Six Years After EY

Kemarin sore, mantan senior gue di EY dulu ceritanya upload gambar yang di-tag ke gue via Path. Tertulis di dalam gambar: “Whenever you join, however long you stay, the exceptional experience of EY will last a lifetime.” 

Posting itu mengingatkan gue bahwa bulan Apil tahun ini, sudah genap 6 tahun sejak gue memutuskan untuk resign dari EY. Dan memang benar, pernah bekerja untuk EY, meski hanya 2 tahun 8 bulan, sudah jadi pengalaman tersendiri  yang tidak terlupakan buat gue. Andai saja gue ngerasa cocok dengan profesi sebagai auditor, maka kemungkinan besar, gue masih tetap bekerja di EY hingga hari ini.

Apa yang membuat EY begitu berkesan buat gue?

Beda orang tentu bisa beda juga jawabannya, tapi buat gue, working environment di EY tetap yang terbaik yang pernah gue rasakan. Nyaris tidak ada office politic, hubungan yang erat dengan hampir semua orang di dalam tim, belajar bareng-bareng, lembur bareng-bareng, curhat, joking, dan ngobrol dari satu topik acak ke topik lainnya. 

Tidak pernah selama gue kerja di EY terpikir untuk resign karena tekanannya, stresnya, atau capeknya. Ada pressure, tapi terasa lebih manageable. Segala hal buruk yang pernah gue alami di sana terasa lebih mudah untuk dilewati, dan waktu itu, gue punya keyakinan yang sangat kuat bahwa apapun yang terjadi, gue tidak akan harus melewatinya sendirian. Keyakinan seperti itu, kenyataannya, tidak selalu mudah ditemukan di lingkungan kerja lain pada umumnya.

Tidak pernah pula selama di EY gue membenci rekan kerja sampai terasa ke ubun-ubun. Ada konflik, ada drama, tapi tidak seberapa. Tidak pernah ada cerita rekan kerja bermuka dua, tidak pernah pula gue merasa ada rekan kerja yang diam-diam berusaha menjatuhkan karier gue. Membangun pertemanan di dunia kerja tidak pernah terasa sulit selama hampir tiga tahun bekerja di EY.

Satu hal lagi yang paling gue sukai dari EY adalah people development-nya. Gue tidak pernah harus pusing memikirkan training untuk gue dan tim gue karena semuanya sudah disiapkan oleh EY. Benar-benar terima beres saja! Enggak perlu cari-cari sendiri, daftar sendiri, dan enggak perlu pusing dengan budget-nya segala, hehehehe.

Jika akhirnya gue tetap memutuskan untuk resign dari EY, hal itu murni karena gue merasa bosan. Tidak ada yang salah dari pekerjaan gue di sana, hanya saja sayangnya, profesi auditor memang tidak terasa tepat buat gue. Bukan profesi yang tercipta buat gue. Gue tidak menyesal resign dari EY, tapi gue juga tidak menyesal pernah jadi bagian dari EY.

Finally, the greatest part of EY is that I am not who I am today without my tenure in that one great company. Every chance I got, every achievement I earned, all of that was begun with all the things I learned at Ernst & Young.

If you ask me how much I would recommend EY, the answer is definitely 5 out of 5. 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s