Rencananya, tahun ini gue kepengen coba, sekali lagi, apply beasiswa MBA entah itu ke US, UK, atau Aussie. Awal tahun 2014, dengan penuh semangat, gue pernah menulis blog yang ini. Pertanyaannya sekarang, berhasil kah gue menembus beasiswa yang gue idam-idamkan itu?
Well, jangankan berhasil atau gagal… sekedar coba mengirimkan aplikasinya pun enggak jadi gue realisasikan di tahun 2014 ini! Kenapa bisa begitu? Jawabannya sederhana: gue ngerasa masih belum siap.
Hari pertama gue ikut GMAT Preparation Class, gue masih menikmati tiap menit dalam kursus itu. Gue excited ketemu teman-teman baru yang juga mempunyai cita-cita yang sama dengan gue. Senang bisa berbagi cita-cita, berbagi cerita, informasi, serta tips dan trik terkait big dreams kita itu. Ada beberapa teman yang terlihat luar biasa pintar, dan beberapa teman lainnya yang bisa berbahasa Inggris dengan luar biasa fasihnya.
Awalnya, suasana kelas yang seperti itu masih membuat gue ngerasa bersemangat, sampai akhirnya gue masuk ke pertemuan ke dua, ke tiga… semakin lama, gue semakin ngerasa tertinggal di belakang. Dan yang paling enggak pernah gue sangka-sangka, gue ketinggalan pelajaran justru karena kendala bahasa!
Jadi di tempat kursus GMAT gue itu, pengajarnya orang Amerika asli, dan tentunya, dia selalu membawakan materi kursus dalam bahasa Inggris. Gue sering ngerasa dia bicara terlalu cepat serta banyak menggunakan istilah-istilah yang enggak bisa gue pahami. Yang bikin gue ngerasa makin down, nyaris semua teman sekelas gue terlihat bisa mengikuti materi pelajaran dengan mudahnya!
That was the first time in my life I realized that my English is not good enough. MY 6.5 IELTS score is far from enough.
Saat sedang luar biasa frustasi dengan ketertinggalan gue itu, gue menemukan satu lagi hal yang bikin gue jadi makin patah semangat: kampus yang gue minati mewajibkan seluruh international students untuk punya skor IELTS minimum 7.0.
Gue tahu, skor 6.5 itu gue dapatkan sudah lebih dari 2 tahun yang lalu, saat gue masih baru bergabung dengan Niro, perusahaan gue sebelumnya. Setelah hampir 3 tahun kerja di Niro, gue yakin English gue sudah mengalami kemajuan secara di sana gue lebih aktif berbahasa Inggris untuk keperluan pekerjaan. Memang cuma ada 2 expatriates di sana, plus sesekali berkomunikasi dengan HQ team di Malaysia, tapi gue yakin itu pun udah banyak improve English skill gue. Tapi tetap saja, semua itu toh nyatanya nggak bikin gue bisa survive di kelas GMAT! I mean, if I’m not good enough for the preparation class, then what makes me think I will survive in the real class? Apalagi ceritanya, gue ngincer kampus-kampus yang masuk dalam World Top 10…
Akhirnya dengan berat hati gue putuskan… gue masih harus menunda, satu tahun lagi. Tapi tentu saja, gue enggak pengen satu tahun berikutnya itu jadi satu tahun yang sia-sia! Gue pun memutuskan… untuk pekerjaan gue selanjutnya HARUS pekerjaan yang mewajibkan gue speaking English setiap harinya. Itulah sebabnya, di awal tahun ini gue menghadiri 3 job interview yang gue tahu sejak awal, gue akan berhadapan langsung dengan expatriates di sana. Lalu kenapa akhirnya gue lebih memilih kerja untuk Lazada? Karena saat interview, gue lihat di sini paling banyak jumlah bulenya 😀
Gue nggak tahu apakah kerja di sini bisa bantu gue mencapai big dream gue itu… Tapii, yah… at least, I’m doing something real to get there. Once again, please wish me luck!