbuka lebar demi mendapatkan hawa segar.

Terdengar seperti bencana? But it was fun! Kita malah asyik foto-foto di pinggir jalan tol sambil menunggu Kopaja diperbaiki dan bukannya sibuk ngedumel karena kepanasan.

Coba lihat hal-hal tidak menyenangkan yang pernah gue alami saat traveling di usia dewasa…

Teman yang wajahnya cemberut setiap kali nyasar di jalan.

Teman yang wajahnya cemberut saat mengunjungi tempat yang tidak dia sukai.

Masih mending kalau cuma cemberut, ada pula yang tidak mau menemani gue ke tempat yang sangat-sangat ingin gue datangi tapi tidak mereka sukai.

Teman yang terus mengeluh tentang buruknya fasilitas ini-itu padahal sebetulnya, mereka sendiri yang tidak mau keluar banyak uang untuk biaya liburan.

Teman yang enggak mau ikutan sibuk mempersiapkan ini-itu, tetapi giliran sepanjang liburan kerjaannya merintah ini-itu seenak udel.

Teman yang sangat perhitungan, tidak mau dia sampai rugi, tapi tidak keberatan bikin temannya jadi rugi.

Atau yang paling mengherankan, gue pernah dua kali mengalami ‘nightmare’ saat mengunjungi amusement park. Datang beramai-ramai, tapi semua orang tidak mau beli tiket terusan (entah dengan alasan bad mood atau harga tiket yang lebih mahal) dan dengan baik hatinya bilang mereka akan tunggu di luar selagi gue naik wahana-wahana itu SENDIRIAN. Padahal ya… mana enak sih, ngantri mainan sendirian? Dan buat apa gue datang ke sana bawa teman kalau gue hanya asyik bermain sendirian?

Insiden amusement park itu terjadi sama gue dua kali, dengan dua rombongan yang berbeda… sehingga sampai sekarang gue masih heran… kenapa? Kenapa selalu kesannya, mengunjungi amusement park itu adalah ide pribadi gue dan bukan atas kesepakatan bersama? Malah pada salah satu kejadian tersebut, sebenarnya saat itu gue sendiri tidak begitu kepingin datang ke sana. Bukannya gue enggak suka amusement park, tapi masalahnya pada saat itu ada 2 amusement park yang akan kita datangi sedangkan menurut gue, cukup pilih satu yang terbaik saja. Akhirnya gue tetap ikut ke kedua amusement park itu karena ada salah satu teman yang bilang dia suka amusement park dan ingin mencoba keduanya. Tapi saat sudah tiba, orang yang dulu memberi statement ingin main di sana malah bersikap seolah-olah datang ke sana adalah idenya gue!

Saat usia kanak-kanak sampai remaja dulu, amusement park yang gue datangi dengan teman-teman tidak pernah jauh-jauh dari Dufan. Hanya Dufan, tapi selalu menyenangkan. Kenangan rasa gembira yang selalu gue rasakan saat mengunjungi Dufan adalah hal yang membuat gue selalu menyukai amusement park. Tapi kenapa sekarang bisa lain ceritanya?

Anyer, 11 tahun yang lalu… Salah satu perjalanan yang paling menyenangkan semasa gue SMA.

Gue akui sekarang ini, gue sendiri bukan orang yang selalu bersikap menyenangkan sepanjang liburan… Gue suka ngerasa capek kalo nyasar melulu. Apalagi gue ini emang tipe orang yang malu bertanya sehingga sesat di jalan. Gue juga suka kesal kalau teman seperjalanan gue tidak disiplin dan serba ngaret, atau terlalu sering ceroboh sehingga mengganggu rencana perjalanan. Makanya gue heran… dulu, gue tidak begini. Atau setidaknya, gue tidak pernah merasa jengkel hanya karena hal-hal tidak berjalan sesuai rencana.

Jadi kenapa? Kenapa sekarang ini, gue sampai mengalami perjalanan yang malah bikin gue pengen pulang, mendapatkan teman perjalanan yang menyebalkan, atau bahkan, kenapa gue sendiri bisa bersikap sebagai teman perjalanan yang tidak menyenangkan?

Traveling nightmare seperti ini bukan hanya pernah terjadi sama gue… Sebelum gue mengalaminya sendiri, gue sudah pernah beberapa kali mendengar keluhan sejenis dari teman-teman atau dari beberapa travel writers. Dan kalau gue ingat-ingat kembali… semua keluhan orang lain pun, terjadi saat usia mereka sudah masuk kepala 2.

Jadi kenapa? Apa yang membuat perjalanan ala remaja terasa lebih mudah?

Sampai saat tulisan ini gue post, gue masih belum menemukan jawabannya. Tapi daripada repot-repot mencari jawabannya, gue lebih memilih untuk tetap bersikap selektif. Teman seperjalanan yang gue anggap menyenangkan akan gue pertahankan, untuk diajak pergi lagi di kemudian hari. Kemudian gue juga sedang berpikir… gimana kalo gue coba bepergian dengan travel mate semasa remaja dulu? Gue kepingin tahu apakah bepergian dengan mereka setelah dewasa masih sama menyenangkannya seperti dulu?

Jika ternyata jawabannya adalah YA (bebepergian dengan mereka tetap menyenangkan meski sudah sama-sama berusia dewasa), berarti kemungkinan besar, I was simply a lucky teenager: I had a lot of friends who were fun to travel with. Tapi jika jawabannya adalah TIDAK… well, mungkin gue harus kembali menganalisis, atau mungkin, justru gue yang harus instropeksi.

Traveling is supposed to be fun, and it supposed to make you closer to your friends, not breaking up with them as the journey end. Back to the past, traveling was always an unforgettable memory between me and my old friends.

Intinya gue cuma ingin punya cerita perjalanan yang menyenangkan, yang bisa kembali gue ceritakan kepada anak-cucu gue nanti, atau… untuk sekedar kembali dikenang saat gue berkumpul dengan teman-teman seperjalanan. I did it very well when I was a teenager, and I shall do it better after I’m a grown up. Otherwise, my traveling activity is just a waste of time, money, and energy. That’s it.

The Beauty of Jeju Island

Pulau Jeju dikenal oleh penduduk Korea Selatan sebagai pulau vulkanis yang memiliki pemandangan spektakuler, yang merupakan objek wisata lokal favorit mereka. Ibaratnya, Jeju itu adalah Bali-nya Indonesia. Saat pertama kali meng-Google Jeju Island, hasil gambar yang pertama kali menarik perhatian gue adalah foto pantai yang dikelilingi oleh bunga-bunga berwarna kuning! Cantiknyaaa… I want to see it and take picture between the yellow flowers!

Setelah gue googling lebih lanjut, kemungkinan bunga-bunga kuning itu bisa gue temukan di Sunrise Peak. Jadilah gue memasukkan Sunrise Peak ke dalam itinerary. Lalu bagaimana kenyataannya? Berhasilkan gue menemukan si bunga-bunga kuning yang cantik itu?

Foto bunga kuning yang gue dapet via Google.

Begitu sampai di bandara Jeju, gue mendapatkan pembatas buku yang menampilkan foto bunga-bunga kuning di pinggir pantai. Kemudian sepanjang perjalanan menuju berbagai objek wisata di Jeju, gue beberapa kali melihat bunga kuning itu tumbuh liar di pinggir jalan. Musim semi itu musimnya bunga bermekaran bukan? Semakinlah gue yakin gue akan melihat hamparan luas bunga kuning yang sampai sekarang, gue tidak tahu apa nama bunganya.

Akhirnya gue pun tiba di Sunrise Peak. Begitu turun dari mobil, gue belum melihat si bunga kuning. Ketika gue mulai menanjak… oh my God… yang terlihat hanya hamparan rumput luas berwarna hijau 😦 Begitu gue sampai ke puncak pun, tidak ada satupun bunga kuning yang gue temukan di tempat itu! Hiiks, kecewa 😦

Begitu kembali lagi ke mobil, gue bertanya pada Andy, tour guide gue, soal bunga-bunga kuning itu. Dan dia bilang, dia sudah lama tidak melihat bunga kuning di Sunrise Peak. Seingat dia, terakhir kali dia melihat bunga itu di sana sudah hampir 10 tahun yang lalu! Kemungkinan, bunga itu tidak banyak tumbuh karena udaranya masih dingin.

Well, I guess I was not lucky then 😦

Meskipun gagal menemukan hamparan bunga kuning, gue tetap menganggap pulau Jeju sebagai pulau yang cantik. Berikut ini gue capture daftar keindahan Jeju yang sempat gue nikmati selama berlibur 3 hari 2 malam di pulau itu.

Sunrise Peak

Most of people say, Sunrise Peak is number one tourist attraction in Jeju. It’s a must visit place. Yang tidak gue sangka, ternyata, untuk bisa menikmati cantiknya Sunrise Peak, kita harus naik ke atas lembah sekitar lima belas menit lamanya! Begitu sampai di parkiran, gue langsung melirik ke arah puncak lembah… dan gue pun bergidik ngeri. Gue sanggup nggak yaa, naik sampai ke atas? Angin sedang berhembus cukup kencang dan udaranya juga sedang terasa sangat dingin!

But the good thing of the cold wind is it helps avoiding you from easily get tired! Capek itu sudah pasti, tapi gue enggak keringatan sama sekali lho. Bahkan saat sudah hampir sampai atas, gue malah tidak menyangka sudah mau sampai atas. Tidak seberat yang gue kira juga ternyata. Yaaa, walaupun dikit-dikit gue memilih untuk berhenti atau duduk sejenak, hehehehe.

Setiap sisi di Sunrise Peak menampilkan keindahan yang berbeda-beda. Ada yang menampilkan tampak atas perkotaan pinggir laut, pemandangan batu karang yang menjulang kokoh, laut yang tampak tenang, atau sekedar hamparan rerumputan. Memang tidak seindah yang gue kira, but still I think that Sunrise Peak was beautiful.

Tiara, my travel mate, in Sunrise Peak.

Masih menurut Andy, Sunrise Peak sore itu tampak kurang cantik karena langit sedang tidak cukup cerah. Sudah bunga kuningnya sedang tidak tumbuh, langitnya sedang tidak cukup cerah pulaaa. Gue benar-benar kurang beruntung! Setidaknya saat itu tidak turun hujan, sehingga gue bisa menikmati Sunrise Peak sampai ke atas puncak 🙂

Oeldogae Rock

Batu karang raksasa ini diberi nama Oeldogae yang artinya “kesepian”. Nggak ngerti juga asal-usul nama tersebut, yang jelas, tempat ini merupakan salah satu lokasi syuting Jewel in the Palace. Yup… gue sengaja datang ke tempat ini hanya karena Jang Geum pernah ada di sini, hehehehehe.

Begitu gue melangkah turun ke objek wisata yang satu ini, gue langsung terpukau… Pemandangannya cantik, melebihi ekspektasi gue sendiri. Bahkan menurut gue, pemandangan di sini masih lebih cantik daripada pemandangan di Sunrise Peak.

 

 

 

 

 

 

Tempat ini punya jalur tracking yang kelihatannya cukup makan waktu. Yang gue dan teman-teman lakukan hanya terus berjalan sampai menemukan lokasi syuting Jewel in the Palace. Setelah puas berfoto di sana, kita berputar balik dan kembali menuju mobil di parkiran.

Manjang Cave

Alasan gue mengujungi gua ini hanya satu: karena katanya, this is the longest lava tube in the world. Panjangnya sekitar 1 kilomoter. Sebagai traveler, gue selalu ngerasa wajib mengunjungi tempat yang serba “paling” di dunia. Setelah sebelumnya pernah mengunjungi patung Budha dan patung Dewa terbesar di negara-negara lainnya, kali ini di Korea, gue mengunjungi lava tube yang paling panjang di dunia.

Yang namanya gua, ya pemandangannya hanyalah gua. Langit-langitnya tinggi, gelap, dan sangat dingin! Untunglah masih ada lampu-lampu sorot yang dipasang di dalam membuat gua ini jadi terlihat lebih terang dan juga lebih cantik.

Tips buat kalian yang ingin mengunjungin Manjang Cave:

  1. Bawa pakaian hangat. Tangan gue sampai terasa beku gara-gara cuma mengenakan t-shirt dilapis sweater tipis; dan
  2. Pakai sepatu, jangan sandal. Yang namanya gua, sudah tentu track-nya tidak mulus. Tambah risky karena banyak tetesan air yang membuat permukaan menjadi licin.

Pada saat gue hendak memasuki mulut gua, petugas di sana, via Andy, mengingatkan gue tentang tidak baik mengenakan sandal ke dalam gua. Maka gue pun dipersilahkan meminjam, secara gratis, salah satu sepatu karet yang khusus disediakan untuk tamu. Sayangnya ukuran sepatu di sana kecil-kecil, sehingga malah bikin kaki gue jadi lecet. Dan tau nggak siiih, setelah gue keluar dari dalam gua, gue beberapa kali menemukan cewek-cewek yang pakai high heels masuk ke dalam gua! Woow…

Three Beautiful Waterfalls

Ada 3 air terjun yang cukup populer di pulau Jeju. Pada kesempatan yang lalu, karena keterbatasan waktu, gue hanya sempat mengunjung 1 air terjun saja: Jeongbang waterfall. Gue dan teman-teman memilih air terjun ini berdasarkan rekomendasi dari Andy dan gadis remaja yang kami temui di sebuah restoran.

Sayangnya saat melihat air terjun ini… gue dan teman-teman serempak berpikiran, “Cuma begini doang? Apa bagusnya???”

Kalau dilihat sepintas, memang biasa-biasa saja. Rasanya gue pernah melihat air terjun yang lebih cantik di daerah Sukabumi. Tapi setelah melihat hasil foto yang diambil oleh Andy, wah… fotonya bagus! That has become one of my favorite photos in Jeju.

Ukuran air terjun Jeongbang relatif lebih besar jika dibandingkan Cheonjeyeon dan Cheonjiyeon. Memang bukan yang paling cantik, tapii, Jeongbang ini merupakan satu-satunya air terjun di Asia yang turun langsung menuju lautan. Sayangnya pada foto di atas, tidak terlihat bahwa sebetulnya saat itu, gue sedang berfoto di pinggir laut.

Oh ya, meskipun gue tidak mengunjungi 2 waterfall lainnya, akan tetap gue share di sini foto keduanya yang gue dapatkan via Google.

Cheonjeyeon Waterfall

Cheonjiyeon Waterfall

Overall, I agree that Jeju is beautiful. Apalagi kata Andy, masih ada banyak tempat seperti Oeldogae di daerah Jeju! Sayangnya tentu saja, 3 hari tidak cukup untuk explore kecantikan Jeju. Gue masih belum mengunjungi Halla Mountain yang juga terkenal dengan keindahannya, dan tentunya, gue belum berhasil menemukan hamparan bunga kuning di pinggir lautan itu, hehehehe.

Well, let’s just hope that someday I’ll be back to experience more of Jeju beauty 🙂

Jeju TrickArt Museum

Gue pertama kali dengar soal Trick Art Museum di Jeju ini dari Tiara, salah satu teman seperjalanan gue. Awalnya gue enggak gitu excited, tapi begitu gue buka website-nya, wellit looks like an exciting place! Dan ternyata bener aja… it was a fun place for everyone. Bahkan setelah pulang ke Indonesia pun, gue paling senang memamerkan foto-foto gue di museum ini.

Apa itu TrickArt museum?

Umumnya, Trick Art museum menampilkan lukisan-lukisan 3 dimensi yang membuat kita seolah menyatu dengan lukisan tersebut jika difoto. Contoh gampangnya lukisan jerapah dan daun. Jika kita difoto dengan pose sedang memegang daun tersebut, maka pada hasil fotonya akan terlihat kita seperti sedang memberi makan daun kepada si jerapah!

Foto favorit gue di TrickArt adalah foto yang jika hasilnya di-rotate, akan terlihat seperti gue bisa menempel di sudut tembok! Lihat hasil fotonya di bawah ini…

Kemudian yang ini… lukisan 3D favorit gue yang lainnya…

Atau yang ini…

Dan yang ini…

Bukan cuma trik lukisan 3 dimensi lho

Sebagian besar memang lukisan 3 dimensi, tapi ada juga trik yang berbentuk sebuah ruangan. Setiap ruangan mempunyai trik menarik yang berbeda-beda. Contohnya…

Jadi kalau kamu melihat ada pintu masuk menuju sebuah ruangan, jangan dilewatkan! I got some of the best pictures in such a room like this.


Ketahui cara dan jarak terbaik untuk mengambil gambar!

Ada cukup banyak objek foto yang sudah diberi petunjuk posisi terbaik untuk sang pengambil gambar. Lihatlah lantai di sekitar objek dan cari gambar sepasang telapak kaki, di situlah posisi yang terbaik untuk mengambil gambar. Kemudian untuk foto di mana teman gue terlihat besar sedangkan gue terlihat kecil (lihat foto di atas), ada lubang khusus untuk meletakkan kamera yang terletak di tembok luar ruangan triknya. The effect is not going to work unless you put the camera on the right place.

Berspose lah secara maksimal! Nggak usah malu-malu 🙂

Sekedar berdiri atau duduk di depan objek foto tidak akan berhasil membuat fotonya terlihat ‘hidup’. Bakal lebih bagus lagi kalo kita jago akting saat difoto! Misalnya, akting ketakutan saat sedang berfoto ‘di dalam’ mulut naga, atau akting apapun yang sesuai dengan tema objeknya. Oh ya, untuk urusan pose, jika kamu bingung bagaimana harus berpose, cukup contek saja contoh di gambar. Ada contoh gambar untuk setiap objek di TrickArt Museum.

Be perfectionist for a perfect picture!

Contoh have to be perfect ada pada foto di bawah ini…

Supaya terlihat seolah-olah benar baru keluar dari dalam lubang (padahal aslinya hanya sedang tengkurap sambil mengangkat badan ke atas), maka kedua kaki teman gue ini tidak boleh terlihat di layar kamera. Kedua kaki harus benar-benar lurus dengan badan. Trik ala gue untuk menyembunyikan kaki adalah dengan cara menyilangkan kedua kaki gue itu… and it works! Intinya, pastikan saat mengambil foto, posisi seluruh anggota tubuh kita sudah cukup sesuai untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Jika belum berhasil, silahkan dicoba kembali 😉

You have to visit TrickArt Museum if you visit Jeju

Gue sangat merekomendasikan museum ini buat teman-teman yang berencana liburan ke Jeju. Lokasinya memang lumayan jauh dari pusat kota (secara hampir semua tourist attraction yang menarik di Jeju itu jaraknya relatif banget dari bandara), but totally worth it.

Sebetulnya selain di Jeju, museum yang sejenis juga terdapat di Seoul, dekat dengan stasiun subway Hongik University. Akan tetapi berhubung gue tidak coba datang ke museum TrickArt di Seoul, maka gue tidak begitu yakin apakah hasil foto di sana akan sama bagusnya dengan museum yang di Jeju. Atau kalau memang kalian cuma akan mampir ke Seoul dan tidak mampir ke Jeju, ya silahkan dicoba. Kalau sudah mampir ke museum sejenis ini di Seoul, jangan lupa sharing ceritanya untuk gue yaa. Ditunggu lho 🙂