Someday I’ll Be Back to Sudirman Street

Sejak sekitar satu atau dua bulan belakangan ini, CFO di kantor nawarin posisi accounting manager di perusahaan induk gue yang akan segera kosong di bulan Desember. Beberapa kali dia nawarin, beberapa kali pula gue menolak peluang emas itu. Bukannya kenapa-napa, masalahnya perusahaan induk gue itu lokasi kantornya di Gunung Putri! Temen-temen yang deket sama gue pasti tau kalo gue ini city girl yang susah dipisahin sama shopping mall, hehehehe.

Beragam alasan enggak penting pernah gue utarakan ke bos gue itu. Selain soal jauh dari mall, gue juga bilang kalo gue enggak suka menu katering di pabrik (perusahaan induk gue pabriknya, perusahaan gue saat ini distributor barangnya), takut enggak bisa bertemen sama karyawan di pabrik yang udah bertahun-tahun saling mengenal, sampe alesan nggak penting kayak kalo di daerah situ itu, isi bioskopnya film setan semua, hehehehehe.

Sampai akhirnya pada tanggal cantik 11 November 2011, si bos menawarkan final offering ke gue. Ada pula percakapan di hari itu yang mulai mengubah jalan pikiran gue. Akhirnya, for the first time, gue bilang sama bos gue untuk pikir-pikir terlebih dahulu.

Setelah pulang kerja, malam itu gue ada undangan farewell party temen sekantor gue waktu di EY dulu. Pulang dari farewell di Graha Niaga Sudirman, ceritanya gue kesulitan dapet taksi gara-gara waktu itu ada banyak banget orang yang married di tanggal cantik. Gue sampe jalan kaki dari Graha Niaga ke gedung BEJ dengan harapan, di BEJ itu antrian taksinya jauh lebih teratur daripada nunggu taksi di pinggir jalan. Tapi ternyata sama aja… antrian taksi di halte BEJ panjangnya sampe hampir 3 barisan! Ilfil sama antrian taksi, gue pun nelepon bokap minta dijemput ke BEJ a.k.a mantan gedung kantor gue itu.

Sambil nunggu dijemput bokap, gue pun duduk manis di halte BEJ. Awalnya gue mengenang berbagai kejadian yang pernah gue lewati di gedung itu. Sampai kemudian gue teringat… dulu waktu masih kuliah, gue pernah punya cita-cita sederhana: pengen kerja di gedung keren di kawasan Sudirman. Nggak lama setelah itu, waktu gue mampir ke gedung BEJ buat keperluan skripsi, saat itu gue berpikir, gue kepingin kerja di gedung itu. Kemudian waktu gue tau EY yang katanya KAP Big Four itu berkantor di gedung BEJ, impian gue itu pun menjadi semakin spesifik: gue kepengen kerja di EY. Jadi walau akhirnya gue cuma bertahan di EY selama 3 tahun, sebenernya pernah kerja di situ bisa dibilang salah satu impian gue yang jadi kenyataan, hehehehe.

Kawasan Sudirman selalu menjadi kawasan favorit gue di seantero Jakarta. Gedung-gedung pencakar langit yang terlihat megah, trotoar yang cenderung lebih bersih dan tertata rapih, lampu-lampu malam yang tampak memikat, dan pastinya, ada banyak mall favorit gue yang terletak di kawasan ini, atau, terletak tidak jauh dari kawasan ini. Makanya dulu, waktu gue masih belum resign dari EY, dalam hati gue bertekad… pekerjaan gue selanjutnya harus berlokasi di Sudirman lagi.

As the time goes by, ternyata pekerjaan selanjutnya malah berlokasi di daerah Pluit yang udah hampir ujungnya Jakarta itu. Tapi ternyata CBD Pluit itu enggak kalah bagus kok, sama kawasan Sudirman. Gedung kantor gue juga termasuk lumayan, dan… persis berseberangan dengan Emporium mall yang sekarang ini udah masuk daftar salah satu shopping mall favorit gue. Meski begitu, jujur gue tetap lebih suka berkantor di Sudirman. And again… dalam hati gue bertekad, pekerjaan gue selanjutnya harus berlokasi di Sudirman lagi.

Waktu gue lagi asyik bengong, lamunan gue langsung buyar begitu gue melihat dengan sudut mata gue ada orang yang sedang membuka tutup tong sampah di samping gue. Ternyata ada pemulung yang sedang serius menagduh-aduk isi tong mencari sesuatu yang dinilainya cukup berharga. Gue pun akhirnya malah serius mengamati pemulung itu: usia sekitar dua puluhan, dekil, kulit hitam legam, baju lusuh, dan bertelanjang kaki.

Saat melihat pemulung itu kembali berjalan menghampiri gendongan yang berisi sampah-sampah hasil temuannya itu, terus terang, gue merasa bersyukur di dalam hati. Bukannya gue mensyukuri kesusahan orang lain loh ya… Saat itu gue cuma berpikir… cowok itu kerjanya di kawasan Sudirman favorit gue, TAPI, dia harus rela berurusan sama sampah-sampah, dan dia juga harus menelusuri ruas jalan Sudirman di hampir tengah malam yang berangin itu.

Menjadikan pemulung sebagai perbandingan emang terlalu jauh lah yah… Tapi intinya gue cuma jadi teringat untuk terlebih dulu menyingkirkan alasan-alasan enggak penting yang berkecamuk di benak gue. Yang penting kan gue punya pekerjaan yang lebih baik, yang menawarkan tantangan baru untuk gue hadapi, dan yang pastinya… menawarkan benefit melebihi yang sekarang gue dapatkan di kota Jakarta ini. Kemudian gue juga ingat bahwa selama ini, selalu ada alasan di balik setiap hal yang Allah berikan pada gue. Dan mungkin, promosi ini adalah sesuatu yang baik, atau sesuatu yang gue butuhkan setidaknya untuk saat ini.

Begitu bokap dan nyokap datang menjemput, gue langsung masuk ke dalam mobil, kemudian di tengah perjalanan, sambil melewati gedung-gedung pencakar langit lainnya, sambil mengamati pinggir jalan Sudirman yang selalu gue sukai, dalam hati gue berpikir… untuk saat ini, insyaallah kepindahan gue ke Gunung Putri adalah hal yang terbaik untuk hidup gue. Tapi suatu hari… gue tetap ingin kembali ke jalan Sudirman, jalan yang menyimpan sejuta kenangan.

I might be stubborn about this, but yes… someday I’ll be back to Sudirman street.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s