Hari ini gue ngobrol via telepon sama seorang kenalan yang baru selesai menjalani operasi pengangkatan tumor otak. Dari awal dia bilang halo, gue udah ngerasa ada yang ganjil sama suaranya Lalu di tengah pembicaraan, orang ini nanya sama gue, “Suaranya kedengeran jelas nggak?”
Gue bilang, “Hmm, agak kurang jelas sih. Tapi gue masih bisa nangkep kok. Sinyalnya jelek nih kayaknya.”
Terus dia ketawa… Dia bilang, emang suara dia yang lagi nggak beres. Gue sempet terdiam… Ternyata benar, ada yang berubah dari suara orang ini. Obrolan berlanjut beberapa menit. Gue sempat khawatir gue berbicara terlalu cepat. Tapi ternyata, dia masih bisa memahami semua penjelasan gue barusan.
Setelah gue mematikan sambungan telepon, gue berpikir… Dia ini orang pertama yang gue kenal yang menjalani operasi otak. Lalu pernah ada juga, teman gue yang menjalani operasi pengangkatan tumor payudara.
Kadang gue berpikir… Pastilah mengerikan menjalani operasi sebesar itu. Dan tentu saja, pastilah sulit untuk bisa bekerja maksimal kalau sampai terhalang penyakit seberat itu.
Gue pun jadi teringat sama omongan seorang teman baru-baru ini. Waktu itu ceritanya gue memuji kebaikan hati seorang teman yang sama-sama kita kenal. Lalu teman ngobrol gue itu menjawab begini, “Ya jelas lah dia orangnya baik… Dia dari kecil nggak pernah hidup susah! Coba kalo kayak gue dulu, buat diri sendiri aja serba susah, boro-boro kepikiran buat nolongin orang lain.”
Benang merahnya, memberi saat kita berlebihan itu mudah. Memberi saat kekurangan, itu yang sulit. Memberikan pertolongan saat hidup kita sedang adem ayem juga mudah. Memberi pertolongan saat hidup kita sedang banyak dirundung masalah, itu yang sulit. Dan mengejar prestasi saat tubuh sehat itu seharusnya mudah. Mengejar prestasi saat sedang sakit keras, itu yang sulit.
Intinya, seringkali kita tidak menyadari bahwa kemudahan yang kita miliki adalah anugerah yang patut kita syukuri. Tidak perlu berlebih, bisa sampai pada titik cukup pun, itu sudah anugerah. Dan seringkali, kita baru menyadari betapa hidup kita dilimpahi kemudahan saat melihat betapa sulitnya upaya orang lain untuk melakukan atau untuk memiliki apa yang biasa kita lakukan atau apa yang sudah kita miliki.
Gue hari ini jadi ngerasa malu sama diri sendiri… Bulan lalu gue sakit sampe hampir masuk rumah sakit, ngeluhnya udah kayak orang mau mati. Padahal itu baru hampir masuk rumah sakit loh, bukan bener-bener dirawat apalagi dioperasi segala.
Gue juga jadi teringat sama keluhan-keluhan gue yang lainnya:
Keluhan gue tentang kenapa gue sering banget ngalamin yang namanya patah hati. Gue pernah sampe flashback dan menemukan fakta bahwa I have no year without a heart broken since the last 12 years! Padahal patah hatinya gue mah masih cemen lah. Nggak kayak orang lain yang diselingkuhin pacarnya, dideketin cowok cuma karena duitnya, atau yang lebih parah, abis dipukulin sama pacarnya sendiri!
Terus keluhan gue tentang pekerjaan… Bosen sama kerjaan lah. Pengen kerjaan yang gajinya lebih gede lah, supaya bisa cepet-cepet nyicil mobil dan nggak perlu berdesakan di bis tiap hari… Belum lagi saat harus berurusan sama orang-orang nyebelin yang soknya setengah mati! Padahal… yaah, sejelek-jeleknya kerjaan ini, toh dari pekerjaan ini juga gue mulai bisa mewujudkan impian gue, satu per satu, perlahan tapi pasti…
Masih banyak keluhan kecil gue lainnya. Pembantu di rumah yang belakangan ini kalo beresin kamar suka kurang bersih dan bikin gue jadi suka batuk-batuk. Apartemen yang belum juga dimulai pembangunannya. Berat badan yang susah banget dinaikinnya. Jerawat yang susah banget diberesinnya. Sampe keluhan kenapa sih mata gue mesti minus segala?
Seringkali gue sadari, saat gue sibuk mengeluhkan kehidupan gue sendiri, gue jadi lupa untuk sekedar memperhatikan orang-orang di sekitar gue. Misalnya penyakit cuek gue belakangan ini. Cuma gara-gara tumpukan masalah sepele, curhatan orang lain yang biasanya gue dengarkan baik-baik, kali ini cuma numpang lewat di kuping gue doang!
I will not say that I will never complaining again. Karena sebetulnya, mengungkapkan keluhan adalah salah satu cara gue buat mengurangi beban pikiran. Tapi seenggaknya, hari ini gue seperti diingatkan untuk menysukuri hal-hal yang sebelumnya gue anggap biasa-biasa aja. Karena apa yang kita anggap biasa, bisa jadi dianggap luar biasa sama orang lain di sekitar kita. Dan gue harus selalu ingat bahwa gimanapun, gue bukan orang yang paling menderita sejagat raya.
Like Pandji Pragiwaksono ever written in his blog : count your blessings.
Couldn’t agree more with you, guys..
Yup… we shall be grateful for every little thing we have in this life 🙂