I Choose to Be Happy

Entah sejak kapan persisnya, tiap kali dihadapkan pada keputusan-keputusan sulit dalam hidup gue, pada akhirnya gue akan bertanya sama diri gue sendiri, “Keputusan mana yang akan bikin gue lebih bahagia?”

Waktu kuliah dulu, awalnya gue sempat lebih memilih berteman dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan latar belakang dengan gue. Masalahnya saat itu, di kampus gue memang begitu kecenderungannya; orang-orang berteman sesuai dengan ras dan agamanya masing-masing. Tapi tidak berapa lama, gue malah menemukan kelompok kecil yang membuat gue lebih merasa nyaman dan juga membuat gue lebih sering tertawa dibanding sebelumnya. One Indian girl, one Chinese girl, and me; a Moslem girl with a hijab, we could make it until graduation.

Kemudian saat baru memulai perjalanan karier gue, dulunya gue pikir, uang adalah hal terpenting dalam memilih pekerjaan. Saat memilih pekerjaan pertama setelah kelulusan, jujur gue masih memilih perusahaan dengan tawaran gaji yang paling tinggi pada saat itu. Tapi sekarang, gaji tinggi bukan lagi segala-galanya. Jika baru tahap interview saja gue sudah luar biasa ragu, atau sederhananya, tidak merasakan ada chemistry dengan perusahaan tersebut setelah hal-hal yang gue temukan selama proses interview itu sendiri, maka buat apa dipaksakan?

Masih dalam hal karier, gue sudah sering membuktikan bahwa hal yang paling mudah belum tentu hal yang akan paling membawa kebahagiaan. Percaya nggak percaya, tugas dan proyek yang awalnya terlihat hampir mustahil pada akhirnya malah menjadi tantangan karier yang paling membuat gue ngerasa puas dengan pencapaian diri gue sendiri. And you know what? I feel happy when I’m satisfied! Itu pula sebabnya, pekerjaan yang terasa sangat mudah adalah pekerjaan yang kemudian gue tinggalkan meskipun sebetulnya, pekerjaan itu punya masa depan yang sangat menjanjikan untuk diri gue ini.

Finally about my love life. Ortu gue pernah bertanya kenapa gue enggak jadian aja sama si A dan si B yang bla bla bla. Jawaban gue pendek saja, “Sama mereka cuma teman aja.” Tapi jawaban sebenarnya, gue hanya tidak menemukan kebahagiaan yang gue cari dengan mereka. Wajah ganteng dan karier yang sudah mapan entah kenapa sudah tidak lagi menjadi prioritas gue. Percuma punya pasangan yang bisa bikin cewek-cewek lain iri sama gue jika berpasangan dengan cowok itu hanya akan sering membuat gue tidak bisa tidur nyenyak di malam hari…

Singkatnya, dalam setiap keputusan yang gue ambil, gue hanya memilih untuk bahagia. Bisa jadi bukan keputusan yang tampak ideal, terlihat unusual, akan banyak rintangannya, dsb dsb… Tapi jika memang itu yang gue butuhkan untuk bisa hidup bahagia, maka itu pula yang akan gue pilih untuk hidup gue ini.

Why do I do that?

Because I’ve come to learn that happiness is also a work. As much as I believe that there are so many little things that we can be happy with, I also believe that the greater happiness we want to pursue, the greater efforts needed to take us there. That’s why again, everytime I need to make a tough decision, I don’t care what most people will do about it, I simply think and ask myself, “What will I do about it? Which one will make me happier?”

Life can be anything, and I just choose to be happy. That’s it.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s