Barusan banget, gue baca tulisan di salah satu media massa ternama di Indonesia yang intinya menyarankan untuk tidak sering-sering upload foto liburan supaya teman-teman di socmed yang bersangkutan tidak merasa iri. Saat baru baca judul artikelnya, tadinya gue kira tidak disarankan karena faktor keamanan saja, tapi ternyata, penulis juga menyebutkan resiko orang lain bisa jadi merasa iri!
Coba kita pikir kembali… Jika pemikiran penulis itu ada benarnya, maka artinya…
Orang yang happily married enggak boleh pamer cerita romantis sama pasangannya, supaya orang yang masih jomblo enggak iri.
Orang yang kerja kantoran enggak boleh upload foto office gathering supaya orang yang masih mencari pekerjaan enggak iri.
Orang yang sering makan di restoran mahal enggak boleh pamer foto makanannya supaya orang lain enggak iri.
Really? Are we really that shallow?
Untuk diri gue sendiri, jangankan iri… gue bahkan tidak pernah repot-repot membenci orang lain hanya karena gue anggap suka pamer di socmed. Gue juga kebetulan bukan tipe orang yang bisa dengan gampang menuduh orang lain sedang pamer. Kenapa? Karena bisa jadi, di mata orang ybs, apa yang kita anggap “wah” hanya sesuatu yang biasa-biasa saja untuk standar mereka. Atau bisa juga, posting orang tersebut hanya sebentuk ungkapan kebahagiaan yang sedang mereka rasakan. Selama apa yang mereka upload tidak merugikan diri gue sendiri, kenapa juga gue harus ambil pusing?
Hal ini mengingatkan gue dengan obrolan dengan salah satu teman lama. Waktu itu ceritanya, dia menganggap teman kuliah dia di kampus dulu sering pamer belanja di butik sekelas LV.
Begini isi obrolan kita waktu itu.
Gue: “Kalo dia check-in belanja di Pasar Tanah Abang misalnya, masih masuk hitungan pamer atau enggak?”
Dia: “Enggak. Kan cuma pasar biasa.”
Gue: “Tapi gimana kalau dia enggak pernah ke Tanah Abang dan pasar-pasar lainnya? Gimana kalo dia emang cuma beli baju dan tas di butik sekelas LV? Apa dia jadi enggak boleh check-in di Facebook, gitu?”
Dia: Sambil menganggukan kepala, “Iya juga ya… Nggak adil dong ya.”
Kenyataannya, orang yang betulan hanya makan di restoran menengah ke atas itu memang benar ada.
Orang yang hanya mau beli tas kulit asli juga betulan ada.
Orang yang cuma punya mobil dengan harga di atas 500juta juga pasti ada saja.
Dan orang yang suka traveling karena faktor hobi (dan bukan hanya karena ingin pamer) juga betul-betul ada di dunia ini!
Apa semua itu benar berarti mereka jadi tidak punya hak untuk upload isi hidup mereka di social media? Mereka jadi tidak boleh update ini-itu hanya supaya orang lain tidak iri, begitu?
Satu hal yang menurut gue paling lucu adalah orang-orang yang masih saja follow orang yang mereka “benci” di social media. Kalau tidak suka dengan konten orang ybs, buat apa pula tetap di-follow? Padahal baik Facebook maupun Path (2 socmed yang menganut sistem “friends” instead of “followers“), sudah menyediakan fitur yang memungkinkan penggunanya untuk menyaring konten yang tidak ingin mereka lihat. Bisa tetap berteman tanpa perlu melihat update dari orang-orang yang tidak diinginkan.
Masih mending jika orang-orang yang merasa iri itu hanya menyimpan perasaannya untuk diri mereka sendiri saja (karena sebetulnya, rasa iri itu manusiawi). Tapi kalau sampai meninggalkan comments yang tidak menyenangkan, apalagi kalau sampai dijadikan bahan gosip yang dilebih-lebihkan, maka dalam kasus ini, siapa yang lebih bersalah? Orang yang upload atau orang yang salah menafsirkan posting tersebut? Padahal kembali lagi pada tulisan gue di paragraf sebelumnya, jika tidak suka, cukup unfollow saja! Pemilik account ybs tidak pernah memaksa kalian untuk melihat konten socmed mereka, bukan?
Jadi sudahlah… tidak perlu repot-repot jadi socmed police hanya karena rasa iri. Jangan biarkan rasa iri mengubah pertemanan jadi permusuhan. Jangan pula merusak kebahagiaan orang lain hanya karena hal sepele seperti ini! Ingat, semua orang punya hak untuk upload apa saja dan kapan saja selama tidak melanggar ketentuan masing-masing platform. Kalau pun benar teman kita memang sengaja ingin pamer di socmed, kita toh sebenarnya tidak dirugikan. Dan sekali lagi, kalau tidak suka, kita bebas unfollow kapan saja!
Social media is supposed to be fun. Let’s keep it that way.