Mungkin istilah ‘quotes which changed my life’ terlalu lebay lah yaah. Itu cuma untuk sekedar kasih judul tulisan yang bagus buat blog gue aja sebenernya 😀 Lebih tepat kalo gue bilang, “5 statements those influenced me the most.” But can’t you see? They are not appealing as a blog title, hehehehe.
Berikut ini adalah 5 kalimat yang pernah gue dengar dan terasa berkesan banget kalo buat gue. Lima statement yang bener-bener berpengaruh sama hidup gue banget. Berikut ini daftar lengkapnya!
“Jangan terlalu keras sama dirilo sendiri”
Awalnya, gue ngerasa tersinggung dinasehati seperti itu. Masalahnya:
- Kalo gue enggak keras sama diri gue sendiri, gue enggak akan jadi apa-apa!
- Yang nasehatin gue itu sama sekali bukan teman deket gue di kampus… What did she know about me?
Karena memang benar lho… Kita itu harus keras sama diri kita sendiri. Jangan suka memaklumi kemalasan kita sendiri, memanjakan kekurangan dan kelemahan kita sendiri ketimbang berusaha untuk memperbaikinya, dan tentunya, jangan gampang menyerah dalam menjalani hidup! Jadi apa salahnya bersikap keras terhadap diri sendiri? It has taken me to so many new levels in my life.
Meski begitu, pada akhirnya, entah persisnya sejak kapan, gue mulai menyadari kebenaran dari nasehat teman gue itu. Gue akan tetap keras sama diri gue sendiri, tapi, ada kalanya, gue harus beristirahat sejenak.
Kadang… saat tumpukan pekerjaan sudah terlalu menggila tanpa ada habisnya, saat gue sudah harus menahan emosi sampai suara gue bergetar saking marahnya, saat gue ngerasa capek dan mendadak air mata menetes dengan sendirinya, saat tidur sudah tidak pernah lagi nyenyak dan menyenangkan, gue tahu bahwa sudah saatnya gue taking a break.
Kemudian satu lagi… gue juga jadi menyadari… sekeras apapun gue berusaha, kegagalan pasti akan tetap ada. Lalu saat kegagalan besar itu melanda, sebagai manusia biasa, gue punya hak untuk meratapinya sejenak. No matter how great my life is, there is still one day or two where I only want to do nothing at home. I will stay on my bed all day long, watching boring TV shows and mourning and feeling sorry for myself. Karena kenyataannya, terus-terusan berusaha terlihat kuat tidak pernah membuat beban gue jadi terasa lebih ringan! Tidak ada salahnya membuang satu atau dua hari yang berharga hanya untuk berduka, yang penting setelah itu, gue kembali siap untuk menjalani hidup gue kembali.
Dan setelah gue pikir lagi, bisa jadi… itu dia yang teman gue maksud, “Jangan terlalu keras dengan diri sendiri.”
Now I really thank her for giving me that advice 🙂
“Yang paling penting itu bukan gimana caranya meminimalisasi expense, tapi gimana cara memaksimalkan income.”
Yang satu ini sebetulnya bukan nasehat buat gue, tapi salah satu prinsip yang pernah diutarakan salah satu senior gue dulu. Ceritanya waktu itu kita sedang membahas soal pentingnya berhemat di tengah harga kebutuhan pokok yang terus naik, dan begitulah pendapat senior gue itu.
Saat itu gue pikir… iya juga sih. Bukannya gue menentang hidup hemat lho yaa, tapi gue bener-bener ngerasa sengsara banget kalo lagi harus berhemat gila-gilaan :p
Gue ngerasa bersyukur pernah mendengar prinsip senior gue itu tepat di awal karier profesional gue sekitar 5 tahun yang lalu. Punya prinsip kayak gitu bikin gue jadi semangat kerja. Nggak peduli betapa membosankannya pekerjaan gue, betapa menyebalkannya atasan, rekan kerja, atau klien gue gue, pokoknya gue harus tetap bekerja dengan maksimal untuk mendapatkan hasil yang juga maksimal! Gue bahkan punya target… tiap tahun, penghasilan gue harus naik minimal 20%. Hasilnya? Alhamdulilah, penghasilan gue saat ini sudah sekitar 500% melebihi penghasilan gue 5 tahun yang lalu.
Prinsip seperti itu bisa jadi terdengar sombong di telinga orang lain, tapi apa salahnya sih punya pemikiran seperti itu? Nggak ngerugiin siapa-siapa juga kan… Ngejar prinsip seperti ini memang bikin capek, tapi gue banyak belajar bahwa many good things in life are hard to find. Dan meskipun uang itu bukan segala-galanya, tapi tetep aja… hidup bakal jadi luar biasa susah kalo lagi nggak punya uang… Mengutip salah satu quote yang cukup populer di kalangan social media, “Money can’t buy happiness, but it’s more comfortable to cry in a Mercedes than on a bicycle.” 😀
Always try, always fight, before you quit and give it up
Beberapa waktu yang lalu, gue nemuin quote ini di Path: “Before you act, listen. Before you react, think. Before you spend, earn. Before you criticize, wait. Before you pray, forgive. Before you quit, try.” – William Arthur.
Satu kalimat terakhir itulah yang kemudian seperti jadi jawaban atas berbagai pertanyaan dalam benak gue sendiri.
“Sampe kapan gue harus ngejar cita-cita gue yang setinggi langit itu?”
“Harus gue apain sahabat gue yang mulai bertingkah menyebalkan setengah mati itu?”
“Gue harus stay atau resign dari pekerjaan gue yang sekarang?”
Dan jawaban dari semua pertanyaan itu hanya satu: “Before I quit, try.”
Pemikiran kayak gitu bikin gue jadi lebih yakin untuk tetap memperjuangkan sesuatu, dan… bikin gue jadi lebih yakin saat sudah harus merelakan sesuatu untuk pergi dari hidup gue. Setidaknya, gue sudah berusaha sekeras yang gue bisa, bahkan terkadang, gue berusaha sampai melebihi batas kemampuan gue sendiri. Jika gue sudah sampai berusaha sekeras itu dan tetap tidak berhasil, serta jika mempertahankan lebih banyak kerugian ketimbang manfaatnya, maka gue akan tahu dengan sendirinya… sudah waktunya untuk gue letting go. Only by doing this I could let go with no future regrets, at all.
“Live your life forgivingly, but if it’s too painful to hang on, let go”
Kalo yang satu ini asli quote bikinan gue sendiri. Berawal dari penyesalan gue karena udah ninggalin begitu banyak teman baik di waktu yang lalu, gue jadi sadar… gue harus belajar memaafkan. Karena kenyataannya, siapapun orangnya, dan sebaik apapun kepribadian mereka, akan tetap ada kalanya mereka menyakiti perasaan gue sebegitu dalamnya. Jika gue tidak pernah mau memaafkan, bisa-bisa gue cuma hidup sendirian!
Meski begitu, ada pula beberapa orang yang bikin gue merasa bersyukur sudah merelakan mereka dari hdiup gue. Hidup gue jadi terasa lebih baik dalam artian yang sebenarnya. Ada orang-orang yang entah kenapa, setelah dewasa berubah menjadi orang yang sangat sinis, atau cenderung membawa banyak pengaruh buruk buat gue. Selalu mengatakan hal buruk tentang gue sepanjang waktu, tidak suka melihat gue bahagia, terlalu sering berbohong lagi dan lagi, atau tidak pernah mau menyisihkan waktunya buat gue. Jika sudah sampai seperti itu, buat apa gue pertahankan?
Intinya sih, gue harus tahu kapan waktunya harus memaafkan, serta kapan waktunya harus merelakan. Tadinya gue pikir, hanya merelakan saja yang bisa bikin hidup gue terasa lebih mudah, tapi ternyata, mau memaafkan juga udah bikin hidup gue jadi terasa jauh lebih mudah. Gue jadi punya sahabat-sahabat yang tidak terduga, hidup gue jadi lebih damai, dan hati gue jadi lebih sedikit dipenuhi dengan amarah. Tapi jika memaafkan sama saja dengan memberikan kesempatan untuk mereka secara konstan menyakiti perasaan gue lagi dan lagi, maka ya sudahlah… diikhlaskan saja. Ikhlaskan, lepaskan, dan jangan pernah ada rasa dendam. Bahkan saat melepaskan pun, harus dilakukan dengan penuh maaf!
Oh ya, mau tahu kunci untuk bisa memaafkan dengan mudah? Gampang aja, kuncinya adalah: saat sedang sangat marah, cobalah untuk mengingat-ingat kebaikan mereka pada kita! Jangan dulu berkomunikasi dengan mereka saat hati sedang panas-panasnya, kemudian saat hati sudah mendingin, barulah dicari solusi supaya masalah yang sama tidak terulang lagi. Bagaimanapun, memaafkan itu memang tidaklah mudah, jadi sebaiknya, carilah solusi supaya tidak perlu sering-sering berhadapan dengan keadaan di mana kita harus berusaha keras untuk memaafkan.
“Bukan perkataan orang lain, dan bukan tindakan orang lain yang menyakiti perasaan kita, melainkan diri kita sendiri.”
Ucapan training manager di kantor gue yang satu ini emang bener banget deh. Tidak selalu berhasil memang, apalagi buat gue yang termasuk tipe orang yang sangat sensitif. Tapi setidaknya, prinsip ini udah beberapa kali menenangkan emosi gue di saat nyaris meledak karena mendengar perkataan atau tindakan orang lain yang menyakiti perasaan gue. Frekuensi marah-marah gue juga jadi berkurang sedikit demi sedikit. Lagi-lagi, gue jadi punya sesuatu yang bikin hidup gue terasa lebih damai, lebih mudah, dan lebih menyenangkan!