Sejak awal kerja jadi auditor, sampe kemudian pindah kerja jadi Company Accountant, gue termasuk tipe orang yang suka marah-marah di kantor. Gue gampang banget tersulut emosinya kalo lagi banyak kerjaan, dikejar deadline, pusing sama kerjaan yang susahnya setengah mati, atau ngomel saat melihat kesalahan yang dilakukan rekan kerja gue. Jangankan bawahan gue deh, sebelumnya gue bisa ngomel-ngomel sama orang lain yang jabatannya sama-sama manajer, atau bahkan, bersikap sedikit judes sama atasan gue sendiri.
Sampai kemudian suatu waktu, sekitar 3 bulan yang lalu, mulai terjadi beberapa hal yang membuat gue kepengen berubah. Sejak saat itu sampai sekarang, gue terus mencari cara untuk mengendalikan emosi gue di kantor. Dan berikut ini adalah cara-cara yang udah terbukti berhasil bikin gue jadi lebih kalem di tempat kerja.
- Kalo kerjaan lagi numpuk, sampe bikin bingung mana yang harus dikerjain duluan, untuk meredakan emosi, gue bakal inget-inget masa idle a.k.a masa-masa doing nothing a.k.a masa-masa magabut. Cuma magabut sehari-dua hari aja, gue udah kayak cacing kepanasan! Jadi ya sudah… nikmati aja semua tumpukan kerja yang ada daripada mati bosen karena doing nothing in the office. Setelah mulai bisa berpikir dengan tenang, gue akan mulai set priority berdasarkan tenggat waktu, tingkat kesulitan, serta jika diperlukan, gue akan mendelegasikan beberapa pekerjaan ke staf-staf gue;
- Kalo lagi bener-bener mepet dikejar deadline yang sangat-sangat penting, gue akan tutup pintu ruangan, turn-off YM, put my BB in silent (I do not use my BB for business matter), and sometimes, I will tell my staffs for not disturbing me for a while. Menghindari hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian seperti itu efektif banget untuk speed-up our work. Penting juga supaya kita bisa fokus sama satu pekerjaan yang sudah due itu;
- Kalo lagi stres sama kerjaan yang susahnya setengah mati, maka gue akan bilang begini sama diri gue sendiri, “Masih mending gue ngerjain hal-hal susah kayak gini daripada disuruh ngerjain hal-hal remeh yang anak SMA juga bisa kerjain.” Gue juga akan menekankan sama diri gue sendiri bahwa gimanapun, pekerjaan yang sulit akan selalu membuat gue jadi lebih pintar dan selangkah lebih maju;
- Kalo bos lagi banyak maunya, nyuruh ngerjain hal-hal ajaib yang bikin bingung, gue nggak lagi komplain. Gue inget-inget aja nasib orang-orang yang dicuekin dan nggak dianggap penting sama bosnya sendiri… Kalo ngutip komentar bos gue, “Dikasih banyak kerjaan itu artinya bos percaya sama kamu.” And remember one thing… banyaknya keluhan cuma akan membuat si bos lebih memilih untuk memberikan pekerjaan itu ke orang lain! I’m even gonna feel worse if I see someone else is taking over my job;
- Kalo mood bos lagi jelek, lagi ngadat, atau lagi suka ngelakuin hal-hal yang bikin kesel, gue inget-inget aja daftar kebaikan dia selama ini… Gue juga toh enggak selalu bisa jadi bos yang baik buat staf-staf gue… Jadi kalo gue pengen dimaklumin sama mereka, maka gue juga harus bia maklumin bos gue itu;
- Kalo lagi kesel sama orang-orang yang nggak bales e-mail gue… ya gue inget-inget aja, kalo gue juga enggak selalu balas e-mail mereka, hehehehe. Tapi sebetulnya, enggak bales message orang lain itu nggak sopan loh… Bales e-mail itu udah jadi bagian dari job desk kita. Kalo gue sih cuma suka males menutup e-mail dengan reply just to say “ok” atau “noted”. Kalo ada yang ditanyain sih, gue pasti jawab. Makanya, kalau ada orang yang nggak jawab pertanyaan gue via e-mail, gue akan tegur langsung atau kirim e-mail yang berisi follow up;
- Kalo gue terima e-mail yang isinya menyebalkan… gue akan klik icon ‘pending task’. Gue balas e-mail menyebalkan itu nanti aja kalo emosi gue udah mulai reda;
- Kalo gue lagi keseeeeelll banget sama salah satu rekan kerja, gue akan ngetik e-mail yang isinya panjaaaang banget, hanya untuk meluapkan amarah gue. Tapi abis itu, message-nya gue delete tanpa pernah dikirim. Kalo gue udah mulai anteng, baru deh gue ketik e-mail yang lebih kalem, mulai dari awal lagi ngetiknya, hehehehe;
- Kalo gue lagi kesel banget sama salah satu bawahan gue, maka gue nggak pernah lagi langsung manggil mereka cuma buat diomelin habis-habisan. Sekarang, gue cuma akan kasih tau mereka bahwa mereka melakukan kesalahan, suruh mereka melakukan koreksi, ditutup dengan kalimat, “You’re making a serious mistake… Jangan sampe terulang lagi.” Kalo mood gue udah membaik, baru gue panggil mereka lagi untuk discuss lebih lanjut tentang kesalahan mereka itu;
- Sekarang gue lebih prefer jaga jarak sama rekan kerja yang kepribadiannya enggak cocok sama gue. Berusaha bertemen sama mereka cuma akan memicu konfik yang ujung-ujungnya ganggu kerjaan di kantor. Kita emang nggak perlu akrab sama semua orang di kantor kok. Yang penting kita keep the good relationship supaya kerjaan berjalan lancar;
- Do my best but don’t put my hopes up. Gue kerja pake strategi, prediksi, dan gue akan mewujudkannya sebaik yang gue bisa. Gue juga tipe orang yang akan mencari cara untuk melebihi ekspektasi atasan. Akan tetapi, setelah semua itu selesai, gue tidak akan menyimpan harapan apa-apa dalam hati. Reaksi atasan atas hasil pekerjaan gue bukan sesuatu yang bisa sepenuhnya gue kendalikan. Kondisi mood mereka misalnya. Sometimes, no matter how good our performance is, bosses’ bad mood would make our hard work looks just ordinary. Jadi daripada gue kecewa trus jadi marah karenanya, once one work is done, gue akan langsung mengalihkan perhatian gue dengan mengerjakan tugas yang selanjutnya; dan
- Gue tidak lagi selalu peduli dengan pendapat orang lain tentang gue. Gue harus bisa memisahkan kapan gue harus mendengar, serta kapan gue harus menutup telinga rapat-rapat. Mendengarkan pendapat SEMUA orang cuma bikin gue jadi sakit kepala. Again, I think it was true what my boss has ever said, “We cannot always please everyone at work.”
Seperti yang kita semua ketahui, bos yang suka marah-marah itu selalu jadi topik favorit semua bawahannya. Malah diam-diam, bos yang seperti itu akan menjadi ‘public enemy’. Memang benar, kita tidak perlu menjadi angel yang disukai semua orang, tapi jangan juga menjelma menjadi devil yang suka menyakiti perasaan orang lain. Jangan pula sampai terjadi ada good staff yang malah resign karena enggak tahan dengan kelakuan gue yang udah kelewatan. Semua orang memang harus punya ability to work under pressure, tapi tetap saja, semua itu ada batasnya.
Jadi intinya, saat ini gue sedang berusaha mengurangi sikap marah-marah yang tidak pada tempatnya. Selalu marah sepanjang waktu akan membuat orang lain tidak bisa membedakan kapan kita benar-benar marah sehingga tidak akan ada manfaatnya. Gue pasti akan tetap marah, tetapi marah yang berguna dan bukan hanya sekedar pelampiasan emosi. Seperti nasehat yang sering gue dengar dari beberapa atasan gue, “Working is not only about how smart you are, but also how good you are in managing people around you.”
And of course, being angry all the time is never be a good idea to manage people around me.
Nice kak 🙂 *thumbs up*
Seneng banget kalau liat postingan kakak yang isinya memotivasi gitu ^^
Thanks for sharing kak.
Sekarang saya adalah mahasiswa di salah satu univ swasta dan sambil bekerja. Kerja dari jam 8 AM sampai jam 5 PM, kuliah dari sore sampai malam.
Kalau stress kerja sih sekarang ga lagi karena sudah bisa manage pekerjaan trus saya juga bekerja di biro yang beban pekerjaan nya lebih ringan.
Tapi saya setuju dengan postingan kakak, yg ttg beban pekerjaan, dan pernah mengalaminya juga. Walaupun berat dan crazy serta di luar kemampuan kita tapi saya bersyukur karena dengan diberi beban pekerjaan seperti itu saya bisa berkembang, mempelajari banyak hal-hal baru dan kecepatan saya dalam menyelesaikan pekerjaan meningkat.
hehehe…
Keep up the good posting kak!
Hi MV… Thanks… senang kalau bisa memotivasi 🙂
Yup, syukuri aja semua beban pekerjaan yang ada. Believe me that it will always make you even stronger. Keep up the spirit yaa.