Kurban Seorang Mualaf

Akhir tahun 2009 yang lalu, gue sempet kerja satu tim sama cowok Chinese yang di hari pertama kerja bareng gue, dia mengejutkan gue dengan pertanyaan, “Di sini mushala-nya di sebelah mana ya?”

Loh, ternyata dia muslim toh! Akhirnya gue tau kalo dia itu mualaf dan satu-satunya muslim di keluarga dia.

Sampe sekarang gue belum tau alesan dia masuk Islam itu apa. Gue sempet nebak karena dia pernah kuliah di Malasyia, tapi ternyata bukan. Dia baru masuk Islam justru setelah balik ke Indonesia. Karena pengaruh pacar pun rasanya bukan. Karena pacarnya yang pake jilbab itu juga dia kenal setelah masuk Islam.

Idul Adha hari ini mengingatkan gue sama cowok ini. Waktu itu dia sempat cerita sama gue tentang pengalaman kurban pertama dia setelah jadi mualaf.

Waktu itu kata dia, di saat kambing lain mesti ditarik-tarik menuju tempat pemotongan, kambing kurbannya dia justru berjalan mendului dia menuju mesjid. Lalu di tempat pemotongan, di saat kambing lain meronta sekuat tenaga, kambing kurbannya dia justru dengan sendirinya memasrahkan lehernya untuk disembelih.

Waktu itu pikir gue, bahkan kambing pun tahu, memenuhi hidayah menjadi mualaf bukanlah suatu hal yang mudah, makanya dia sengaja mempermudah kurban pertama majikannya supaya nggak nambahin masalah baru buat majikannya itu, hehehehe.

Bicara soal pindah agama, gue jadi inget, sekitar enam tahun yang lalu, ada seorang kenalan yang bertanya sama gue, “Kenapa agamalo Islam? Karena orang tualo Islam kan?”

Mestinya, pertanyaan itu bukan pertanyaan yang sopan ya. Apalagi gue tau, motif dia nanya kayak gitu adalah untuk convert gue ke agamanya dia. Tapi kalo dipikir-pikir, pertanyaan dia itu emang ada benarnya. Agama pertama setiap orang kemungkinan besar agama yang dianut orang tuanya. Lalu pertanyaannya, apa iya, gue tetep beragama Islam hanya karena orang tua gue? Bukankah setelah dewasa, gue punya hak untuk mementukan kepercayaan yang gue yakini kebenarannya?

Thanks to that girl, dari situ gue justru jadi semakin meyakini agama gue. Berkat dia, gue jadi tahu bawha gue tetap beragama Islam karena memang agama ini yang gue yakini kebenaran dari setiap ajarannya, dan bukan semata-mata karena didikan orang tua gue. Malah, gara-gara dia, gue juga sampe berpikiran… kalopun misalkan ortu gue bukan Islam, pasti setelah dewasa dan mengenal agama ini, ujung-ujungnya gue akan teteap memeluk agama Islam. Makanya, gue juga jadi bersyukur udah terlahir dalam keluarga muslim. At least dengan begitu, gue jadi nggak perlu repot-repot mengalami dilema saat mutusin untuk jadi mualaf, hehehehe.

Well, selamat hari raya Idul Adha buat teman-teman yang merayakannyaJ

One thought on “Kurban Seorang Mualaf

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s