Cinta dan Macam-macam Jenisnya

Menurut gue, cinta itu ada macam-macam jenisnya. Malah sebetulnya bisa jadi, apa yang gue sangka sebagai cinta sebetulnya hanya sebatas rasa suka saja. Atau bisa juga, hanya sebatas cinta lokasi saja. Bagaimana cara membedakannya?

Tahap pertama: naksir

Ibarat kita melirik baju yang dipakai manekin, itulah tahap naksir. Tahap di mana seseorang mulai mencuri perhatian kita. Tahap di mana kita mulai mencari berbagai informasi tentang dia, dan salah satunya, masih single atau sudah taken? Ibarat memilih baju, masih sangat mungkin kita naksir lebih dari satu cowok sekaligus. Ini kan masih tahap melihat-lihat opsi yang ada. Kalaupun ternyata tidak bisa berlanjut pun, kita bisa dengan mudah move on tanpa harus melewati fase patah hati.

Tahap ke dua: suka

Pada tahap ini, kita mulai menaruh harapan. Kita mulai memiliki keinginan untuk bisa jadian dengan si dia. Kita semakin sering memikirkan dia, makin senang saat melihat ada dia, dan yang paling terasa, kita mulai kangen saat dia sedang nggak ada di sekitar kita. Ini juga tahap di mana kita mulai menyusun rencana untuk bisa mendekati dia atau bahkan kita mulai berusaha untuk bisa membahagiakan dia. Keberadaan pesaing di luar sana juga mulai membuat kita merasa cemburu. Di saat yang bersamaan, kita sudah masuk tahap di mana hal-hal yang tidak diinginkan mulai bisa sampai menyakiti perasaan kita. Harapan yang tidak menjadi kenyataan itu mulai bisa berujung pada kekecewaan yang membuat kita harus melewati fase patah hati hanya untuk bisa move on dari dia.

Tahap ke tiga: cinta

Saat sudah sampai cinta, harapan bukan lagi sekedar sampai jadian, tapi sudah jauh sampai pada jenjang pernikahan. Bukan berarti sudah kepengen nikah sama dia dalam waktu dekat, tapi setidaknya, kita sudah mulai melihat keberadaan dia di masa depan kita nanti. Pada tahap ini, sulit untuk kita membayangkan hidup tanpa ada dia di samping kita. Kita sudah tidak lagi pada tahap di mana hal-hal kecil berpotensi menjadi a deal breaker. Rasa sayang kita ke dia sudah mulai stabil dan di saat yang bersamaan, dia mulai jadi prioritas kita melebihi hal-hal lain termasuk melebihi diri kita sendiri. Rasa peduli kita akan keadaan mereka juga sudah jauh lebih tulus dan bukan lagi sekedar ingin tampak peduli hanya demi menarik perhatian dia saja. Tulusnya perasaan itu pula yang membuat putus cinta di tahap ini akan menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan, bahkan bisa jadi traumatis juga. Untuk beberapa orang, putus cinta di tahap ini membutuhkan waktu yang sangat lama (bisa mencapai hitungan tahun) hanya untuk bisa move on. Malah ironisnya, sekalinya kita jatuh cinta, maka orang tersebut akan selalu punya tempat tersendiri di hati kita ini. Kenyataannya, kita tidak akan pernah benar-benar lupa betapa dulu kita pernah sebegitu menyayangi orang ini. Kita bisa jatuh cinta lagi pada orang lain, tapi tetap saja, akan ada bagian kecil dari diri kita yang terus mengenang dia, selama-lamanya.

Hati-hati sama yang ini: cinta lokasi

Cinlok ini rasanya sangat mirip dengan cinta betulan, hanya saja bedanya, cinlok akan segera hilang saat sudah tidak lagi berada dalam satu lokasi yang sama. Misalnya, sudah tidak lagi kerja sekantor. Cinlok biasanya muncul karena rasa nyaman atas kebersamaan kita dengan dia, tapi belum tentu cinta betulan karena belum cukup kuat untuk tidak terpisahkan oleh jarak. Banyak juga cinlok yang berkembang menjadi cinta betulan, tapi tidak sedikit juga cinlok yang sifatnya murni hanya temporary feeling saja. Cinlok tidak bahaya asalkan keduanya mempunyai perasaan yang sama. Bisa repot jika satu orang sudah jatuh cinta betulan sedangkan yang satunya lagi hanya sekedar cinlok belaka! Makanya kalau kita sampai suka dengan orang yang sering bareng sama kita di lokasi tertentu, lebih baik segera diputuskan saja: mau lanjut jadian atau tidak? Cinlok yang menggantung itu cuma buang-buang waktu padahal sebetulnya moving on dari perasaan seperti ini tidak akan sebegitu sulitnya juga.

Salah satu teman gue pernah menyarankan supaya gue tidak buru-buru “naik level”. Jangan cepat sampai di tahap suka, apalagi sampai jatuh cinta, kecuali jika gue sudah mendapatkan bukti yang solid bahwa gue tidak bertepuk sebelah tangan. Boleh mulai suka setidaknya saat sudah ada ajakan nge-date, dan boleh berkembang sampai cinta jika sudah sampai jadian. Teman gue bilang, jangan sampai gue harus melewati fase patah hati yang tidak perlu. Saran yang bagus sih, menurut gue. Dengan menjaga perasaan itu sebatas rasa naksir saja dapat menghindari kita dari terlalu cepat memakai kacamata kuda (cuma fokus pada cowok yang belum tentu suka sama kita juga). Pelan-pelan, beri waktu supaya tidak berakhir buang-buang waktu.

Indonesia dan Budaya Cyber Bully

Sekitar 5 tahun yang lalu, gue mulai aktif ikut online forum khusus traveling. Lumayan buat cari info, bahkan pernah juga 2 kali dapat teman jalan dari forum tersebut. Awalnya menyenangkan, tapi akhir-akhir ini, gue sering merasa risih tiap kali membaca isi online forum yang sekarang mulai merambah sampai ke Facebook itu. Kenapa risih? Karena gue bisa menemukan begitu banyak komentar negatif (beberapa sampai level cyber bully saking sadisnya) di hampir semua post yang gue baca di forum-forum tersebut. Ironisnya lagi, beberapa anggota forum sampai ada yang menambahkan kalimat “please jangan di-bully ya” dalam post yang mereka tulis di forum-forum tersebut.

Gue betulan heran sih. Kenapa mesti sebegitu judesnya sih? Apa untungnya buat mereka? Kenapa sebegitu tersinggung dengan tulisan yang bahkan menurut gue biasa-biasa saja. Jawaban judes mereka itu bahkan belum tentu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penulis thread-nya. Jika tidak bisa memberikan jawaban yang bermanfaat, seharusnya tidak usah membalas sama sekali. Jangan lupa jejak digital itu sangat sulit dihapus dan bisa jadi batu sandungan untuk diri kita sendiri. Ingat bahwa saat kita menyerang orang lain, image kita yang akan terlihat jelek dan bukan image orang yang kita serang itu. If it’s not nice nor useful, just keep our thoughts to ourselves!

Tapi ya yang gue heran dari begitu banyak orang Indonesia akhir-akhir ini… kenapa ya, jumlah orang vokal di dunia maya cenderung jauh lebih banyak daripada orang yang berani menyuarakan dan memperjuangkan pendapatnya di dunia nyata? Misalnya saat ikut meeting atau training. Berapa banyak sih jumlah orang yang aktif memgajukan pertanyaan, menyanggah, atau memberikan pendapat? Seringnya sangat sedikit sekali! Gue kenal beberapa orang yang cenderung tidak banyak bicara di dunia nyata tetapi sangat vokal bahkan sampai kelewat kritis saat memberikan komentar di dunia maya.

Lalu bagaimana cara gue mengatasi forum-forum yang penuh dengan tukang bully itu? Paling gampang emang leave group aja sih ya, tapi karena sejauh ini masih lumayan informatif, atau masih sering memberikan gue inspirasi untuk tujuan wisata selanjutnya, gue memutuskan untuk tetap stay di dua forum itu. Strategi gue:

  1. Tidak usah baca bagian komentar jika tidak diperlukan;
  2. Tidak usah membalas kejudesan orang lain dengan kejudesan lainnya;
  3. Jika tulisan gue di forum itu banyak dibalas dengan komentar yang tidak mengenakkan, maka gue hapus saja post gue yang dianggap kontroversial itu; dan yang paling penting
  4. Gue tidak ikut-ikutan mem-bully orang lain. Gue hanya ikut komentar jika gue tahu gue bisa memberikan jawaban yang bermafaat, yang sesuai dengan konteks pertanyaan ybs.

Hidup sudah rumit, jangan dibuat makin rumit dengan hal-hal yang tidak perlu. Selalu ambil sisi positifnya saja, pastikan kita sudah berusaha menjadi orang baik, sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya.