The More You Give, The More You Get in Return

Beberapa hari yang lalu, ada satu supir Gojek yang menolak mengambil terlalu banyak selisih kembalian yang sudah gue berikan untuk dia. Menurut dia, jumlahnya terlalu banyak. Dia menyerahkan selembar uang kertas; dia menentukan sendiri uang tip yang menurut dia pantas untuk dirinya sendiri.

Hal ini mengingatkan gue dengan diri gue saat masih kuliah dulu. Saat itu rasanya, sekedar memberikan tip ribuan rupiah saja seolah sama beratnya dengan memberikan uang jutaan rupiah. Seolah gue akan jatuh bangkrut dengan memberikan sedikit uang yang gue punya. Memang saat itu keuangan gue masih sangat ketat, masih jadi anak kos yang harus pandai berhemat, dan hanya punya satu pekerjaan sampingan saja.

Kemudian tidak lama, ada salah satu dosen di kampus yang bercerita bahwa dia paling pantang memberikan tip kepada supir taksi. Dia bilang, dia selalu meminta uang kembaliannya tanpa tersisa. Menurut hitungan dia, supir taksi sudah mengambil banyak keuntungan hanya dari uang tip-nya saja. Berhubung gue benci banget sama dosen gue yang satu itu, dalam hati, gue menanggapi cerita dia dengan pikiran sinis. Memangnya ada seberapa banyak sih, supir taksi yang kaya raya? Gue kenal beberapa supir taksi dan hidup mereka sangat-sangat sederhana, sama sekali tidak kaya raya seperti perkataan dosen gue itu!

Entah apa hanya karena kejadian itu atau karena pertimbangan lainnya, gue mulai berhenti bersikap pelit dalam memberikan tip. Gue tidak ingin bercerita lebih detail, tetapi pada akhirnya, gue bisa saja punya banyak sifat jelek, kecuali sifat pelit dan enggan berbagi. Memang benar dulu hidup gue serba ngepas, tapi toh gue masih bisa beli tas seharga ratusan ribu rupiah hanya dari hasil pekerjaan sampingan gue itu. Jika gue masih bisa beli baju dan tas bagus, masih bisa makan enak, kenapa gue tidak bisa memberi sebagian kecil dari rezeki yang gue peroleh?

Beberapa bulan setelahnya, saat tengah menyusun skripsi, ceritanya gue menemukan jalan buntu. Gue nekad mengadaptasi disertasi lulusan S3 untuk skripsi S1 gue. Awalnya terlihat mudah, tapi lama-lama gue stres sendiri! Ditambah lagi saat itu, gue sudah memulai karier profesional pertama gue. Gue betul-betul tidak punya banyak waktu untuk mengurus skripsi gue sendiri.

Akhirnya, gue terpikir untuk mencari penulis disertasi itu. Awalnya gue ragu… Bagaimana kalau dia tidak tinggal di Jakarta? Bagaimana kalau dia tidak berhasil gue hubungi? Atau, bagaimana jika dia menolak untuk membantu gue? Ternyata oh ternyata, penulis disertasi itu tidak lain dosen pembimbing sahabat gue saat SMA dulu! Berkat pendekatan dari sahabat gue itu, akhirnya si penulis bersedia menyisihkan waktu untuk membalas e-mail dan bertemu langsung dengan gue! And did you know? Skripsi gue itu kemudian dirubah dalam bentuk jurnal akuntansi dan berhasil terpilih untuk dipresentasikan dalam konferensi tingkat internasional!

Saat itu, gue betul-betul merasa bersyukur. Gue ngerasa Tuhan sudah baik banget sama gue. Penulis itu juga sudah sangat baik dengan bersedia memberikan bimbingan cuma-cuma untuk gue. Dan tentunya, gue juga sangat berterima kasih pada sahabat gue itu! Kalau bukan karena eratnya persahabatan gue dengan dia saat itu, belum tentu gue bisa bertemu dengan dosen pembimbingnya. Dari situ gue semakin bertekad bahwa gue juga ingin bisa berbuat baik sebanyak dan sesering yang gue bisa!

Belum lama ini, ada salah satu sahabat yang bilang, kelancaran rezeki gue salah satunya karena gue tidak pernah pelit membagi rezeki gue. Semakin banyak rezeki yang gue punya, semakin banyak pula yang gue berikan untuk orang lain. Dan bisa jadi memang benar, tanpa gue sadari, semakin banyak gue memberi, semakin banyak pula gue mendapatkan imbalannya. The universe has always found its way to pay me back. Contohnya, kejadian pada saat skripsi gue itu!

Memang benar tidak semua orang tahu caranya berterima kasih. Tapi tidak masalah! Saat memberi, jangan pernah mengharapkan imbalannya! Gue percaya Tuhan itu maha adil. Mungkin bukan orang yang kita beri yang akan balas membantu kita di tengah kesulitan kelak, tapi percaya deh, pertolongan itu bisa saja datang dari orang-orang yang tidak kita duga, atau bahkan, orang yang tidak kita kenal sama sekali! The universe will always find its way to pay us back, remember?

Selain itu menurut gue, saat memberi untuk orang lain, sebetulnya kita juga sedang memberi untuk diri kita sendiri. Memberi kedamaian hati, rasa bangga terhadap diri sendiri karena telah mampu memberi manfaat kepada sesama, dan rasa bersyukur bahwa setidaknya, kita masih berada dalam posisi yang sangat mampu untuk memberi. The more I give, the more I feel like I’m a richer person inside!

Mulailah memberi, dari hal yang sekecil-kecilnya, dari orang yang paling dekat dengan hidup kita sehari-harinya. Berikan lebih banyak untuk mereka yang membutuhkan. Tidak usah banyak berteori memberi itu hanya memanjakan orang malas dan lain sebagainya. Semakin banyak kita berhitung dalam hidup ini, semakin banyak pula kehidupan (baca: orang-orang di sekitar kita) akan balas berhitung pada diri kita ini.

Start giving, and feel the joy. Feel how it will make you a changed person inside. Believe me when I say, the more you give, the more you’ll get in return. 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s