Cukup sering gue menemukan, orang-orang di social media berubah menjadi lebih sinis saat berbagi cerita di dunia maya. Ada saja sindiran yang disampaikan lewat status, gambar, atau meme yang kelihatan seperti melucu padahal sebetulnya hanya sedang menyindir dengan pedasnya. Hal-hal sepele, perbedaan yang tidak perlu diributkan, tapi sangat berpotensi untuk membuat pembacanya jadi sakit hati. Mungkin yang ingin disentil hanya satu atau dua orang tertentu, tapi akibatnya, semua pembaca yang memiliki kemiripan latar belakang dengan objek yang disndir akhirnya malah jadi ikut merasa sakit hati.
Mau contoh?
Misalnya, status-status yang ribut membandingkan ibu yang bekerja versus ibu yang menetap di rumah. Padahal kenyataannya, belum tentu kategori yang satu pasti lebih baik dari kategori yang lainnya. Belum tentu anak dari wanita karier akan lebih menderita dan lebih tidak terurus daripada anak dari ibu yang penuh waktu tinggal di rumah, begitu pula sebaliknya. Padahal, perbedaan pilihan itu tidak merugikan orang lain di keluarga lain, jadi kenapa mesti repot-repot disindir?
Begitu pula soal kerja kantoran versus bisnis sendiri. Sebagai si pekerja kantoran, gue tetap sangat senang saat browsing di online shop yang dimiliki teman-teman dan keluarga gue. Rasanya terharu melihat mereka bisa mewujudkan impiannya itu. Gue tidak pernah menilai bisnis kecil-kecilan orang lain itu lebih rendah daripada karier gue sendiri, tapi gue juga tidak merasa pilihan karier gue ini lebih rendah hanya karena gue masih bekerja untuk orang lain. Pekerjaan gue halal dan sudah sangat membahagiakan gue, dan buat gue, itu saja sudah lebih dari sekedar cukup.
Selanjutnya soal barang-barang bermerk. Memang benar, lebih baik tas seharga 5 dolar dengan isi 500 dolar daripada tas seharga 500 dolar dengan isi hanya 5 dolar, tapi kalau buat gue, lebih baik lagi tas seharga 500 dolar dengan isi lebih dari 500 dolar, hehehehe. Orang lain mau beli tas seharga milyaran rupiah pun bukan urusan gue, begitu pula sebaliknya; barang-barang yang gue beli pakai uang gue sendiri itu sama sekali bukan urusan orang lain. Gue tidak akan berhenti membeli barang yang gue suka hanya karena terus disindir oleh orang lain yang melihatnya 😉
Kemudian soal hobi traveling. Katanya, lebih baik Umrah dulu. Lalu naik Haji dulu. Memang ada benarnya, tapiii, setiap orang kan punya pertimbangan masing-masing. Punya keinginan naik haji dengan suami atau istri misalnya. Apapun itu, sebetulnya gue tidak punya kewajiban untuk repot-repot menjelaskan kepada orang lain, hanya saja sayangnya, orang lain masih banyak yang merasa punya hak untuk mendapatkan jawaban.
Sinisme yang sama sering pula terjadi untuk hal-hal yang sifatnya luar biasa sepele. Misalnya, game Pokemon Go. Gue tidak ikutan main, tapi gue senang-senang saja melihat koleksi Pokemon teman-teman gue, atau menyimak cerita petualangan mereka saat mencari Pokemon. Anak-anak di kantor mau main game ini pun tidak masalah, asal tidak mereka mainkan di jam kerja serta tidak mengurangi kualitas pekerjaan mereka.
Kalau mau diteruskan, daftar gue ini tidak akan pernah ada habisnya! Padahal kalau menurut gue, biarkan saja orang lain berbahagia dengan pilihannya sendiri. Ikut-ikutan trend bukan berarti tidak punya pendirian. Jika kebetulan mereka memang benar menyukai hal-hal yang tengah digandrungi oleh banyak orang lainnya, ya mengapa tidak? Selama tidak merugikan siapa-siapa, maka kegemaran mereka bukan pula urusan siapa-siapa.
Jangan bersikap sinis hanya karena orang lain memiliki caranya tersendiri untuk membahagiakan dirinya sendiri. Dan tahu tidak? Sebetulnya, orang yang sudah bahagia dengan hidupnya tidak akan mau repot-repot berusaha mengurangi kebahagiaan orang lainnya.
I’m a believer that life is too short to be too cynical. It’s okay to be critical, but give yourself some limit! When you’re wasting too much energy on hating what people are doing, then it’s actually your very own loss, not theirs! Just move on and be happy with your own choices.
Have a blast and happy Monday!