Do We Need a Reason Just to Fall in Love?

Sampai pertengahan tahun lalu, gue masih berpendapat bahwa pasti lah ada alasan kenapa kita bisa jatuh cinta dengan seseorang. Lucu, atraktif, bikin gue ngerasa nyaman, bisa gue jadikan panutan, dan lain sebagainya. Jaman ABG dulu malah lebih parah! Bisa-bisanya dulu gue menjadikan cowok yang ganteng dan jago main gitar sebagai kriteria cowok idaman! Padahal katanya, cinta sejati itu tidak perlu alasan. Konsep yang sempat gue anggap aneh, sampai akhirnya gue bisa mengerti dengan sendirinya.

Kenyataannya, cinta sejati memang tidak selalu perlu alasan. We met someone and we fall in love. That’s all. Tidak selalu ada penjelasan logis, tidak selalu mudah untuk diuraikan dengan kata-kata. I simply feel what my heart wants to feel.

Gue bilang begini bukan berarti gue udah enggak tertarik lagi sama cowok ganteng lho ya. Tapi, kalo emang gue udah terlanjur cinta sama dia, di saat dia sedang gendut-gendutnya dan potongan rambutnya sedang kelihatan aneh pun, gue tetep suka sama dia anyway.

Bukan pula berarti gue tidak lagi tertarik dengan cowok pintar, terutama karena gue masih beranggapan cowok pintar itu kelihatan lebih menarik. Tapi sepintar-pintarnya seseorang, tetap ada satu atau banyak hal yang lebih gue kuasai (secara gue juga bukan cewek yang mediocre buat urusan akademis dan karier 😉 ). Tapi toh bukan berarti perasaan gue ke dia lantas berkurang hanya karena dia tidak menguasai hal-hal yang sudah menjadi keahlian gue!

Kemudian soal kebaikan hati. Gue tetap nggak suka sama cowok nggak berperasaan atau cowok yang terlalu nakal, tapi bukan berarti gue cinta sama dia semata-mata karena dia cowok baik hati yang penuh perhatian. Karena kenyataannya, di saat mood dia sedang jelek, tingkahnya menyebalkan dan mendadak cuek setengah mati pun, perasaan gue tetap tidak lantas hilang dengan sendirinya.

Yang terakhir soal lucu dan rasa nyaman. Ada kalanya dia bikin gue tertawa bahkan sampai senyum-senyum sendiri sampai agak lama setelah itu, tapi ada kalanya pula kita hanya duduk diam bingung mau ngobrol apa. Kenyataannya, orang yang paling gue suka pun, tidak selalu bisa membuat gue tertawa dan tidak pula selalu bisa memberikan rasa nyaman (terutama kalau keadaan memang sedang tidak menyenangkan). Tapi toh sekali lagi, hal itu tidak lantas mengurangi perasaan gue untuk dia!

Pada titik itulah gue menyadari, cinta yang sejati itu memang benar cinta yang tanpa ada alasan pasti. Cinta yang sejati adalah cinta sampai pada hal yang sangat kecil sekecil-kecilnya.

Mulai dari sekedar suka sama suara, senyum, dan cara dia ngelihat gue.

Suka sama muka ngantuknya di pagi hari atau rambutnya yang masih terlihat basah dan acak-acakan.

Suka sama cara-cara ala dia untuk bikin gue ketawa dan hal-hal kecil yang dia lakukan untuk bikin gue ngerasa istimewa.

Pokoknya, saat gue beneran jatuh cinta, gue cuma ngelihat dia dan diam-diam gue berbisik dalam hati, “How I really love this guy!”

It takes time until you meet someone who makes you feel like this. And it takes more time for you to fight and make it happen. It may work, or it may not work; but who knows?

Regardless the ending, that kind of feeling is somethig rare and you should be grateful for that! That kind of feeling that gives you your kind of fairytale. That kind of feeling that makes your life worth living. And that kind of feeling that finally makes you understand that you don’t need a reason just to fall for him. You love him, and that’s all that you can explain.