Ceritanya, hari ini gue nemenin adek gue berburu stroller ke baby fair di JCC. Gue pergi berempat sama adek gue, suaminya, dan anak pertamanya. Begitu sampai di sana, bisa ditebak, JCC penuh dengan keluarga muda yang juga banyak membawa anak-anak kecil mereka.
Entah kenapa, yang terlintas di benak gue malah masa depan gue setelah berkeluarga nanti.
Bisa kah gue membagi waktu untuk karier dan keluarga gue?
Bisa kah gue bersabar menghadapi rewelnya anak-anak gue nanti?
Bisa kah gue tetap akur, awet, dan hidup bahagia dengan suami gue hingga nanti ajal memisahkan?
Bagaimana kalau anak atau suami gue sakit?
Bagaimana kalau anak gue sulit diatur dan selalu jelek nilainya di sekolah?
Bagaimana kalau nanti suami gue malah naksir perempuan lain?
Entah kenapa, melihat sekumpulan keluarga muda di JCC tadi malah membuat gue berpikir yang jelek-jelek seperti itu. Dan ini bukan soal gue berpikiran buruk soal hidup orang lain, tapi lebih kepada mempertanyakan kesiapan gue untuk menempuh jalan hidup yang sepenuhnya berbeda dengan hidup gue saat ini.
Selesai beli stroller dan beberapa keutuhan bayi lainnya, di perjalanan pulang menuju kosan, kita mampir makan malam di daerah Tebet. Seperti biasa, acara makan malam diramaikan oleh celotehan ponakan kecil gue. Umur Arfa baru empat tahun, tapi dia sudah pintar berceloteh ini-itu!
Setelah makan beberapa potong sushi dan tiba waktunya untuk makan dessert, Arfa berkeras ingin menyuapi gue makan es krim. Dan jadilah gue makan disuapi anak umur empat tahun! Namanya juga anak balita, suapinnya asal-asalan. Pisang dipotong super besar dan suapan es krimnya malah meleleh ke mana-mana. Meski akhirnya malah mengotori syal dan baju gue, entah kenapa, gue benar-benar merasa senang makan bareng ponakan gue itu.
Saat itulah gue menyadari… gue yang sekarang sudah jauh berbeda dengan gue bertahun-tahun yang lalu. Salah satu contohnya soal interaksi gue dengan anak kecil. Sebelum ada Arfa, gue paling malas basa-basi sama anak kecil. Gue bingung mesti gimana dan gue benar-benar enggak tertarik main sama mereka. Tapi kalo sekarang, jangankan Arfa, hanya sekedar anak kecil tidak dikenal yang tiba-tiba nempel sama gue di restoran pun udah mulai bisa bikin gue ngerasa terhibur.
Dan sebetulnya, yang berubah dari gue bukan hanya soal keluwesan menghadapi anak kecil saja. Gue udah melewati begitu banyak hal selama belasan tahun belakangan ini, melewati begitu banyak naik-turun kehidupan, melewati begitu banyak hal yang kemudian mendewasakan dan mengubah beberapa hal penting dalam diri gue ini. Pada akhirnya gue berkesimpulan… jika gue sudah berhasil melewati 30 tahun pertama hidup gue dengan baik, kenapa gue harus takut melewati tahun-tahun berikutnya dalam hidup gue nanti?
Dulu, gue tipe orang yang anti sosial. Tapi sekarang, bukan hanya berhasil mempererat hubungan gue dengan keluarga gue, tapi gue juga mulai berhasil mempertahankan persahabatan hingga bertahun-tahun lamanya.
Dulu, gue juga tipe orang yang luar biasa malasnya. Hidup cukup ikut air mengalir saja. Tapi sekarang, alhamdulillah, gue mulai sedikit demi sedikit berhasil mewujudkan hal-hal yang dulu hanya bisa gue simpan dalam impian.
Kemudian beberapa tahun belakangan ini, gue banyak dikejutkan dengan hal-hal yang sangat-sangat menyakiti perasaan gue. Tapi hebatnya, semua kejadian buruk itu tidak menghilangkan kepercayaan gue kepada sesama manusia. Salah mempercayai satu orang bukan berarti semua orang juga pasti akan melakukan hal yang sama.
Soal karier juga jatuh bangunnya tidak jauh berbeda. Gue pernah gagal, pernah merasa sangat dikecewakan, pernah merasa tidak yakin dan ragu-ragu, tapi alhamdulillah, semua pengalaman buruk itu justru mengajarkan gue hal-hal berharga yang tidak pernah ada di buku kuliah dulu. Dan yang paling membuat gue merasa bangga, gue berhasil mendapatkan rezeki gue dengan cara yang halal, serta tetap bisa melangkah maju tanpa perlu repot-repot menjatuhkan orang lain yang gue anggap sebagai pesaing.
Yang terakhir, dan ini yang paling penting, terlepas dari segala kesalahan yang pernah gue lakukan, perbuatan yang kemudian gue sesali, dan pilihan-pilihan yang ternyata hanya merugikan diri gue sendiri, pada akhirnya, gue tetap bisa bertahan untuk mencintai diri gue sendiri. Gue tidak pernah terlalu letih untuk bangkit kembali. Gue tidak pernah kehilangan keyakinan bahwa gue pasti bisa terus berubah menjadi lebih baik daripada diri gue yang sekarang ini.
Pulang ke rumah, gue sudah merasa lebih baik. Ulang tahun gue ke tiga puluh tahun hanya tinggal hitungan hari, dan insyaallah, gue udah siap memasuki babak baru dalam hidup gue ini. Semoga di tahun-tahun berikutnya, entah apapun yang terjadi nanti, gue tetap bisa mempertahankan hal-hal positif yang gue tulis dalam blog ini. Hidup tidak akan semakin mudah, tapi semoga, gue tidak akan pernah berhenti belajar untuk berbahagia.
To my future… let’s bring it on!