What If?

So I’ve been on something big, like really really big, in the past couple of months… and I’ve started to doubt myself.

Am I really going to do this?

Do I really know how to do it all?

Do I really have what it takes to make it happen?

Tried to treat myself a movie to distract me from all that crazy thoughts, but here I am… sitting on a wooden bench in Starbucks, wandering and still wondering all the things I’ve done to pursue this one big dream.

I know that I’m not a coward, I’ve never been one in my entire life, but still… doing what I’m doing at this age is beyond brave! What made me think I could survive this one too? It’s gonna change my life, but what if, it’s not gonna change my life in a good way?

I’m actually a believer that if I believe I will, then I will. But what if I’m wrong this one time? What if I’m wrong and I miserably fail? 

I really want to tell you that I go back home 100% sure that I will be just fine. But the truth is, I’m still doubting myself. Yes, I doubt myself, but make no mistake, it doesn’t mean I no longer believe in me. 

Yes, I might be wrong, BUT… what if I’m right? What if I’m right and I can make it all happen?

I don’t know, and neither does anyone else. I’ll never know, unless I try. Hence at least for now, if I believe I will, I will. Insyaallah.

Harus Dibedakan: Saran VS Hinaan

Entah kenapa, banyak dari kita yang lebih “mendengarkan” hinaan daripada saran yang membangun. Saat dihina: langsung dimasukkan ke dalam hati. Tapi saat diberi saran: masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.

Padahal seharusnya, kita hanya boleh mendengar saran, dan tidak perlu menerima hinaan apapun dan dari siapapun.

Bagaimana cara membedakan saran, masukan, dan nasehat dengan hinaan?

Saran diucapkan dengan tenang, secara konstruktif, dan atas niat membawa kebaikan untuk orang yang bersangkutan.

Sedangkan hinaan diucapkan berbarengan dengan amarah, secara menggebu-gebu, atas niat menyudutkan objek yang sedang dibencinya.

Saran yang konstruktif bisa jadi memang benar cerminan dari diri kita sebagai penerima saran, lain halnya dengan hinaan yang bisa jadi hanya luapan emosi dari orang yang mengucapkannya.

And don’t you know? Hurt people will tend to hurt another people.

Orang yang sedang sakit hati, atau sedang bermasalah dengan diri dan hidupnya sendiri, disadari atau tidak, cenderung berpotensi melukai orang-orang di sekitar mereka. Malah dalam kasus-kasus tertentu, hinaan mereka itu bukan hanya sekedar luapan emosi mereka saja, tapi juga cerminan atas kekecewaan mereka terhadap diri dan hidup mereka sendiri. Itulah sebabnya, saat mereka sedang marah, tidak selamanya kita punya andil dalam kemarahan mereka itu. Dan kalaupun ada, biasanya mereka hanya membesar-besarkan masalah kecil saja.

So maybe… it’s not you, it’s just them.

Kenapa gue bisa sangat yakin dengan teori gue ini? Karena gue juga pernah melakukan keduanya: memberi saran dengan niat untuk menolong, pernah pula mengucap hal buruk hanya karena terlarut dengan emosi yang sedang meluap. Saat gue memberi nasehat, tidak ada salahnya untuk didengar, tapi saat gue menyindir atau bersikap sinis, tolong tegur dan ingatkan. Dan jangan dimasukkan ke dalam hati! Gue tidak bermaksud demikian, jangan dengarkan isi kalimat yang bahkan langsung gue sesali segera setelah gue ucapkan. Jangan dengarkan sindiran yang pernah keluar dari mulut gue di saat gue sedang berada dalam titik terburuk gue. Orang yang tengah meluap emosinya bukan orang yang berada dalam posisi terbaik untuk memberikan meski hanya sepotong nasehat.

Bedakan saran dengan hinaan. Belajar menerima saran sama pentingnya dengan belajar untuk tidak menggubris hinaan. Jangan merugikan diri sendiri dengan terus menolak saran dari orang yang peduli, serta jangan pula merugikan diri sendiri dengan membiarkan hinaan orang lain mengkonsumsi pikiran dan energi dalam diri kita ini.

Be smart enough, and you’ll be more than just fine.