Menanti Air Asia Super Big Sale Selanjutnya

Sudah sejak hampir 3 tahun yang lalu, bulan Maret buat gue selalu identik dengan sibuk mikir… tahun depan mau liburan ke mana?

Kenapa selalu bulan Maret? Alasannya:

  1. Bulan Maret identik dengan peak season buat hampir semua orang yang bekerja di bidang accounting & audit. Nah, di tengah aktivitas kerja yang menggila, merencanakan liburan selalu jadi hiburan buat gue. Cuma dengan ngebayanginnya aja udah bikin gue senang, hehehehe; dan
  2. Alasan utamanya adalah… karena di awal bulan Mei, Air Asia akan menggelar super big sale tahunannya. Kenapa gue bilang super big sale? Karena memang cuma di program promosi setahun sekali inilah harga tiket Air Asia akan jauh lebih murah dari harga jual mereka di bulan-bulan lainya.

Sebagai gambarannya, berikut ini ‘daftar prestasi’ gue beli tiket murah Air Asia di super big sale setiap bulan Mei tersebut. Harga di bawah ini belum termasuk bagasi dan airport tax yaa.

  1. Jakarta-KL, KL-Macau, Hongkong-KL, KL-Jakarta cuma Rp. 577.200;
  2. Jakarta-Singapore-Jakarta cuma Rp. 40,000; dan
  3. Jakarta-Korsel-Jakarta cuma Rp. 1,458,000.

Untuk acara super big sale tahun ini, gue sempet salah mengira. Gue kira acara super big sale udah dimulai sejak kemarin sampai 3 hari ke depan! Begitu tahu sebentar lagi akan dimulai, gue langsung panik! Gue belum bikin rencana liburan ke mana-mana! Padahal kalo mau dapet tiket paling murah, maka harus beli sejak detik pertama program big sale itu dimulai.

Dalam keadaan panik… gue berpikir cepat. Kali ini, gue mau jalan sama siapa?

Tiba-tiba gue kepikiran sama si Lili, rekan kerja gue di kantor cabang Surabaya. Lili juga suka traveling, dan anaknya nggak ribet. Waktu gue tugas di Surabaya, gue punya feeling kayaknya Lili ini tipe orang yang enak diajak traveling. Dia juga orangnya rajin cari-cari info kalo mau traveling. Jadi ya sudah… Gue pun YM Lili dan awalnya kita punya 3 options: Jepang, Cina, atau Vietnam.

Vietnam enggak terlalu jadi option kalo buat gue. Tiket pesawat ke Vietnam, tanpa super big sale pun, harganya sudah relatif murah. Yang bikin gue dilema antara Jepang atau Cina.

Jepang sebenernya gue pengen banget. Malah tahun lalu, tadinya gue pengen beli tiket ke Jepang untuk perjalanan tahun ini. Too bad Jepang diguncang gempa dahsyat yang mengakibatkan bocornya nuklir… Gue pun langsung mengurungkan niat buat pergi ke sana, dan pada saat super big sale Mei 2011, gue akhirnya lebih memilih beli tiket pesawat ke Korsel untuk liburan Mei tahun ini. Kebetulan ada beberapa temen gue di EY yang juga berminat liburan ke sana. Gue sendiri juga tiba-tiba mupeng ke Korsel cuma karena nonton film Thailand yang lokasi syutingnya di Korsel, hehehehe.

Option ke dua adalah Cina… Gue pernah ke RRC cuma sebatas kota Shenzhen-nya saja. Dan katanya siiih, ada banyak kota lain di Cina yang punya pemandangan alam spektakuler. Awalnya gue agak ragu-ragu karena katanya, orang-orang di RRC itu jorok.

Dalam keadaan masih ragu-ragu mau pergi ke Jepang atau Cina, gue YM lagi teman-teman gue di subsidiary office. Gue pernah pergi liburan ke Bandung sama salah satu dari mereka dan dia ini tipe orang yang jago mengkoordinasi keuangan selama perjalanan. Anaknya juga asyik dan nggak rese waktu diajak jalan. Kemudian yang satunya lagi teman yang cukup dekat sama gue di mantan kantor itu (sekarang gue kerja di holding company, udah bukan di subsidiary). Dia juga suka traveling dan enggak kelihatan kayak orang yang suka ribet kalo diajak jalan.

Setelah diskusi selama beberapa menit, ternyata mereka juga kepengen ikut liburan ke Cina. Hahahaha, I like it… Bener-bener tipe orang yang nggak pake ribet 😀 Jadi diputuskanlah sudah… saat Air Asia super big sale nanti… kita akan beli tiket PP ke RRC. Yaaayy…

Saat hati sedang senang karena sudah tahu mau ke mana sama siapa, barulah gue buka web Air Asia… Ternyata oh ternyata… big sale yang sekarang sedang digelar ini ternyata bukan super big sale yang gue maksud! Periode penerbangan big sale yang ini cuma sampe bulan Januari 2013, sedangkan gue berencana liburan bulan Mei 2013.

Kenapa gue pilih bulan Me?

  1. Di negara yang punya 4 musim, cuaca di bulan Mei itu menyenangkan. Belum masuk summer tapi sudah tidak lagi super duper dingin seperti saat sedang winter; dan
  2. Kalo bulan Mei, gue udah selesai diaudit, workload juga sudah jauh lebih berkurang jika dibandingkan dengan akhir sampai awal tahun.

Jadi sepertinya, super big sale yang gue nanti-nantikan itu memang rutin diadakan Air Asia pada bulan Mei setiap tahunnya. Syukurlah kalau masih bulan Mei… Gue dan teman-teman jadi masih punya cukup waktu untuk berpikir… mau beli tiket pergi ke dan pulang dari kota Cina yang mana?

Well… kalau persiapan traveling ke Korsel untuk Mei tahun ini sudah selesai, gue akan langsung prepare rencana perjalanan gue ke Cina tahun depan. Aaah… rasanya udah enggak sabar menanti Air Asia super big sale yang selanjutnya. Penasaran bakal dapet tiket murah berapa lagi untuk penerbangan selanjutnya, hehehehehe.

P.s.: Sebentar lagi gue akan sharing tips & trick mendapatkan tiket paling murah pada saat Air Asia super big sale. So stay tune, hehehehe.

Dalam Suka dan Duka

Gue tipe orang yang sangat percaya bahwa “dalam suka dan duka” adalah prinsip yang paling mendasar dalam setiap jenis relationship. Bukan cuma soal cinta-cintaan, tapi juga dalam hubungan antar saudara, antar sahabat, antar rekan kerja… Gue sejak dulu selalu meyakini, di saat kita senang, semua orang bisa jadi teman. Tapi di saat kita sedang susah, itu belum tentu. Karena itulah gue selalu berusaha keras untuk mempertahankan orang-orang yang pernah sangat berjasa di masa-masa sulit gue terdahulu.

Tapi sekarang, gue mulai melihat sisi baru dari definisi suka dan duka. Dulu, gue hanya fokus pada kata “duka”, dan gue tidak menyangka… bahwa ibarat dua sisi mata uang, masih ada kata “suka” yang ternyata juga memiliki makna yang tidak kalah mendalam.

Gue punya beberapa orang, yang bukan berasal dari keluarga inti gue, yang pernah cukup sampai sangat berjasa dalam perjalanan hidup gue. Gue juga punya beberapa teman baik yang dulu menemani di masa-masa cupu gue dulu. Kata orang, teman sejati adalah teman yang sudah menemani sejak kita belum menjadi siapa-siapa. Teman yang datang setelah kita mulai bersinar bisa saja orang-orang yang mendekat karena ada maunya. Tapi kenyataannya, bukan itu yang gue dapati…

Entah kenapa, gue beberapa kali merasa dimusuhi oleh orang-orang terdekat gue dulu.

Ada teman masa kecil yang suka tiba-tiba bikin status Facebook atau Twitter yang jelas-jelas nyindir gue. Tidak menyebut nama, tapi semua yang dia sindir itu, sangat erat berkaitan dengan gue. It’s too obvious to be considered as a coincidence.

Ada pula yang tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja dia menasehati nyokap tentang gue, yang bukannya bikin nyokap berterima kasih, yang ada malah bikin nyokap jadi sewot dengan nasehatnya itu. Jelas terlihat orang ini sedang berusaha keras untuk membuat gue kelihatan jelek. Padahal dulu, orang ini pernah beberapa kali mengulurkan tangannya di masa-masa tersulit gue.

Ada lagi beberapa teman lama yang dulu suka ngajak kumpul-kumpul, tiba-tiba susah banget diajak ketemunya. Gue sampe mikir… Gue juga tipe orang yang sering kerja lembur, bukan tipe yang bisa pukang tenggo setiap harinya. Kadang weekend tetep harus berkutat sama kerjaan. Tapi gue bisa kok, nyisihin waktu buat temen-temen gue. Tapi kenapa mereka enggak bisa ngelakuin hal yang sama?

Kemudian yang paling bikin kecewa, ada teman yang entah kenapa, tidak mengundang gue ke salah satu acara pentingnya. Padahal hampir semua orang terdekat gue tahu bahwa gue berteman baik sama cewek yang satu ini. Gue sampe bingung… Kenapa? Padahal terakhir kali gue ketemu sama dia, semuanya baik-baik aja… Everything was fun as usual. Anehnya lagi, giliran teman-teman yang dia bilang suka ngomongin dia di belakang, malah diundang ke acaranya itu…

Gue sering curhat sama adek gue soal tingkah laku orang-orang itu… Kalau misalkan sedang ada konflik antara gue dengan mereka, maka gue bisa ngerti kenapa mereka bersikap seperti itu. Tapi masalahnya, jangankan ada konflik, ketemu face to face aja udah jarang kok. Setiap kali ngobrol via YM, atau bertukar comment di social media, semuanya baik-baik aja kok. Jadi sebenarnya gue salah apa sama mereka?

Setiap kali gue mempertanyakan hal itu, adek gue selalu menjawab, “Mereka cuma iri sama Kak Ifa.”

Awalnya gue enggak begitu setuju sama pendapat adek gue itu. Kenapa juga mereka harus iri sama gue? Gue belum jadi miliarder. Kerja juga belum jadi direktur. Jadi rasanya enggak mungkin mereka bersikap antipasti seperti itu hanya karena merasa iri… Lagipula sebetulnya gue agak-agak tidak percaya bahwa orang-orang baik seperti mereka bisa bersikap menyakiti hati hanya karena merasa iri. Gue juga tidak percaya bahwa mereka tidak lagi peduli dengan hubungan baik yang sudah bertahun-tahun terpelihara.

Tapi lama kelamaan, semakin gue berusaha menyangkal, semakin jelas terbukti bahwa kenyataannya, mereka tidak bisa lagi menemani gue di saat suka. Dengan berat hati gue harus akui… orang yang dulu sering menolong gue itu, sepertinya merasa terancam melihat cepatnya perjalanan karier gue. Padahal sampai hari ini, gue belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dia dan segala kekayaannya. Kemudian soal teman-teman gue… yang ini gue takut salah ngomong. Gue rasa mereka punya alasan sendiri yang belum tentu gue ketahui. Yang jelas cuma satu: they’re no longer here when I’m willing to share them the happiness I’ve gained.

Jadi kesimpulannya, orang-orang yand dulu menemani gue di masa-masa sulit, kini tidak lagi menemani gue di masa-masa bahagia. Dari sinilah gue belajar… Definisi suka dan duka bukan hanya tetap menemani di saat duka, tetapi juga tetap mendukung, tidak iri, dan juga tidak merasa terancam, di saat kita sedang mendulang suka.

Pernah ada seorang teman lama yang bilang… gue beruntung karena di manapun gue berada, pada akhirnya gue akan selalu menemukan teman-teman dan sahabat baru. Meskipun yang lama mulai menghilang, Tuhan seperti selalu memberikan orang-orang baru sebagai gantinya.

Well, teman gue itu memang benar… Meskipun di awal gue tipe orang yang sangat sulit beradaptasi, di akhir gue malah bisa berteman akrab dengan orang-orang yang awalnya terasa sangat asing buat gue itu. Tapi gue maunya… meskipun punya teman-teman baru, bukan berarti yang lama bisa dilupakan dong? Ada banyak kenangan dengan teman-teman lama yang tidak dapat tergantikan oleh teman-teman baru…

Tapiii, yaah… kalau melihat perkembangannya jadi seperti ini, ya mau bagaimana lagi? Gue enggak bisa maksa orang lain untuk tetap stay jadi teman gue kan? Jadi gue rasa, daripada sibuk mikirin mereka yang udah beranjak pergi, ya lebih baik gue nikmati kebersamaan gue dengan teman-teman baru gue. Anggap saja gugur satu tumbuh seribu… Yang penting kan, gue udah berusaha mempertahankan. Jadi kalau memang sudah tidak bisa, ya sudahlah yaa. Jangan sampai gue kehilangan teman-teman yang peduli sama gue cuma gara-gara terlalu fokus sama teman-teman yang sudah tidak lagi peduli sama gue.

Since I always do believe that everything happens for a reason, then now I’m trying to believe that this is the best way out for me. Maybe it’s true that they are no longer the right persons to stay here with me. Just let go… and move forward into our own new lives.

Songs of the Sea

Berdasarkan rekomendasi beberapa orang teman, gue pun tidak melewatkan pertunjukkan Songs of the Sea saat berlibur ke Singapura satu bulan yang lalu. Berlokasi di Sentosa Island, gue sengaja menaruh agenda nonton Songs of the Sea setelah puas berkunjung ke Universal Studio yang juga berada di tempat yang sama.

Tadinya gue kira, Songs of the Sea merupakan pertunjukan air indoor yang mirip-mirip The House of Dancing Water-nya Macau. Tapi ternyataaa, Songs of the Sea ini merupakan pertunjukkan outdoor yang diadakan di pinggir laut! Gue sampe mikir… kalo sampe hujan, tiket yang sudah gue beli secara online itu bisa hangus dong? Untunglah malam itu langit sedang cerah sehingga gue dan keluarga bisa menikmati show ini tanpa ada gangguan sama sekali.

Pada saat pertunjukkan belum dimulai, yang tampak di depan (terletak beberapa meter dari pinggir pantai) hanyalah sederetan rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bambu. Ada pula beberapa properti ‘panggung’ berupa bebatuan dan obor. Benar-benar setting panggung yang biasa-biasa saja, pikir gue pada awalnya.

Songs of the Sea bercerita tentang nyanyian seorang pemuda Singapura yang saking merdunya, nyanyian itu bisa membangunkan sang dewa-dewi yang tengah tertidur pulas di dasar lautan. Setiap kali ada dewa atau dewi yang berhasil dibangunkan oleh nyanyian pemuda itu, maka penonton akan menyaksikan pertunjukkan air yang tampak cantik dan spektakuler.

Selain permainan air, Songs of the Sea juga banyak memainkan laser, sorotan lampu, semburan api, dan kembang api sebagai bagian dari pertunjukkan. Uniknya, dalam pertunjukkan ini kita juga bisa melihat semburan air yang dijadikan ‘layar proyeksi’ untuk menampilkan wajah cantik sang dewi yang sempat tertidur pulas itu. Lagi-lagi, gue terkesan dengan kecanggihan teknologi yang ditampilkan objek wisata negara tetangga yang satu ini.

Tiket masuk untuk menyaksikan pertunjukkan ini tidak mahal, hanya SGD 10 untuk kursi biasa, dan SGD 15 untuk premium seats. Saran gue, jika punya budget berlebih, ambillah premium seats. Posisinya persis di tengah sehingga kita bisa lebih menikmati cantiknya permainan air di depan sana. Berbeda dengan standard seats yang jika kita datang terlambat, kita cuma akan kebagian bangku di pinggiran yang letaknya jauh dari ‘the main stage’. Oh ya, sebaiknya jangan pilih tempat duduk di barisan depan. Selain karena rentan terkena percikan air, saat pertunjukan api pun akan menimbulkan rasa panas melebihi mereka yang duduk di deretan belakang. Makanya, supaya bisa leluasa memilih tempat duduk, lebih baik datang sebelum pintu masuknya dibuka. After that… welcome and enjoy the show 🙂

The Vow; Pentingnya Menjaga Janji Pernikahan

Awalnya, gue ngebet kepengen nonton The Vow cuma karena satu alasan: there is Chaning Tatum in this movie. Gue emang udah ngefans banget sama aktor ganteng ini sejak pertama kali nonton G.I. Joe. Baru sejak itu gue sadar bahwa dia adalah cowok ganteng yang sama yang sebelumnya pernah membintangi She’s the Man! Dari situ gue pun mulai mencari-cari film yang pernah dia bintangi, dan kebetulan, gue emang selalu suka sama film-filmnya dia. Sebut aja Step Up dan Dear John, 2 filmnya Chaning Tatum yang paling gue sukai setelah G.I. Joe.

Now let’s go to talk about The Vow; film yang terinspirasi dari kisah nyata yang dialami pasangan Carpenters di New Mexico, pada tahun 1993.

The Vow bercerita tentang kecelakaan tragis yang menimpa sepasang suami isteri, Leo (Chaning Tatum) dan Paige (Rachel McAdams), yang mengakibatkan Paige sempat terbaring koma beberapa minggu lamanya. Saat sang isteri bangun dari tidur panjangnya, diketahui bahwa ternyata, dia mengalami lupa ingatan yang menghapus semua memori jangka pendeknya, termasuk memori mengenai Leo, suaminya sendiri.

Pada saat terbangun, Paige merasa dia masih Paige yang dulu: anak praktisi hukum kaya raya yang juga sedang mengambil pendidikan hukum di universitas ternama, yang bahkan ironisnya, Paige merasa masih bertunangan dengan mantan kekasihnya yang dulu!

Leo yang terlihat sangat-sangat mencintai istrinya itu lalu berusaha keras untuk mengembalikan ingatan Paige, serta berusaha keras untuk membuat sang istri kembali jatuh cinta kepadanya seperti sebelum kecelakaan itu terjadi. Hal ini seolah pembuktian dari “the vow” atau janji yang dulu diucapkan Leo pada hari pernikahannya bahwa dia akan mencintai Paige dalam keadaan apapun, dan bahwa cinta yang dia miliki adalah cinta untuk selama-lamanya.

Saat membaca resensi film The Vow, gue mengharapkan ada banyak adegan romantis yang menunjukkan usaha Leo untuk kembali memenangkan hati istrinya. Adegan seperti itu memang ada, tapi tidak sebanyak yang gue harapkan. Sepanjang film ini, Leo hanya mengajak Paige yang lupa ingatan itu untuk berkencan sebanyak satu kali saja. Bagaimana mungkin Paige bisa jatuh cinta kepada Leo hanya setelah satu kali berkencan? Bagi Leo, kencan itu bisa jadi sudah kencan yang ke puluhan atau ratusan kali, tapi bagi Paige, that was her first date with Leo. Jadi kenapa usaha Leo hanya sampai di situ saja?

Masih ingat film 50 First Dates yang dibintangi oleh Adam Sandler dan Drew Barrymore? Film ini juga bercerita tentang wanita yang mengalami gangguan pada ingatannya. Dalam 50 First Dates malah jauh lebih parah; Lucy sang wanita akan melupakan Henry sang pria satu hari sesudahnya! Akhirnya, setiap hari, Henry selalu mencari cara-cara baru untuk membuat Lucy kembali jatuh hati kepada dirinya. Hubungannya dengan The Vow, menurut pendapat gue pribadi, usaha sekeras Henry itulah yang mungkin penonton harapkan akan senantiasa dilakukan oleh Leo, tanpa pernah mengenal kata menyerah.

Jadi kalau menurut pendapat pribadi gue, film The Vow terasa agak-agak mengecewakan. Akhirnya Leo menyerah dan memutuskan untuk bercerai dengan Paige. At that point, his vow in his wedding day has been broken. Memang mengharukan melihat Leo menitikkan air mata saat memutuskan untuk menyerah dan melepaskan Paige. Tapi akan lebih mengharukan jika bisa melihat Leo pantang menyerah untuk mendekati istrinya kembali.

Kembali ke pasangan Carpenters; pasangan yang mengilhami lahirnya film layar lebar ini, kenyataannya, perceraian itu tidak pernah terjadi di anatara mereka. Jika merujuk pada kisah nyata keluarga ini, sang suami benar-benar tidak pernah menyerah menghadapi istrinya yang sudah melupakan dirinya itu. Dia bukan cuma harus berusaha mendapatkan kembali cinta sang istri, melainkan juga harus bersabar menghadapi perubahan tingkah laku yang dialami istrinya pasca trauma otak.

Pada saat-saat tersulitnya, Mr. Carpenter berkata, “I’m no hero. I made a vow.”

Begitu pula dengan Mrs. Carpenter. Selama lupa ingatan (yang sampai sekarang ingatan yang hilang itu masih belum kembali lagi), dia tetap berusaha mempertahankan pernikahannya hanya karena dia merasa harus memegang teguh janjinya kepada Tuhan, yang dia ucapkan di hari pernikahannya.

Kesimpulannya kali ini, The Vow tidak berhasil masuk ke daftar film favorit sepanjang masa yang gue punya. Alur ceritanya kurang rapih, jalan pikiran tokoh-tokohnya agak sulit dimengerti, dan jalan ceritanya tidak sesuai dengan ekspektasi. Padahal film ini bisa jauh lebih bagus, dan seharusnya, film ini bisa memberikan inspirasi tentang pentingnya menjaga janji pernikahan.

Menurut gue, janji adalah sesuatu yang terkadang diperlukan usaha keras hanya untuk dapat memenuhinya. Begitu pula dengan jodoh… Tuhan hanya mempertemukan, tetapi tetap manusia yang harus berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankannya. Itulah alasannya gue tidak setuju dengan pernyataan Leo saat memutuskan untuk melepas Paige. Dia bilang, jika mereka memang ditakdirkan untuk bersama, maka mereka akan kembali bersama.

Memang pada akhirnya, Paige sendiri yang datang kembali kepada Leo. But the thing is… the vow has been broken and in real love, having just faith is not enough. You have to fight for it, no matter what the barrier is. Berkacalah pada pasangan Carpenter… yang benar-benar berjuang sekuat tenaga instead of hanya sekedar pasrah kepada takdir.

At the end… The Vow movie is not too bad for me. At least… seeing the cute Chaning Tatum could be so much entertaining, hehehehehe.

Disneyland Hongkong Vs Universal Studio Singapore

Gue pernah nanya sama sepupu dan salah satu klien tentang kunjungan mereka ke Universal Studio Singapura (USS). Menurut pendapat mereka berdua, USS itu biasa-biasa aja. Itulah alasannya gue tidak menaruh harapan terlalu tinggi saat mengunjungi amusement park tersebut. Pikir gue, “Disneyland must be much better than USS. I had so much fun in Disneyland Hongkong last year. The park was amazing and cute! I don’t think USS will compare to it.”

Begitu turun dari monorail dan berjalan menuju pintu masuk USS, gue langsung berpikiran, “Nah, see? It’s not as cute as Disneyland!”

Lalu pertanyaannya sekarang… apa benar tidak ada hal istimewa dari USS? Dan apa benar feeling gue bahwa USS masih kalah menarik daripada Disneyland? Berikut ini perbandingannya…

Kriteria #1: The entrance gate & the ticket.

USS terlihat lebih sederhana untuk urusan the entrance gate. Selain globe besar bertuliskan ‘Universal Studio’ yang sudah menjadi ciri khas USS itu, kalo menurut gue tidak ada hal menarik lain dari tampak depan amusement park ini. Berbeda dengan Disneyland yang dari MTR-nya saja pun sudah kelihatan imut-imut. Tidak terhitung ada berapa foto yang gue ambil mulai dari menjejakkan kaki di stasiun MTR Disneyland line sampai kemudian resmi masuk ke arena bermainnya.

Selain pintu masuk yang lebih sederhana, USS juga tidak punya tiket masuk yang imut-imut seperti Disneyland. Kalau di Disneyland, print out online ticket yang gue bawa dari Jakarta harus ditukar dengan tiket masuk berbentuk slim card yang super cute. Tadinya gue kira kartu itu harus dikembalikan begitu pulang dari Disneyland, tapi ternyata kartu itu memang diberikan untuk dibawa pulang! Yaaay… senangnya 🙂 Beda banget sama USS yang benar-benar menjadikan selembar kertas HVS yang gue bawa dari Jakarta sebagai tiket masuk!

Jadi sudah jelas… untuk kriteria pertama, Disneyland pemenangnya.

Kriteria #2: The Character Greetings

Di Disneyland ada banyak banget banget karakter yang gue kepengen foto bareng mereka. Ada Mickey & Minnie Mouse, Winnie the Pooh, Tinker Bell, sampe tiruan Rapunzel lengkap dengan rambut super panjangnya. Sayangnya, cuma buat berfoto dengan mereka aja harus rela antri panjang dulu… Makanya dari semua karakter, cuma foto bareng Rapunzel aja yang gue ikutan. Gue bahkan rela ngeluarin uang lebih buat menebus foto gue bareng si Rapunzel. The picture looks so cute!

Di USS juga ada banyak sesi buat meet the characters. Ada Woody Wood Pecker, Bumble Bee-nya Transformers, ada pula tiruan Cleopatra yang terlihat cantik dan sensual. Awalnya gue nggak gitu kepengen foto bareng Bumble Bee, tapi lama-lama gue penasaran… si Bumble Bee itu orang yang menyamar jadi robot atau memang beneran robot yang bisa bergerak dan berjalan sendiri? Dan ternyata bener aja lho… si Bumble Bee di USS itu emang asli robot yang ukurannya lebih tinggi dari manusia pada umumnya! Kemudian setelah Bumble Bee, gue juga foto bareng Woody Wood Pecker yang kocak banget! Si badut Woody suka bikin gerakan-gerakan lucu yang bisa dengan jeniusnya memancing tawa orang lain. Taking picture with Woody was so much fun!

Buat krtiteria ke dua ini agak berat… Tokoh-tokoh Disney jelas lebih cute, tapi Bumble Bee juga unik dan befoto bareng Woody bisa jadi kenangan yang tidak terlupakan. Jadi buat kriteria ini, gue putuskan dua-duanya seri. Baik Disneyland maupun USS sama-sama all out dalam menampilkan karakter andalan mereka masing-masing.

Kriteria #3: The Souvenirs Shops

Udah sejak awal gue dikasih tau sama temen gue bahwa belanja di Disneyland akan sangat-sangat menyenangkan. Ada banyak barang-barang lucu yang bikin kita betah berlama-lama di dalam toko. Saking penasarannya, gue sampe kebawa mimpi lagi belanja di tokonya Disneyland, hehehehe.

Dan ternyata emang bener… belanja di Disneyland itu terasa menyenangkan! Ada berbagai jenis produk, mulai dari gantungan kunci sampai t-shirt imut-imut yang berhasil bikin gue jadi kalap belanja. Uang HKD sudah hampir habis? Kartu kredit Visa gue pun tergeseklah sudah…

Beda sama toko-toko di USS yang malah bikin gue pesimis bakal keluar toko dengan menjinjing shopping bags.Pilihan barangnya kurang variatif, model bajunya lempeng-lempeng banget, dan tokoh-tokoh andalan mereka juga enggak ada yang terlihat imut kalo menurut gue. Kalaupun akhirnya tetap beli ya cuma karena gue ngerasa harus bawa sesuatu buat teman-teman dan juga harus beli kenang-kenangan buat diri gue sendiri. Akhirnya souvenirs yang gue beli di USS itu juga tetap terlihat unik dan menarik sih… tapi tetap tidak sebanding dengan Disneyland.

Lagi-lagi… pemenangnya adalah Disneyland.

Kriteria #4: Jungle River Cruise VS Jurrasic Park Rapids Adventure

Sekarang gue akan mulai membandingkan wahana-wahana andalan di masing-masing tempat. Dimulai dari wahana yang berpotensi bikin basah-basahan.

Perahu ala Jungle River Cruise terlihat jauh lebih santai daripada rafting ala Jurrasic Park Rapids Adventure-nya USS. Terlihat lebih santai karena ada tour guide yang memandu sepanjang perjalanan. Dan sepanjang perjalanan itu pula kita ngerasa deg-degan akan segera jadi basah kuyup! Tapi ternyata sampai turun dari perahu, baju gue masih kering sentosa. Kalaupun ada sedikit cipratan-cipratan air tetap enggak bakal bikin baju kita terlihat basah.

Jauh berbeda dengan Jurrasic Park Rapids Adventure yang sudah terasa menegangkan sejak awal. Perahunya bulat dan harus pakai seatbelt, melaju di atas derasnya arus air di sepanjang track. Rasanya cukup menegangkan setiap kali melihat ada turunan curam di depan sana. Ada satu hal yang mengejutkan saat rafting di USS ini… Tiba-tiba saja perahu kita masuk ke sebuah bangunan tua dan mentok di ujung jalan buntu. Saat semua orang sedang bingung kenapa kita malah dihadapkan sama sebuah tembok, tiba-tiba aja perahu kita itu terangkat ke atas dan jreng-jreng… sesampainya di lantai 2, kita langsung melihat ada turunan curam di depan sana dan tahu-tahu saja… byuuurrr, perahu meluncur ke bawah dan semua orang pasti terkena cipratan air. Ada yang basah sedang-sedang, ada pula yang beneran basah kuyup.

Untuk kamu yang tidak mau basah-basahan, sejak di luar wahana sudah dijual jas mirip mantel hujan untuk dipakai selama rafting. Kalaupun sudah terlanjur basah-basahan, di luar juga tersedia ruangan pengering badan yang pastinya, tetap harus bayar beberapa dollar Singapura untuk menikmati fasilitas umum tersebut.

Pemenang kriteria ini sudah pasti rafting ala USS. Kejutan di akhirnya itu benar-benar tidak terduga! And yes… sometimes get wet could be so much fun, hehehehehe.

Kriteria #5: Stitch Encounter VS Donkey Live.

Dua atraksi seperti ini tidak pernah gue temukan yang sejenisnya di Indonesia. Semacam show di mana tokoh di layar bisa berinteraksi secara live dengan penontonnya. Stitch dan Donkey sama-sama akan menunjuk salah satu penonton untuk dijadikan objek lelucon mereka. Diajak berkenalan, diajak ngobrol, melempar lelucon, dan pastinya, akan dikerjain dengan sangat lucu oleh Stitch dan Donkey.

Pertama kali melihat show di Stitch Encounter, gue langsung takjub… Gue beberapa kali nengok ke langit-langit mencoba mencari di mana letak orang di balik layar yang menggerakan tokoh Stitch secara live itu. Waktu itu ceritanya, Stitch berkeras bahwa dia sudah pernah melihat wajah penonton yang dijadikan ‘korban’ (kita sebut saja si Mr. X) di suatu tempat sebelumnya. Kemudian Stitch tiba-tiba bilang bahwa Mr. X itu adalah buronan luar angkasa yang sudah lama dia cari! Dan nggak lama kemudian… muncullah foto close up Mr. X di layar lebar yang dibingkai sebuah frame dengan tulisan, “Wanted”. Semua orang pun tertawa geli melihat lelucon tersebut…

Untuk kriteria ini, gue lebih suka sama Stitch Encounter Disneyland. Donkey Live agak membosankan di awal… pakai nyanyi-nyanyi dan disuruh berdiri segala. Lelucon ala Donkey juga tidak selucu leluconnya Stitch. Plus, tokoh Stitch di layar lebar itu terlihat lebih hidup. Ekspresi wajah Stitch bisa ikut berubah-ubah seiring dengan intonasi suaranya, tidak seperti ekspresi Donkey yang lempeng-lempeng saja itu…

Kriteria #6: Space Mountain VS Revenge of the Mummy

Nope… Revenge of the Mummy itu bukan rumah hantu, melainkan indoor roller coaster di USS, sama seperti Space Mountain di Disneyland.

Dari semua wahana Disneyland, gue paling suka sama Space Mountain. Saat naik roller coaster ini tuh rasanya seperti sedang terbang di langit malam yang bertabur bintang. Menegangkan… itu sudah pasti. Tegang tapi bikin ketagihan! Gue sampai naik wahana ini sebanyak dua kali, bahkan teman-teman gue sampai naik tiga atau empat kali!

Space Mountain memang keren… tapi ternyata, Revenge of the Mummy jauh lebih keren! Bukan cuma jauh lebih menegangkan, melainkan juga ada unsur kejutan dalam wahana itu. Jadi ceritanya, kereta yang kita tumpangi menemui jalan buntu. Gue langsung beprikir, “Ah, bakal sama kayak arung jeram tadi nih! Pasti sebentar lagi tembok di depan akan terbuka dan tau-tau aja ada turunan curam di depan sana.”

Tapi ternyata bukan itu yang kemudian terjadi… Tiba-tiba aja, kereta itu mundur ke belakang, berbelok, dan langsung meluncur turun dengan cepatnya! Woow, it was very thrilling and cool! Rasanya seperti benar-benar meluncur cepat di tengah kegelapan. Saking seramnya gue sampe enggak berani membuka mata satu kali pun, hehehehe.

So yes… the winner is USS this time.

Kriteria #7: Mickey’s PhilharMagic VS Shrek 4D Adventure

Mickey’s PhilharMagic juga salah satu wahana favorit gue di Disneyland Hongkong. Alur ceritanya lucu, efek 3D-nya sangat terasa, lengkap dengan cipratan air dan juga aroma kue mengikuti adegan yang tampil di layar lebar. Saking canggihnya efek 3D di tempat ini sampai-sampai kita merasa seperti sedang meluncur turun meskipun bangku yang kita duduki itu sebenarnya tidak bergerak sama sekali! Bener-bener pertunjukan 3D yang bukan cuma sekedar goyang-goyangin bangku seperti pertunjukan sejenis di Indonesia.

Berbeda dengan Mickey’s PhilharMagic yang dipenuhi oleh tokoh-tokoh kartun andalan Disney, maka Shrek 4D Adventure ya cuma menampilkan Shrek, Fiona, dan kawan-kawan serta musuhnya. Dan serius deh… I never think that Shrek is cute! Kemudian selain kalah imut, jalan cerita pertunjukan 4D ini juga kalah lucu sama Mickey’s PhilharMagic. Tapi soal kecanggihan teknologi… Shrek 4D memberikan lebih banyak kejutan yang tidak terduga!

Kalau cuma semprotan air saat si Donkey bersin, hal yang serupa juga ada di Disneyland. Yang surprising adalah saat Shrek diserang kawanan kelelawar dari arah bawah, di saat yang sama terasa ada hembusan angin kencang yang menggelitik dari bawah bangku! Bangku yang bisa bergoyang itu juga ritmenya pas, sangat seirama dengan pergerakan tokoh-tokoh di layarnya. Soal efek 4D-nya jangan ditanya… gue sampe beberapa kali refleks menutup mata karena barang-barang yang dilempar di layar itu seolah benar-benar sedikit lagi mengenai wajah gue. It was very cool!

Lagi-lagi gue bingung menentukan pemenangnya… Mickey 3D was simple but awesome. Shrek 4D was also awesome but I never like Shrek. Jadi buat yang ini juga jatuhnya seri saja lah, biar adil, hehehehehe.

Kriteria #8: High School Musical Performance VS USS Street Dance

Gue nggak bisa cerita banyak soal High School Musical live performance di Disneyland karena waktu itu gue enggak nonton pertunjukan itu dari awal sampai selesai. Cuma lihat sebentar… setelah itu langsung beranjak ke tempat lain karena merasa bosan.

Beda banget sama pertunjukkan street dance di USS yang berhasil bikin gue jadi terkesima. Gue tetap berdiri di tengah kerumunan sampai para performers yang kelihatan ganteng dan keren itu selesai dengan tariannya. Saat menonton atraksi mereka tuh rasanya seperti sedang menonton film Step Up secara langsung! Tadinya gue kira, gerakan-gerakan rumit seperti itu cuma bisa terjadi di film layar lebar yang bisa jadi cuma sekedar hasil video editing saja. Tapi ternyata emang beneran ada orang-orang yang bisa melakukan gerakan tari sekeren itu! I was very impressed.

Jadi tanpa perlu disimpulkan pun, sudah jelas para street dancer di USS itu keluar sebagai pemenangnya.

Tidak ada tandingannya di USS: Disney Street Parade

Disney Street Parade merupakan perpaduan sempurna antara musik, tarian, dan kereta-kereta lucu yang ditumpangi oleh berbagai macam tokoh favorit keluaran Disney. Ada satu kereta cantik yang memuat 3 puteri cantik pentolan Disney, kereta madu ala Winnie the Pooh, sampai kereta masa depan yang ditumpangi Stitch dan awak kapalnya. Melihat parade ini rasanya benar-benar memanjakan mata dan bikin hati jadi terasa senang. Dan sesuai judul… gue tidak menemukan hal yang sejenis waktu main di USS. Kalaupun ada parade yang sejenis, rasanya gue tidak akan terlalu excited. I don’t thikn Madagascar and Shrek will be cute enough for such a parade like this.

This slideshow requires JavaScript.

Tidak ada tandingannya di USS part 2: Disneyland fireworks!

Kembang api di Disneyland itu bukan kembang api biasa yang sudah sering kita lihat setiap kali pergantian tahun. Kembang api di sana jadi terlihat sangat istimewa karena diluncurkan persis di atas istana puterti tidur yang tampak sangat menawan di malam hari. Ada pula permainan lampu dan musik yang menghiasi pertunjukan ini. Rasanya seperti sedang berada di negeri fairy tale yang rupawan. Benar-benar penutup yang manis dan sempurna untuk kunjungan kita ke Disneyland Hongkong.

Tidak ada tandingannya di Disneyland: Trasnformers The Ride – The Ultimate 3D Battle

Pada saat masih berdiri di dalam antrian, awalnya gue bingung… Katanya pertunjukan 3D, kacamata 3D-nya juga sudah disediakan, tapi kok enggak kelihatan ada bangku dan layar lebarnya? Yang kelihatan malah beberapa mobil atap terbuka yang untuk satu unitnya bisa memuat sekitar 12 orang. Setelah semua penumpang duduk dan memakai kacamata, mobil itu akan berangkat dan menghilang dari pandangan mata.

Ternyata ya… mobil itu berjalan menuju sebuah ruangan sempit dan kita akan langsung berhadapan dengan layar berukuran raksasa begitu sampai di ruangan itu. Jadi ceritanya, mobil kita ini adalah salah satu jagoan di pertempuran melawan robot-robot jahat. Saat bertempur itulah efek 3D mulai terasa. Kalau biasanya cuma bangku yang bergoyang, maka kali ini mobil yang kita tumpangi lah yang bergerak naik turun, maju mundur, atau berpindah ke tempat lain mengikuti alur ceritanya.

Jadi kalo soal keren sih jangan ditanya lagi deh… Rasanya tuh seperti menaiki wahana dari masa depan! Bener banget tagline yang dijanjikan oleh wahana ini: “ride the movie” karena rasanya kita memang seperti sedang ikut bertempur melawan robot jahat di dalam film! Misalnya saat ada ledakan di layar, maka akan muncul pula percikan api yang terasa cukup panas. Kemudian waktu ceritanya mobil kita dilempar robot jahat dari puncak gedung pencakar langit, ya ampuuun, itu tuh rasanya kayak bener-bener lagi duduk di dalam mobil yang sedang terjun bebas!

Baru kali ini gue naik wahana 3D sampai berteriak heboh saking serunya. Udah enggak kehitung berapa kali gue berseru, “Gilaaa, keren banget!” Saking kerennya, gue sampe rela antri panjang lagi buat kembali mencoba wahana yang sangat-sangat mengesankan ini. Jangan takut copot jantung atau apa… soalnya rugi banget kalo udah sampe USS tapi enggak coba naik wahana yang satu ini. Seriously, it’s a must try!

Kesimpulan Akhir

Pada akhirnya… gue malah jadi bingung kalo ditanya, mana yang lebih bagus, Disneyland Hongkong atau Universal Studio Singapura?

Gue akui bahwa secara teknologi, USS masih lebih unggul daripada Disneyland. Agak-agak wajar mengingat USS ini kan masih lebih baru daripada Disneyland Hongkong. Tapi buat gue, pergi ke Disneyland itu rasanya seperti impian masa kecil yang jadi kenyataan. Donald Duck, Mickey Mouse dan kawan-kawan sudah menjadi teman bermain gue sejak masa kanak-kanak. Bahkan setelah dewasa pun, gue masih suka memakai aksesoris atau baju-baju lucu keluaran Disney. Makanya, bisa bermain ke tempat yang serba Disney tentu saja terasa menyenangkan! Rasanya seperti memasuki dunia mereka gitu. Hal itulah yang membuat gue sulit mengatakan bahwa USS masih lebih bagus daripada Disneyland.

Jadi supaya adil begini saja… Anak-anak kecil dan perempuan yang menyukai tokoh-tokoh Disney pasti menyukai Disneyland. Orang-orang yang lebih suka permainan santai juga lebih cocok datang ke Disneyland. Tapi buat para adrenalin junkie, USS bisa jadi sarana uji nyali. Kalau berani, silahkan coba coba roller coaster Battestar Galactica kebanggaan mereka. Gue sih enggak berani naik… Cuma dengan ngelihat aja gue udah ngerasa ngeri setengah mati, hehehehehe.

Kesimpulannya, Disneyland dan USS punya kelebihan dan keunikannya masing-masing. Tidak penting mana yang lebih bagus, karena yang lebih penting, kita menikmati kunjungan ke amusement park tersebut. Kalau punya dana lebih, bolehlah coba datang ke dua tempat ini. Mahal tapi worth it kalau menurut gue.

Oh ya, setelah gue pikir-pikir kemudian… Alasan kenapa sepupu gue pernah bilang USS itu biasa-biasa aja adalah karena dia datang ke sana waktu USS masih baru buka, wahananya belum lengkap dibuka semua. Kemudian kalo klien yang di awal gue ceritakan… dia pasti bilang Universal Studio Singapur itu biasa-biasa saja karena sebelumnya, dia sudah lebih dulu mendatangi Universal Studio America. Nah, gara-gara itu pula gue jadi penasaran… Kalo yang di Singapura aja udah keren banget, maka yang di Amerika itu seberapa kerennya lagi???

Dan ya… gue yang tadinya enggak gitu tertarik berlibur ke Amerika, sekarang udah mulai kepengen berlibur ke sana… Mungkin nanti, setelah gue berhasil mewujudkan impian berlibur keliling Eropa, maka keliling Amerika akan jadi target liburan gue selanjutnya. Nggak tanggung-tanggung, gue kepengen mampir ke Disneyland dan Universal Studio America juga. Kalau nanti mimpi itu sudah terwujud, isnyaallah akan gue sharing lagi hasil observasi gue via blog ini 🙂

Doakan impian gue itu akan terwujud kelak yaa! Cheers!