Belum lama ini, gue ngobrol sama salah satu teman yang baru saja punya anak ke dua. Teman gue ini dulunya tipe cowok yang tidak terlalu menyukai anak kecil, lumayan mengejutkan juga pada akhirnya dia bisa settle down dengan keluarga kecilnya itu.
Setelah menanyakan kabar, gue lanjut bertanya, “How does it feel to have two little kids?”
Dia jawab, “Susah dijelaskan. Kadang gue juga suka bingung sendiri gimana gue bisa sampai ke sini.”
Saat terlintas di pikiran gue soal dia menyesali keputusannya untuk settle down, dia mengirimkan sebuah foto bergambar kertas dengan coretan tangan di atasnya.
Dia bilang, “Biru itu single, hijau itu married, merah itu punya anak.”
Tanpa perlu dia jelaskan lebih lanjut, gue langsung bisa mengerti dengan sendirinya.
Teman gue melanjutkan, “Happy as a single itu skornya cuma 50, tapi susahnya juga cuma 50 aja. Kalo elo pengen ngerasain happiness yang level 100, elo harus punya anak dulu. Tapi ya gitu… perjuangannya juga gila-gilaan.”
Meskipun gue belum married, gue bisa langsung relate dengan penjelasan dia itu. Gue juga sering merasakan bahwa hal-hal yang paling bikin gue susah adalah hal-hal yang juga bikin gue paling bahagia.
Contohnya bisnis gue; The Lens Story. Saat sedang kesal dengan business partner di The Lens Story, rasanya jauh melebihi rasa kesal gue saat kerja kantoran. Tapi saat gue sedang menikmati serunya ikut pemotretan, rasa senang yang gue rasakan juga jauh melebihi rasa senang yang pernah gue dapatkan saat kerja kantoran.
Sama halnya dengan jatuh cinta. Hidup single pun sebetulnya gue sudah bahagia, tapi gue enggak memungkiri bahwa gue lebih dan paling bahagia saat sedang jatuh cinta. Cuma ya resikonya, naik-turun perasaan saat sedang jatuh cinta itu betul-betul bisa bikin gue ngerasa frustasi banget.
Kemudian yang terakhir dalam mengejar cita-cita dan mimpi gue dulu. Jangan tanya gimana stresnya, capeknya, marahnya, frustasinya… Tapi tiap kali gue melihat betapa hasil kerja keras gue memberikan positive impact untuk orang lain, tiap kali gue baru saja membeli barang yang dulu menurut gue harganya “enggak masuk akal”, atau saat akhirnya gue menapakkan kaki di tempat yang dulu hanya bisa gue lihat melalui layar kaca, saat itulah gue menyadari… semua perjuangan gue itu tidak pernah sia-sia, dan gue tidak akan pernah menyesalinya.
Meski begitu pada akhirnya, hidup itu adalah murni sebuah pilihan. Gue agak tidak sependapat dengan teman gue bahwa untuk merasakan kebahagiaan level 100 itu hanya bisa didapat dengan menikah dan mempunyai anak. Kenapa gue bisa berpendapat demikian? Karena kenyataannya, banyak juga pasangan yang malah tercerai berai, lalu anak terlantar entah ke mana, hanya karena merasa tidak tahan dengan penderitaan setelah memiliki anak dalam hidup mereka.
Tidak ada yang salah dari memilih untuk tetap sendiri, atau untuk tidak memiliki keturunan, selama memang itu yang betul-betul kita inginkan. Sama halnya dengan pekerjaan baik itu kerja kantoran atau bisnis sendiri. Apapun yang kita lalukan, pastikan memang itu yang ingin kita lakukan dan bukan hanya sekedar memilih yang mudah buat kita. Jangan pernah “settle for the less” di saat sebetulnya kita mampu mendapatkan yang jauh lebih baik daripada hal yang biasa-biasa saja itu. Jangan pula memendam apalagi sampai mengubur impian dalam-dalam hanya karena kita terlalu takut untuk mewujudkannya.
You will never know how your courage will take you to the fullest level of happiness in life.
Saat sedang memotivasi orang lain untuk mengejar impian mereka, gue biasanya bilang begini, “It’s not going to be easy, but it’s going to be worth it.”
Nah, mumpung sebentar lagi kita akan masuk ke tahun yang baru, tidak ada salahnya untuk kita bertanya pada diri kita sendiri, “Sudahkah saya mengejar hal-hal yang ingin saya dapatkan?”
Set your goal and work hard to make it happen! This life is too short to stay on the sidewalk just to watch other people living in your dreams. Why should you be the spectator if you can be the spectacle?
Penting untuk kita betul-betul memikirkan pilihan kita dengan baik karena biasanya, rasa iri (yang bisa berkembang menjadi dengki) lahir dari impian yang tidak diwujudkan untuk jadi nyata. Harus diakui bagaimana pun, kita pasti ingin hidup bahagia. Dan jika kita bisa merasakan kebahagiaan level 100, kenapa kita harus mengambil jalan aman hanya untuk mendapatkan kebahagiaan di level yang sangat jauh di bawahnya? Apalagi jika sebetulnya, kita tidak merasa bahagia dengan hidup kita yang “biasa-biasa saja” ini.
You will never know until you try, and always remember: you will fail only when you stop trying to make your goals happen.
Berhenti mencari alasan untuk cari aman dan mari kita mulai mengejar impian di tahun 2019 yang baru ini!
Be great and be proud of yourself!