Biaya Kencan… Siapa yang Harus Bayar?

Barusan aja saya nonton video yang intinya mengajarkan para perempuan untuk membayar bagian mereka sendiri tiap kali kencan. Katanya, cowok manapun enggak punya kewajiban untuk membayar makanan atau tiket nonton mereka. Saya langsung tepuk jidat setelah selesai nonton video itu!

Jujur ya, maaf-maaf nih jika ada mas-mas yang enggak suka dengan tulisan saya ini, tapi saya pribadi enggak suka sama cowok yang meributkan siapa yang harus bayar bills saat kencan. Kenapa? Karena saya enggak suka sama orang pelit. Jangankan gebetan atau pacar, punya teman pelit aja saya paling anti!

Cowok yang menolak bayar bills saat kencan itu tipe cowok yang takut harta bendanya berkurang hanya karena traktir makan orang yang dia sayangi. Bukan tipe cowok yang percaya bahwa the more we give, the more we get in return. Selain itu menurut saya, cowok yang belum siap keluar uang buat biaya kencan adalah cowok yang belum siap membangun relationship. Mereka belum siap membagi resources dengan orang lain, belum siap berbagi hidup dengan orang lain.

Bagaimana dengan saya sendiri? Apakah itu artinya saya enggak pernah bayar bills bagian saya?

Saya sendiri ujung-ujungnya pasti akan bayar bagian bills saya sih. Kalaupun si cowok enggak mau terima, saya akan cari-cari occasion lain untuk gantian traktir dia makan. Saat saya ultah atau baru gajian misalnya. Kenapa demikian? Karena saya nggak suka punya utang budi, nggak suka pula menggantungkan hidup saya pada orang lain.

Nah, kali ini mohon maaf nih jika ada mbak-mbak yang keberatan dengan sudut pandang saya… tapi buat saya, relationship itu harus setara dalam hal ekonomi. Pertimbanggannya sederhana: saya enggak mau kehilangan independensi saya as a person.

Sejak mulai punya penghasilan, saya mulai merasakan definisi merdeka dalam artian yang sebenarnya. Dan saya merasa, bergantung secara ekonomi kepada orang lain itu (meskipun dia suami saya) menghilangkan kemerdekaan saya. Saya tidak suka meminta, dan saya tidak ingin kembali menjadi orang yang meminta. Itu sebabnya saya lebih suka bayar makanan saya sendiri: supaya saya bebas pesan menu apapun yang saya inginkan! Kebebasan yang tidak bisa saya dapatkan saat ditraktir orang lain.

Meski demikian, harus diakui bahwa cowok yang selalu insist membayar seluruh tagihan itu memang benar kelihatan seksi. Kelihatan gentleman, kelihatan cowok banget! Dan ini bukan cuma pendapat saya saja lho ya. Semua teman perempuan yang pernah saya ajak ngobrol soal topik ini pun sepakat bahwa cowok kelihatan seksi saat memaksa untuk membayar seluruh tagihan kencan. Bukan karena kita matre, tapi mungkin lebih karena naluri perempuan aja kali yah. Sama lah kayak cowok yang senang dimasakin sama ceweknya.

Jadi sudah lah, guys. Jangan terlalu heboh untuk urusan bills. Man up a little bit, okay?

Jangan Jadi Orang yang Serba Salah

Sebisa mungkin, jangan pernah menjelma jadi orang yang serba salah.

Gaji segitu-gitu aja, complain… iri sama teman-teman seumuran yang sudah punya ini-itu. Tapi lalu dikasih kenaikan jabatan, juga complain… capek, stres, dan nggak tahan sama politik kantornya.

Masih jomblo, complain… bete ditanya “kapan married” terus-terusan. Akhirnya punya pacar lalu menikah, juga complain… banyak drama rumah tangga dan sifat asli suami ternyata enggak banget.

Belum dikaruniai anak, complain lagi. Akhirnya punya anak, masih saja complain juga… capek fisik, capek mental dan emosional karena anak rewel… kurang tidur dan tidak lagi punya cukup waktu untuk merawat atau menyenangkan diri sendiri.

Jika saya jadi Tuhan, saya akan bingung. Dikabulkan doanya salah, tidak dikabulkan juga salah. Maunya apa toh?

Yang paling berbahaya di sini bukan hanya sekedar complain-nya, tapi lebih kepada hilangnya rasa syukur atas anugerah yang kita dapatkan. Kita sibuk mengeluh sampai lupa berbahagia. Hal-hal yang dulu kita sebut berulang-ulang di dalam doa kini malah terasa biasa-biasa saja (bahkan, lebih sering terasa sebagai beban yang luar biasa beratnya).

Hidup sendiri dengan gaji yang tidak seberapa memang terasa lebih ringan. Lebih sedikit masalah, lebih sedikit tekanan, dan lebih sedikit konflik. Tapi, hidup yang serba biasa-biasa saja juga hidup yang paling tidak membahagiakan. Lama kelamaan hidup akan terasa kosong, tidak punya tujuan, tidak ada motivasi untuk hidup lebih lama.

Saya juga sering curhat soal pekerjaan saya. Soal bos-bos saya. Tapi saya tidak pernah mengeluh sampai berharap hidup saya kembali persis seperti dulu saja. Bagaimanapun, pekerjaan yang bikin stres luar biasa itu pekerjaan yang sudah mewujudkan begitu banyak impian saya, dan impian orang tua saya juga. Saya stres, tidak mudah menjalaninya, tapi saya bahagia kini telah bisa mencapai taraf hidup yang dulu saya impikan.

Buktikan pada diri sendiri bahwa kita pantas menerima segala yang kini telah kita miliki. Jangan banyak maunya tapi sedikit pengorbanannya…

Great things in life do not come easy, remember?

Boleh curhat, buat melepaskan beban… tapi jangan jadi rewel apalagi sampai menyulitkan orang lain dengan tingkah kita yang mulai taking things for granted.

Tetap kerja maksimal walaupun pekerjaan baru itu nyaris membuat kita going nuts.

Tetap cintai pasangan kamu lengkap dengan segala kekurangannya (ingat nggak, dulu seberapa gigih kamu menyebut nama dia dalam doa-doa kamu itu?).

Dan jangan pernah menyerah menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak kamu itu!

Ingat bahwa anugerah yang kini kita miliki masih menjadi mimpi bagi begitu banyak orang di luar sana. Embrace it!

So please… less complaining and more efforts to get yourself back to the right track, okay?