Belum lama ini, gue baca tulisan di Instagram-nya Mandy Hale; salah satu penulis buku self-help kesukaan gue. Dia bilang, “You were merely a sentence in his story while he was several chapters in yours. And that’s okay! Because some people come into our lives not to be loved, but to be lost and learned in order to help us change and grow.”
I can totally relate to what she wrote! Jadi ceritanya belum lama ini, gue mengeluh sama diri gue sendiri… kenapa ya, selalu gue yang lebih sayang atau bahkan lebih cinta sama cowok-cowok yang dekat dengan gue satu dekade belakangan ini? Sering banget terulang sampai bikin gue berpikir ada yang salah dalam diri gue ini. Saking seringnya terjadi, tiap kali gue dekat dengan cowok baru, tanpa gue sadari gue jadi bisa mendeteksi titik balik di mana gue tahu bahwa gue akan segera balik lagi ke fase patah hati. Ternyata di mata dia, gue ini bukan siapa-siapa. Lagi-lagi, perasaan gue ke mereka sudah tumbuh jauh lebih dalam daripada perasaan mereka ke gue.
Apa rasanya berada di posisi seperti itu?
Jujur awalnya gue ngerasa rugi. Rugi karena gue udah buang waktu untuk care sama cowok yang salah dan rugi harus buat buang lebih banyak waktu lagi hanya untuk bisa move on dari mereka. Rasanya benar-benar nggak enak!
Tapi sekarang agak berbeda jalan ceritanya. Sekali ini, patah hati yang sama tidak membuat gue merasa rugi. Yang kali ini terjadi justru membuat gue berpikiran, “Hanya karena dia enggak punya perasaan apa-apa sama gue, bukan berarti semuanya serba sia-sia buat gue.”
Cowok terakhir yang bikin gue patah hati ini bikin gue ingin jadi orang yang lebih sabar, lebih mampu mengontrol emosi, dan bikin gue ingin berbuat lebih banyak untuk keluarga gue sendiri. Dia ini tipe cowok yang sangat care sama keluarganya, banyak berkorban untuk keluarganya, benar-benar menginspirasi gue untuk melakukan hal yang sama untuk keluarga gue sendiri.
This one guy has been an inspiration to me in so many ways!
Pintar tapi humble. Sangat takut menyakiti perasaan orang lain. Tipe orang yang sengaja menyisihkan penghasilannya untuk beramal, tipe orang yang juga selalu memberikan tip minimal Rp. 5,000 ke Go-jek driver-nya.
Bagaimana sikap dia ke gue selama ini?
He’s a truly gentleman in my eyes. He often helps me with the little things without being asked. It feels good to have someone looks after me the way he does. I’ve known him just for a few months but somehow I know that he will always be there for me anytime I need a helping hand. He’s also that kind of person who makes me feel like I can be myself, I can tell him anything I want to share without worrying of being judged.
Lalu kenapa gue bilang gue patah hati karena cowok yang satu ini? Ya karena itu tadi; ternyata gue hanya bertepuk sebelah tangan. Gue salah mengartikan kebaikan dia ke gue selama ini. Dia memang baik sama gue, baik banget, tapi mungkin untuk alasan yang berbeda. Mungkin hanya sekedar ingin membalas budi. Atau mungkin, hanya baik sebagai seorang teman saja. Dan dengan sendirinya gue tahu, lagi-lagi, ini waktunya untuk moving on.
Dekat dengan cowok ini (setidaknya sebagai teman) membuat gue merasa terdorong untuk jadi lebih baik dari gue yang sebelumnya. Nggak ikhlas sebetulnya, tapi gue enggak mau memaksakan keadaan. Jika dia tidak melihat ada masa depan untuk gue dan dia, maka sebaiknya, gue ikhlaskan dan biarkan dia melanjutkan hidup dia dengan cara dia sendiri.
For this once, I don’t think that I’ve wasted my times to get to know him. To spend times with him. To take care of him. And to like him for a million little things he said and did. I’m thankful that I met him and the fact that I cared about him more than he cared about me never seems like a loss to me. It even feels like a victory knowing the fact that I once fell for a kind man who made me want to be as kind and as compassionate as he was. That girl who wins his heart someday will definitely be one of the luckiest girls on earth and I wish, she will love him for who he is, and she will take a good care of him as genuine as I once did.