Beberapa bulan belakangan ini, gue lagi sibuk berpikir… apa ya, yang salah sama gue? Karena entah kenapa, ada satu hal yang terus terjadi berulang-ulang. Mau dalam urusan apapun, mulai dari urusan pekerjaan, teman, sampai urusan cinta-cintaan, selalu aja ada satu benang merah yang bikin gue berpikir, “Lho, kok bisa keulang lagi yah?”
Kalo diinget-inget, hal kayak gini udah terjadi sejak jaman SMP-SMA dulu. Mau sama siapapun dan kayak gimanapun orangnya, ending-nya tetep begitu lagi begitu lagi.
Sampai akhirnya, ada satu kejadian yang memberikan gue that one big clue: ending yang sama terus berulang karena dalam menghadapi masalah apapun, gue ini selalu mengulang satu kesalahan yang sama.
Sekarang gue baru ngeh kalo selama ini, dalam menghadapi suatu permasalahan, gue sering, dan selalu sangat mudah berubah pikiran. Pola mudah berubah pikiran itulah kesalahan yang selalu bikin gue terjebak dalam pola yang sama. Apa alasannya? Kenapa gue bisa dengan mudah berubah pikiran?
- Karena emosi yang tadinya meluap-luap itu udah mulai reda;
- Karena gue orangnya suka enggak tegaan;
- Karena di tengah jalan, ada sesuatu yang menginspirasi dan mengubah pikiran gue;
- Karena gue suka terpengaruh sama omongan dan pendapat orang lain;
- Karena gue takut salah mengambil keputusan dan juga takut enggak bisa menyelesaikan keputusan gue itu dengan baik;
- Karena gue masih menyimpan harapan yang sebenernya udah enggak perlu; dan
- Karena gue benci sama orang yang nggak open minded sehingga gue enggak mau dituduh berpikiran sempit dan nggak fleksibel.
Di satu sisi, bersikap fleksibel dan mau menerima input itu emang sifat yang sangat baik. Tapi kok kenyataannya, hal itu justru bikin gue jadi going nowhere ya? Sering mengubah keputusan ternyata enggak berhasil bikin gue sampe ke tujuan sehingga selalu aja pada akhirnya, semua hal itu left unfinished, kandas di tengah jalan, atau apapun lah namanya yang mirip-mirip kayak begitu. Sehingga gue menyimpulkan, di satu sisi lainnya… bersikap fleksibel dengan keputusan yang sudah kita ambil bisa menjadi senjata makan tuan.
Jujur belakangan, gue agak menyesali sifat plin-plan gue itu. Niatnya sih baik, tapi yang ada gue malah jadi capek sendiri. Ada pula satu atau dua hal yang semakin ke sini justru semakin jelas terlihat bahwa sebenarnya, keputusan yang paling pertama gue ambil itu adalah keputusan yang paling tepat. Tapi kenapa waktu itu gue malah lebih memilih untuk mendengarkan pendapat orang lain? Padahal gue yang ngejalanin, gue yang paling tau, tapi kenapa gue ngebiarin orang lain bersikap begitu sok tau?
Gue nggak nyalahin orang lain, atau nyalahin keadaan, sehingga semuanya jadi begini. Yang gue salahkan justru diri gue sendiri… kenapa waktu itu gue enggak mengikuti kata hati gue sendiri?
Akhirnya sekitar satu bulan belakangan ini, gue udah memutuskan… Saat ada keputusan penting yang harus gue ambil, gue akan pikirkan dulu seribu kali tentang hal yang akan gue putuskan itu. I’m gonna ask myself what do I want, and I am gonna be open to any suggestion in the same time. Tapi setelah gue mendapatkan satu keputusan yang terbaik, maka gue nggak akan lagi membiarkan satu hal apapun dengan mudahnya mengubah pendirian gue itu.
I’m afraid it might be too soon to make any conclusion. Tapi yang udah gue rasa… hal ini justru bikin hidup gue jadi lebih mudah. Everytime I get confused in the middle of something, instead of saying what if what if, I would say to myself, “I already to chose it and I have to deal with this.”
Karena sebenarnya, mau keputusan apapun yang kita ambil, akan tetap ada resikonya masing-masing. Jadi kalo kita sering berpindah haluan, yang ada kita justru sedang mengalami kemunduran: dari yang tadinya sudah hampir terbiasa dengan resiko yang ada, kita malah jadi harus beradaptasi lagi sama resiko yang baru lagi.
Mungkin hal ini bakal bikin gue jadi orang yang lebih keras kepala. Hal ini juga berpotensi bikin orang-orang terdekat gue menganggap gue tidak lagi menghiraukan nasehat mereka. Tapi sekali lagi gue bilang, my life, my risk, my choice. Lagipula sebetulnya, saat gue datang buat curhat, yang gue butuhkan bukan persetujuan dari kalian, melain dukungan meskipun sebetulnya, kalian tidak sependapat dengan jalan pikiran gue itu. So please no hard feeling yaa. I only want to make-up with my life and share you my new point of view.