Sahabat itu Adalah Orang-orang yang…

Mulai mengenal pertemanan sejak usia gue masih di bawah 5 tahun, sekarang gue sudah mulai bisa membedakan antara teman, teman baik, dan sahabat. Dan buat gue saat ini, sahabat itu adalah orang memenuhi semua definisi di bawah ini.

  1. Orang yang bisa gue ajukan pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti, “Kalo gue unfollow orang lain di IG atau FB, orangnya bisa tahu atau enggak ya?”
  2. Orang yang tidak pernah iseng bertanya, “Kapan married?” Mereka enggak pernah iseng bertanya karena mereka tahu gue juga enggak tahu apa jawabannya, hehehehehe;
  3. Orang yang bisa dengan entengnya untuk gue bilang begini, “Eh jangan lupa like foto gue yaa.”
  4. Orang yang membuat gue merasa tidak perlu mengarang alasan di saat sebetulnya gue hanya sedang tidak punya cukup uang untuk jalan-jalan, hehehehe;
  5. Orang yang gue ceritakan pengalaman gue yang paling memalukan sekalipun. Tipe orang yang biasanya akan menjadikan pengalaman lucu itu sebagai lelucon antar kita sampai bertahun-tahun kemudian 😀 Mereka juga orang yang bisa gue ajak diskusi tentang hal-hal yang sifatnya tabu dan/atau kontroversial;
  6. Orang yang pernah gue biarkan melihat gue tanpa make-up… dan biasanya mereka akan bilang begini, “Elo tetap cantik tanpa make-up“. Mungkin hanya supaya gue enggak minder, hehehehe;
  7. Orang yang bisa gue ceritakan ambisi dan cita-cita gue tanpa takut dianggap tukang mimpi, terlalu ambisius, dan embel-embel negatif lainnya;
  8. Orang yang selalu bisa menyisihkan waktunya buat ketemuan sama gue. Sesibuk apapun, mereka selalu punya waktu buat gue;
  9. Orang yang berusaha membalas pesan gue segera setelah mereka membacanya (entah kenapa, gue tidak pernah bisa berteman akrab dengan orang yang sering tidak balas texts orang lain);
  10. Orang yang tidak pernah merasa bosan dengan curhatan dan masalah gue yang itu-itu saja (termasuk curhat mendadak di tengah malam, hehe). Tipe orang yang tidak pernah putus memberikan support mereka di saat-saat terburuk sekalipun;
  11. Orang pertama yang gue hubungi saat baru balik jalan bareng gebetan, baru dapat promosi, dan hal-hal positif lainnya (meskipun terkadang, kabar gembira itu sifatnya norak dan tidak terlalu penting, hehehe);
  12. Orang yang bisa gue ceritakan ini-itu tanpa takut rahasia gue itu akan tersebar ke mana-mana;
  13. Orang yang bisa gue curahkan kesedihan gue, kadang bisa sampai meneteskan air mata, tanpa takut dianggap lemah atau cengeng;
  14. Orang yang bisa membuat gue merasa nyaman untuk menunjukan sisi rapuh, sisi insecure, atau kelemahan dan kekurangan dalam diri gue tanpa takut sisi lain gue itu itu mereka salahgunakan;
  15. Orang yang tetap percaya pada gue meskipun “seisi dunia” berkata atau bersikap sebaliknya;
  16. Orang yang berani mengambil sikap untuk memihak gue meski tanpa pernah gue minta sebelumnya;
  17. Orang yang bisa menerima gue dengan segala kekurangan gue dan selalu membuka pintu maafnya buat gue;
  18. Orang yang memberikan saran untuk kebaikan gue dan bukan untuk membuat gue berkecil hati;
  19. Orang yang ikut sedih saat gue sedih. Mereka ikut memikirkan jalan keluar dari masalah gue seolah masalah itu adalah masalah mereka juga; dan yang tidak kalah penting…
  20. Orang yang ikut senang saat gue senang dan bukannya diam-diam menyimpan rasa dengki. Gue bisa dengan santai menceritakan ini-itu tentang hidup gue tanpa takut dianggap sombong atau senang pamer.

Orang yang memenuhi 20 kriteria di atas memang jarang ada, itulah sebabnya gue pernah bilang di blog ini, gue merasa bersyukur dipertemukan dengan sahabat-sahabat yang belum tentu dimilki oleh banyak orang lainnya. Dan gue harap sebaliknya, gue juga sudah memenuhi 20 kriteria itu di mata sahabat gue yang keren-keren itu!

Punya Kenalan yang Berjilbab? Baca ini Dulu!

Beberapa minggu yang lalu, gue mengadakan photoshoot untuk website yang sedang gue bangun. Gue masuk ke ruang make-up bersamaan dengan make-up artist gue (sama-sama perempuan). Kemudian tiba-tiba saja, penjaga studio (laki-laki) masuk ke dalam ruangan dan dia tetap masuk meskipun gue bilang jangan masuk ke dalam karena gue sedang tidak mengenakan jilbab. Padahal, penjaga studio itu sama-sama muslim (gue tahu karena gue lihat dia shalat di studio), tapi dia tetap tidak mengindahkan larangan gue itu.

Hal ini mengingatkan gue dengan acara jalan-jalan dengan beberapa orang kenalan di waktu yang lalu. Waktu itu perempuan yang berjilbab bukan hanya gue, tapi ternyata, beberapa perempuan berjilbab lainnya tipe orang yang hanya pakai jilbab kalau bepergian saja. Mereka semua melepas jilbabnya di dalam villa meskipun saat itu ada beberapa teman laki-laki yang menginap di villa yang sama.

Akibatnya? Teman-teman cewek ini dengan santainya memperbolehkan teman-teman cowoknya masuk ke dalam kamar tanpa mengecek dulu apakah semua teman berjilbabnya sudah mengenakan penutup kepalanya (mungkin karena dipikirnya, semua hijabers punya kebiasaan yang sama dengan mereka). Dan di saat yang bersamaan, teman-teman cowok di sana juga jadi tidak merasa perlu berhati-hati.

Jika diingat lagi, sejak satu trip itu, gue putuskan pada group trips selanjutnya untuk tidak pernah lagi melepas jilbab gue di dalam kamar (kecuali jika gue mendapatkan satu kamar hanya untuk gue sendiri). Memang sangat tidak nyaman, tapi gue tidak akan pernah tahu siapa yang teman sekamar gue perbolehkan masuk saat gue sedang tidur tanpa jilbab gue.

Kenapa gue sangat ketat untuk urusan ini? Karena buat gue, jilbab itu sudah jadi bagian dari diri gue. Ibadah gue secara keseluruhan memang masih jauh dari sempurna, tapi untuk urusan aurat, gue ingin menjaga sebanyak yang gue bisa. Kepergok tanpa jilbab bisa bikin gue merasa sangat malu dan terus kepikiran sampai berhari-hari lamanya. Emang sih, jilbab gue belum sesuai syariat yang sebenar-benarnya, tapi tetap saja… jilbab gue kurang panjang bukan berarti gue memperbolehkan cowok yang bukan muhrim melihat gue tanpa jilbab sama sekali!

Memang benar akhir-akhir ini ada makin banyak perempuan yang terbiasa lepas-pasang jilbab, tapi bukan berarti kita boleh main pukul rata! Beda orang beda pula prinsip mereka dalam menjaga auratnya. Karena hal ini tidak selalu bisa dibedakan secara kasat mata, maka sebetulnya sama sekali tidak susah untuk kita bersikap hati-hati saat berada di sekitar perempuan yang berjilbab.

Jadi jika kamu mengenal perempuan lain yang berjilbab:

  1. Jangan biarkan laki-laki yang bukan muhrim melihat mereka tanpa jilbabnya. Bantu mereka untuk menjaga privasinya;
  2. Jangan mengambil foto mereka (apalagi menyimpannya!) saat mereka sedang tidak mengenakan jilbabnya;
  3. Minta ijin mereka sebelum menyebarluaskan (upload ke socmed misalnya) foto mereka saat belum mengenakan jilbab. Foto masa kecil mungkin masih tidak masalah, tapi pikir dua kali jika foto yang ingin disebarkan adalah foto mereka setelah dewasa; dan
  4. Jangan mendeskripsikan penampilan mereka tanpa jilbab kepada orang lain (menyebutkan model atau panjang rambut mereka misalnya). Jangan pula keluar kalimat, “Dia kalo lagi nggak pake jilbab itu cantik banget lho. Badannya bagus bla bla bla.” Mungkin maksudnya memuji, tapi perempuan yang tingkat keimanannya sangat tinggi tidak suka dibicarakan seperti ini.

Kita tidak perlu mengerti alasan kenapa ada perempuan yang menjaga aurat sampai sebegitunya, tapi kita tetap perlu menghargai keputusan mereka untuk menutup auratnya. Apa yang kita anggap tidak penting bisa jadi luar biasa penting untuk banyak hijabers di luar sana. Dan seperti yang gue tulis sebelumnya, melakukan 4 hal di atas sama sekali tidak sulit, jadi terlepas dari pendapat pribadi kita mengenai jilbab, tidak ada salahnya untuk melakukan hal-hal yang akan sangat mereka hargai itu.

Let’s learn to live in diversity, and we can start with protecting the others to believe in their beliefs.

Have a nice Sunday!