Because Finally, Life is a Solo Trip

Seperti yang gue tulis sebelumnya, salah satu harapan gue dari solo trip ke Bangkok minggu lalu adalah kepingin punya me time, supaya gue bisa berpikir lebih jernih tanpa terdistorsi omongan-omongan orang lain tentang hidup yang gue jalani. Harapan gue, saat pulang, stres gue sudah hilang, hati gue lebih lapang, dan gue mulai bisa menyelesaikan rentetan masalah gue, satu per satu.

Lalu bagaimana hasilnya? Berhasilkah?

Selama di Bangkok, boro-boro gue punya waktu untuk merenung. Waktu gue sebagian besar habis untuk belanja, makan, belanja lagi, nonton show, abis itu belanja lagi… Bahkan saat sedang duduk di dalam skytrain pun, otak gue selalu sibuk dengan berbagai hal. Sibuk mengamati gaya berpakaian orang Thailand, sibuk mengamati pemandangan di luar jendela, sibuk mikir nanti di blog gue mau nulis apa, atau tentu saja, sibuk berpikir, “Ini gue nggak nyasar kan ya? Nggak salah ambil kereta? Stasiun yang gue tuju udah kelewatan belum ya?”

Seriously, I had no time to think about my problems, not either the reality I had to face after the trip was over. I really enjoyed every minute of it. Bahkan saat nyasar pun, gue sibuk berpikir, “Ah, sial, gue salah pilih hotel! Hotel yang ini kelihatan lebih mewah, atau hotel yang itu lebih deket ke stasiun skytrain…” Atau itu tadi, sibuk merangkai kata dalam kepala soal petunjuk jalan yang akan gue sharing di blog supaya para pembaca nggak bakal nyasar kayak gue, hehehehe.

Barulah saat hari terakhir gue di Bangkok, saat gue duduk diam di dalam taksi menuju bandara… gue kembali teringat, bahwa masa ‘hibernasi’ gue akan segera berakhir. Gue pun mulai sibuk memikirkan langkah-langkah yang harus gue ambil. Dan anehnya, solusi yang muncul di kepala gue sebetulnya masih sama dengan solusi yang pernah terlintas di benak gue sejak jamannya masih di Jakarta. Lho, kalo begitu sih, gue tetep nggak dapet inspirasi apa-apa dong dari perjalanan gue itu?

Pada titik itulah gue menyadari… solo trip tidak akan mengubah keadaan. Pergi liburan tidak akan mengubah sikap orang-orang yang menyakiti perasaan gue. Tidak pula membuat mereka jadi bisa memahami isi hati gue. Orang-orang juga akan tetap selalu sibuk dengan komentar-komentar mereka. Dan apapun yang memang ditakdirkan untuk terjadi, suka tidak suka, siap tidak siap, akan tetap terjadi dan akan tetap harus gue hadapi.

However, since everything happens for a reason, at least that solo trip has made me learn that whatever happens in life, I will always survive even if I’m all alone. Gue pun kembali teringat dengan mimpi-mimpi yang belum berhasil gue wujudkan, dan teringat bahwa pada dasarnya, gue hanya bisa mengandalkan diri gue sendiri untuk meraih semua impian itu. Sama seperti Bangkok trip gue… Gue kepingin liburan, tapi nggak ada satupun teman yang bisa diajak pergi dadakan. I wanted this so bad, so if I had to go there by myself, then be it. Lalu hasilnya? It was one of the best trips in my whole life.

Gue bersyukur punya begitu banyak sahabat yang mengisi perjalanan hidup gue. Terkadang saat melihat betapa baiknya mereka sama gue, gue suka bertanya-tanya di dalam hati, “What kind of good deeds I’ve ever done that makes me deserve this?” But again… no matter how many great people I have around me, there is still some times when everything I have is simply just me. All those dreams, my future life, the way I live my life… it all depends on me. Yes, it’s all on me, because finally… life is a solo trip.

Romance Along Chao Praya River

Pernah dengar Wat Arun temple yang terletak persis di pinggir Chao Praya river, Bangkok, Thailand? Kalo menurut gue, Wat Arun kelihatan lebih cantik di malam hari. Go googling its picture and you will love the night view of this temple. Gara-gara itulah gue jadi terobsesi kepengen foto dengan latar belakang Wat Arun di malam hari. Dan salah satu the best place buat ambil gambar ini adalah dari atas kapal yang melintasi Chao Praya river.

Jadilah gue nekad booking buffet dinner on cruise, meskipun cuma pergi sendirian, gue cuek-cuek aja. Malah dalam bayangan gue, keren aja kalo gue makan sendiri di tengah keramaian kapal, duduk di bangku di atas dek kapal yang terbuka bermandikan cahaya bintang, hehehehe.

Tapi emang dasar bad luck… pada malam di mana gue udah booking dinner on cruise, yang ada malah turun hujan sepanjang malam… Karena hujan, area makan di dek luar jadi ditutup. Musnahlah sudah obsesi gue buat foto-foto berlatarkan Wat Arun di malam hari… Mau nggak mau, 2 jam di atas kapal gue habiskan di dalam restoran indoor sambil menyaksikan live performance yang membosankan banget kalo menurut gue. Dan tentunya, bukan cuma gue doang yang tampak kecewa dengan hujan yang turun malam itu.

Anyway, jangan bayangkan dinner on cruise itu model-model candle light dinner yang romantis dan sunyi gitu yah. Yang ada, isi kapalnya membludak! Jarak antar meja rapat banget, untuk ngambil makanannya pun harus antri beberapa menit lamanya. Selain makan malam, kita juga dihibur sama live performance berupa tarian tradisional dan nyanyian mulai dari lagu jadul sampai lagu masa kini. Ada space yang bisa dijadikan dance floor di bagian dalam kapal, tapi itupun paling juga cuma muat buat 3 orang saja…

Di tengah keadaan yang muram itu, ada satu meja berisi sekitar 8 orang yang rajin banget tepuk tangan setiap kali penyanyinya baru menyelesaikan satu lagu. Bukannya bermaksud menghina… tapi emang beneran suara si penyanyi ini sama sekali nggak ada bagus-bagusnya. Lama-lama gue jadi heran, rombongan yang satu ini kok antusias banget yah?

Begitu gue menoleh, gue langsung melihat wajah gadis Prancis, usia sekitar 20 pertengahan, yang tampak sangat menikmati suasana malam itu. Ternyata, si cewek Prancis itulah yang selalu lebih dulu memberikan tepuk tangan, sehingga mau nggak mau, seluruh rombongan dia juga jadi ikutan bertepuk tangan. Dan bukan cuma itu… cewek ini selalu antusias ngambil foto semua penyanyi dan penari yang ada di situ. Pokoknya, keceriaan dia itu bener-bener kelihatan mencolok di tengah kemuraman penumpang kapal pada umumnya.

Tapi ternyata, she was not the only happy person in that room. Setelah gue perhatikan lagi, cewek Prancis tadi datang ke sana bersama pacarnya. Dari situ gue baru ngeh… ceweknya cantik, cowoknya juga ganteng! Badan mereka juga proporsional banget, langsing, keren, enak dilihat… Sayangnya dress code mereka sama sekali enggak matching; si cowok pake baju rapih (kemeja tangan panjang plus celana bahan dan sepatu kulit), sedangkan ceweknya cuma pake tank top plus celana pendek selutut. Meskipun dress code nggak matching, mereka tetep kelihatan pasangan yang serasi banget deh.

Beberapa menit kemudian, lagu berganti jadi pop love song yang romantis banget. Gue lupa judul lagunya, yang jelas tipe lagu yang emang enak banget untuk slow dance. Dan tau-tau aja… pasangan Prancis ini turun ke dance floor dan dansa berdua di situ. Saat itulah… gue seperti melihat a magical moment.

When they danced, holding each other so tightly, I saw them looked each other right in the eyes. For a while, I saw the guy looked at his girl like she was the only one in that room. He kept looking at her so deeply, so warm, so in love… and then they kissed.

Dari situ gue langsung memalingkan muka. I just thought it was inappropriate to keep staring at them. Tapi pada saat itu gue juga jadi mengerti ucapan orang yang bilang bahwa kita bisa mengenali rasa cinta seseorang hanya dari tatapan mata. No wonder kalo si cewek Prancis itu kelihatan gembira sepanjang malam. Nggak peduli hujan, nggak peduli live performance yang membosankan, I think all she wanted to do was to cherish every moment she had with such a great guy like hers.

Sambil meneruskan makan malam yang untungnya lumayan enak itu, gue berpikir… Kapan ya, terakhir kali gue ngerasain kebahagiaan yang seperti itu? Nggak peduli seberapa menyedihkannya keadaan di sekitar gue, gue tetep bahagia cuma karena ada dia di samping gue… Dan yang lebih penting, kapan terakhir kali gue menerima tatapan dari cowok yang seolah hanya melihat ada gue di ruangan itu? Tatapan yang kadang bikin gue ngerasa malu karena diperhatikan sampai segitunya…

Terus terang, gue kangen banget rasanya jatuh cinta. Kangen masa-masa pdkt, kangen senyum-senyum sendiri hanya karena lagi teringat sama si dia… Tapi nyatanya, terakhir kali gue naksir sama cowok, yang ada sikap gue malah nggak konsisten. Telepon pertama, gue menanggapi dengan manis. Tapi telepon ke dua… gue malah jawab pendek-pendek dengan nada bicara yang sama sekali tidak antusias. Nggak mengherankan kalo setelah itu nggak ada lagi telepon ke tiga…

Ya, gue kangen banget rasanya jatuh cinta, tapi… gue sama sekali enggak kangen sama patah hati yang mungkin datang menyertainya.

Setelah gue mulai dewasa, patah hati malah terasa semakin berat ketimbang cinta-cinta monyet ala ABG. Patah hati yang terakhir, entah kenapa, terasa sulit banget buat gue lewatin. Patah hati yang sebelumnya, meskipun nggak setraumatis patah hati yang terakhir itu, anehnya tetep aja butuh waktu selama 4 tahun sampe akhirnya gue bener-bener bisa move on dari cowok itu… It seems like puppy loves were so much easier right?

Saat kapal kembali merapat ke dermaga, seluruh penumpang mulai antri untuk turun dari kapal satu per satu. Kebetulan, pasangan Prancis tadi berbaris persis di depan gue. Yang terakhir gue lihat dari pasanagn itu, kepala si cowok terbentur pintu saking jangkungnya dia. Si cewek langsung kaget, dan dengan heboh mengelus-elus kepala pacarnya itu…

Sekali lagi, gue memalingkan wajah, meneruskan langkah, dengan tekad baru di dalam hati… Someday, I will find a guy who looks at me in the eyes just like the way he looked at that girl, that night, along the Chao Praya River.

And My Solo Trip Begins…

Finally… besok solo trip gue insyaallah akan dimulai. Setelah berhasil menahan godaan buat cari temen jalan, here I am… sticking with the plan: traveling to Bangkok all alone.

Seperti yang pernah gue tulis sebelumnya, banyak banget orang-orang di sekitar gue yang mempertanyakan keinginan gue untuk traveling sendirian. Ada yang ngomongnya halus, ada juga yang entah kenapa, sebegitu ketusnya menanggapi ide gue yang sebetulnya sama sekali bukan urusan mereka itu. Semakin banyak yang berkomentar negatif, semakin gue yakin kepengen pergi sendirian. Kenapa begitu? Karena gue justru sedang ingin mengasingkan diri dari omongan-omongan negatif orang lain.

Gue lagi bosen banget dengerin komentar orang lain tentang berbagai hal dalam hidup gue. Capek denger komentar orang tentang gimana seharusnya gue berpakaian, tentang barang-barang yang gue beli, tentang gimana seharusnya gue bersikap dan berkata-kata… Nyaris tidak ada satu pun dalam hdiup gue yang tidak dikomentari orang lain. Mengutip isi status seorang teman, “No matter what I say or what I do, people always have some to say.” Sepertinya… mereka merasa lebih mengenal gue ketimbang gue mengenal diri sendiri kali ya…

Makanya gue pengen menghindar sebentaaar aja dari seribu satu komentar yang mampir di kuping gue itu. Gue sedang enggak ingin dengar apa kata orang… gue hanya ingin mendengar isi hati kecil gue sendiri, pemikiran gue sendiri, keinginan gue sendiri untuk hidup dan masa depan gue sendiri.

Kemudian yang lebih penting daripada sekedar menjauh dari omongan orang adalah keinginan untuk mengumpulkan keberanian. Gue punya banyak rencana besar… tapi semuanya terhalang oleh rasa takut untuk keluar dari comfort zone. Trus balik lagi… banyaknya omongan orang yang berebut masuk ke telinga malah bikin gue semakin takut untuk meninggalkan comfort zone gue itu. Dan gue berpikirnya sederhana aja… kalo gue berani traveling sendirian, gue anggap itu sama artinya gue juga akan berani menghadapi apapun yang mungkin terjadi dalam hidup gue. Karena kalo bicara soal comfort zone, sebetulnya traveling in group is always my comfort zone. Dan untuk sekali ini, gue kepingin mencoba sesuatu yang benar-benar di luar zona nyaman gue.

Well, emang sih… apa yang gue tulis di sini kesannya dramatis banget. But if only you were wearing my shoes, then I’m sure that you would also want to run away for a while, like badly.

Buat teman-teman yang dengan tulus khawatir dengan rencana solo trip gue ini… tenang aja, persiapan gue udah matang banget kok, bahkan, jauh lebih matang daripada biasanya. Gue juga tumben-tumbenan beli travel insurance, tumben-tumbenan nitip satu folder berisi softcopy seluruh dokumen perjalanan ke adek gue, dan gue juga udah mengalihkan nomor hp menjadi pasca bayar supaya enggak harus mengalami kehabisan pulsa di negeri orang. Just support me and pray that I’ll be home safely. Begitu gue balik lagi ke Indonesia, insyaallah, akan ada oleh-oleh buat kalian; teman-teman terbaik gue, hehehehe.