- Bosen setiap hari harus tanda tangan setumpuk dokumen…
- Kerja tidak lagi tinggal menerima instruksi… melainkan mencari sendiri pemecahan atas setiap masalah yang tengah terjadi;
- A leader shall work as perfect as possible. Beda banget sama anak baru lulus kuliah yang masih bisa dimaklumi seperti, “Maklum lah masih banyak salah… namanya juga anak baru.”
- Semakin tinggi jabatan, semakin tinggi pula ekspektasi dari big boss. Kerjaan makin aneh, makin banyak, dan makin susah;
- Susah konsentrasi kerja, dikit-dikit ada yang datang meminta bantuan;
- Harus rela meluangkan waktu buat membagi ilmu sama anak buah… di tengah pekerjaan yang sedang padat-padatnya;
- Susah ngendaliin emosi kalo anak buah salah melulu, ngajuin pertanyaan yang sama berulang-ulang, kerjanya super lama pula! Sigh…
- Setelah heboh marah-marah, yang ada nyesel sendiri… Jadi malu sama diri sendiri, serta sama orang-orang di sekitar gue juga;
- Kadang suka dihantui pikiran, “Aduh, jangan aja nanti nih anak resign gara-gara gue!”
- Anak buah yang bikin kesalahan, atasan juga yang disalahin dan atasan juga yang harus nanggung akibat dari kesalahan anak itu…
- Peluang buat disebelin orang jadi makin besar, hehehehe; dan
- Suka penasaran… pernah nggak ya, staf-staf gue itu ngomongin gue yang jelek-jelek waktu mereka lagi di toilet?
- Dilema saat harus menilai kinerja bawahan yang tidak memuaskan;
- Lebih dilema lagi kalo harus memecat, menyatakan demosi, atau tidak mengangkat bawahan sebagai staf permanen; dan
- Semakin tinggi jabatan, biasanya semakin sedikit pula teman dekatnya. Berteman dekat dengan bawahan semakin lama menjadi semakin sulit.
Singkatnya sih, semakin tinggi semakin besar pula angin yang menerpa. 15 hal di atas mungkin belum tentu dialami oleh semua orang, tapi gue yakin, setiap atasan pasti punya permasalahan tersendiri yang dulunya tidak pernah mereka alami waktu posisi mereka masih berada di level staf biasa. It’s not as easy as we thought it was.
Jadi kalo menurut gue, daripada sibuk menghitung-hitung renumerasi yang diterima atasan, lebih baik kita hitung-hitung berapa besar tanggung jawab yang harus mereka pikul. Begitu pula kalo kita punya cita-cita untuk duduk di bangku pimpinan. Daripada keseringan berkhayal soal fasilitas yang akan kita dapatkan, lebih baik kita instropeksi diri… sudahkah kita memiliki kualitas yang diperlukan untuk dipercaya menjadi seorang leader?